THE SECRET OF LOVE IN THE DANDELION

THE SECRET OF LOVE IN THE DANDELION

BUKAN PANGERAN

Keysa mengucek matanya berkali-kali kemudian mengerjap bingung. "Terasa nyata sekali! Argh keterlaluan!" keluhnya, sebelum akhirnya ia memilih untuk keluar dari dalam gelungan selimut yang nyaman pun menghangatkan.

Matanya melirik jam dinding yang tergantung di sudut kamar, baru menunjukan pukul 04.00 WIB. Ia pun melangkah menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya untuk membasuh wajah.

"Cowok sialan!" desisnya kesal, sambil mengusap wajah dengan kasar. "Kenapa kamu selalu mengganggu waktu tidurku, hah? Baru juga jam empat pagi! Setiap hari aku tidak bisa tidur dengan tenang karena kamu selalu muncul dan membuat keonaran di dalam mimpiku. Kamu itu ... sangat meresahkan!" Keysa berbicara seorang diri dan menunjuk pantulan dirinya di cermin yang terdapat di atas wastafel.

Tidak ada yang menyahut untuk menjawab semua keluhan yang keluar dari bibirnya. Hanya ada bayangan dirinya yang memelototi dirinya yang lain dengan tatapan kesal. Beberapa menit kemudian tatapan itu melembut dan ia pun tersipu.

Refleks, Keysa menutup wajah dengan kedua telapak tangan sebelum akhirnya ia tertawa kegirangan dan melompat-lompat riang sembari kembali ke atas tempat tidur.

Berkali-kali Keysa memukul kepalanya sambil terkekeh. Terkadang gadis cantik itu bingung dengan apa yang sedang terjadi kepada dirinya, di satu sisi ia kesal karena setiap hari selalu mendapat mimpi yang sama, tetapi di sisi lain, ia menyukai mimpinya. Mimpi itu selain sangat menyebalkan tetapi juga sangat mengasyikan.

Keysa dalam beberapa minggu terakhir ini selalu memimpikan sesuatu yang konyol. Bertemu dengan seorang pria yang memiliki paras luar biasa. Jauh dari kata tampan karena pria itu ....

Lebih dari tampan!

Sangat tampan!

Memesona mungkin adalah kata yang paling tepat.

Pria itu memiliki wajah bak pangeran yang ada di buku dongengnya semasa kecil, tetapi terkadang terlihat seperti peri yang bersinar mengagumkan. Bukankah itu semua sangat konyol?

Keysa sadar bahwa dirinya bukan anak kecil lagi yang selalu memimpikan pangeran tampan atau pun peri. Seharusnya ia memimpikan aktor favoritnya yang sangat mengagumkan. Bukannya pria dengan dandanan norak seperti yang ada di buku dongeng yang sekarang pasti sudah berdebu di dalam gudang.

Keysa menutup wajahnya dengan bantal. Berusaha menghalau bayangan pria aneh itu dari dalam kepalanya.

"Dandelion ini bisa menari!" ujar sebuah suara.

"Hah, mana bisa!" seru Keysa, tidak percaya.

"Lihatlah. Aku akan memainkan musik dan dia akan menari!" ujar suara itu lagi. "Lalu saat mereka mulai menari, izinkan aku menciummu."

Kedua pipi Keysa merona. "Tidak mau!"

"Kenapa tidak? Aku tampan dan--"

"Jangan banyak bicara. Cepat buat mereka menari," sahut Keysa

"Aha, kamu sungguh tidak sabaran. Apa kamu berharap agar aku segera menciummu?" suara itu terdengar semakin dekat di telinga Keysa.

Heeemm ....

Heeemm ....

Pria itu mulai bergumam. Gumaman yang terdengar begitu menyentuh. Membentuk sebuah melodi indah yang tidak asing di telinga Keysa.

"Canon!" ucap Keysa. "Ini musik favoritku!"

"Benarkah? Ini juga favoritku, kamu juga ... favoritku!" kemudian tanpa aba-aba bibir dari si pemilik gumaman indah itu menyentuh bibirnya.

"Argh, kasar sekali. Sakit. Aduuh sakit, sakit sekali!" rintih Keysa di dalam hati

"Mama, Keysa mimpi jorok. Bibirnya monyong-monyong, Ma!"

Keysa terbangun, dan meringis melihat jepitan pakaian menempel anggun di atas bibirnya.

