SELAMAT TIDUR, SELAMAT DATANG

Keysa berlari sekuat yang ia bisa menuju rumahnya yang berjarak hampir dua kilometer dari stasiun bus. Sore tadi ia mendapatkan telepon dari Adinda bahwa ibunya ditemukan pingsan di gudang.

Keysa yang saat itu masih berada di kampus segera menemui dekan fakultasnya dan meminta izin untuk pulang lebih awal.

Ia segera menaiki bus menuju desa tempatnya tinggal, jaraknya dua jam dari kampus. Seharusnya ia sudah tiba tiga jam yang lalu, seandainya saja bus yang ia tumpangi tidak mengalami kerusakan dan membutuhkan waktu sekitar satu jam lebih untuk memperbaikinya.

"Sudah beberapa jam berlalu. Bagaimana keadaan mama!" gumam Keysa, masih terus berlari. Bus yang ia tumpangi hanya sampai di stasiun, selebihnya ia harus menggunakan angkot untuk menuju ke desa tempatnya tinggal. Akan tetapi, hari sudah begitu larut, sehingga tidak ada satu pun angkot yang lewat.

Jalanan desa sangat sepi dan gelap. Sesekali Keysa tersandung bebatuan kecil atau akar pepohonan yang mencuat dari dalam tanah.

"Aw ...!" jeritnya, saat kakinya tersangkut sebuah batu yang lumayan besar dan membuatnya terjatuh. Ia berusaha untuk berdiri. Namun, kakinya sulit sekali untuk digerakan. Sepertinya kakinya terkilir.

"Kenapa harus di saat seperti ini!" keluh Keysa. Ia mulai terisak, tidak tahu harus melakukan apa. Jarak rumahnya masih lumayan jauh, sedangkan jalanan sudah sangat sepi. Tidak ada satu orang pun yang melintas, sendainya saja ada mungkin ia bisa menumpang untuk sampai ke rumah.

Ia duduk di jalan setapak dengan kaki ditekuk, sehingga ia dapat menenggelamkan wajah di antara kedua lututnya. "Seandainya papa masih ada," rintihnya. "Seandainya papa masih ada, papa pasti akan menjaga mama dengan baik. Dan saat aku sedang berada jauh dari rumah seperti ini, aku tidak harus terus-terusan mengkhawatirkan keadaan mama dan Adinda."

Keysa terus menangis hingga tubuhnya gemetar. Saat merasa terpuruk seperti  sekarang ini, ia memang selalu menginginkan sang ayah tiba-tiba muncul entah dari mana dan membantu menghilangkan beban yang ada di pundaknya.

"Jika kamu berusaha untuk tertidur maka aku akan membantumu agar segera tiba di rumah!" terdengar suara yang tidak asing di telinga Keysa.

Suara itu adalah suara pria yang selalu muncul di dalam mimpinya. Keysa mengangkat kepalanya lalu mengedarkan pandangan, mencari sumber suara itu, tetapi ia tidak melihat siapapun. Suara itu terdengar seperti bisikan di telinganya. Begitu lembut dan dapat ia rasakan embusan ringan di sekitar telinganya, seolah pemilik suara itu sedang berada tepat di sampingnya.

"Tidur?" lirih Keysa.

"Ya, pejamkan matamu, Cantik!" pinta suara itu lagi.

Keysa memejamkan matanya. Masih dalam posisi memeluk kedua lututnya tiba-tiba saja tangannya bukan lagi berada di kedua lututnya, melainkan melingkar di leher seorang pria tampan berpakaian serba putih dengan rompi besi di luarnya. Wajahnya yang tadi menempel pada kedua lututnya pun kini menempel pada bahu pria itu. Sesekali ia merasakan geli pada wajahnya, karena terkena rambut ikal pria itu yang sepanjang bahu.

"Ternyata kamu berat?" ucap pria itu.

"Siapa namamu?" Keysa tidak mau membuang-buang waktu. Mereka sudah sering bertemu di dalam mimpi, tetapi Keysa tidak pernah sempat menanyakan siapa nama pria yang terlihat bagai peri dalam dongeng itu.

"Zayan," jawabnya.

"Oh!"

"Hanya 'oh'?" tanya Zayan.

"Maumu apa?"

Zayan menoleh ke belakang, berusaha melihat wajah gadis yang ada di gendongannya. Ia lalu tersenyum miring, senyum yang dapat membuat hati Keysa melonjak kegirangan.

"Hanya mau menciummu, boleh?" ucap Sayang sembari tersenyum.

Keysa memukul pundak Zayan. "Jangan sembarangan, ya!" ujarnya kesal.

"Sudah aku bilang, aku sedang mencari ciuman dari cinta sejati!" ujarnya.

"Kamu itu penipu. Kamu sudah tampan, sedangkan pangeran atau apa pun itu yang sedang mencari ciuman cinta sejati rata-rata memiliki paras yang jelek. Sehingga ciuman itu mampu merubahnya menjadi tampan! Begitu hukumnya."

"Aku memang tidak dalam misi untuk terlihat menjadi semakin tampan. Ada misi lain yang harus aku lakukan," ucap Zayan serius.

"Apa itu?" tanya Keysa.

"Keluar dari tempat ini!"

"Hah!"

"Kak, Keeeey!" Suara cempreng yang sudah sangat akrab di telinga Keysa tiba-tiba mengejutkannya. Membuatnya terbangun, terbangun dari apa jika ia saja tidak tidur