"Adindaaa!" teriaknya.

***

"Kenapa mata kamu? Hitam gitu, udah kayak kuntilanak saja!" tanya Amelia.

Saat ini Keysa dan Amelia sedang berjalan di koridor kampus menuju kelas mereka. Keysa memang masih menyandang status sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di kota itu.

Keysa menghentikan langkahnya lalu mengambil cermin kecil dari dalam tas yang ia kenakan. Ia mendekatkan cermin itu pada wajahnya dan memperhatikan kedua matanya dengan saksama.

"Benar, ada lingkar hitam menyeramkan!" keluhnya. Lalu mengeluarkan krim mata dan menutul-nutulkannya dengan lembut tepat di bawah matanya.

"Begadang lagi, ya?" Amelia kembali bertanya.

"Iya, semalam baca buku karena tidak bisa tidur!"

"Bagus dong, rajin baca buku. Supaya semakin pintar," timpal Amelia.

"Suatu hari nanti aku pasti akan menulis buku juga. Kamu tahu 'kan, daya imajinasiku tinggi," ujar Keysa, menyombongkan diri.

"Ya, ya, aku tahu. Kamu suka berkhayal hingga tengah malam dan akhirnya malah begadang!"

Keysa menghampiri kursi yang terletak di sepanjang koridor, lalu duduk dengan nyaman. Gadis cantik berambut panjang itu menghela napas dengan kesal. "Ini gara-gara mimpi sialan yang selalu hadir di setiap malam-malam yang kulalui." ujarnya dengan dramatis. "Seandainya aku tidak mengalami mimpi-mimpi itu. Aku pasti akan tidur dengan nyenyak dan tidak terbangun tengah malam."

"Heem, mulai deh bahasanya! Memangnya mimpi apa?" Amelia terlihat antusias.

"Ya, mimpi! Setiap malam aku selalu memimpikan seorang pria tampan ... uum, pangeran! Lebih tepatnya pangeran tampan yang tiba-tiba menghampiriku dan menuntut ciuman pertama dari seorang cinta sejati."

"Pangeran yang menuntut ciuman dari cinta sejati biasanya memiliki paras yang jelek, Key. Lalu saat kamu mulai menciumnya barulah dia akan berubah menjadi tampan. Jika di awal mimpi dia sudah tampan, maka bisa dipastikan saat kamu menciumnya, pangeranmu itu akan kembali berubah menjadi katak, kelelawar, atau apalah!" Amelia menjelaskan dengan serius.

"Bagitu, ya?" Keysa menggigit bibir bawahnya, membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

Amelia mengangguk. "Ya. Maka, saat pangeran itu datang lagi untuk meminta sebuah ciuman, jangan kamu cium. Bisa-bisa dia kembali berubah menjadi jelek! Atau bisa jadi pangeran itu hanya beralasan saja agar dia dapat menciummu." Amelia tergelak melihat ekspresi Keysa.

Keysa mengangguk bersemangat. "Baiklah, akan aku catat, bisa buat ide tulisanku nanti! Judulnya 'Pangeran Ganjen'. Gimana? Mungkin si pangeran memang bukan dalam misi untuk mencari ciuman cinta sejati. Si pangeran cuma ganjen dan mata keranjang sehingga memiliki hobi untuk mengoleksi rasa bibir semua perempuan."

Amelia memutar matanya dengan malas, karena lagi-lagi Keysa ingin membuat karangan berdasarkan hasil obrolan mereka. "Iiih apaan, sih. Membicarakan apa pun sama kamu pasti kamu jadiin bahan tulisan. Males ah!" Amelia bangkit berdiri kemudian pergi meninggalkan Keysa yang mengekor sambil terus berbicara tidak jelas.

"Atau dia bukan pangeran, Mel. Iya 'kan? Bukan pangeran!" teriak Keysa sembari tertawa melihat Amelia yang pergi dengan wajah cemberut. Ia tahu jika sahabatnya itu pasti masih marah padanya, karena beberapa hari yang lalu ia memasukan hasil curhatan Amelia yang telah ia modifikasi sedemikian rupa hingga menjadi cerita pendek ke dalam situs internet universitas.

Mau bagaimana lagi? Keysa suka menulis, dan ia suka menulis kisah nyata. Tidak peduli bahwa cerita itu adalah sebuah rahasia yang harus dijaganya.

Bersambung.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!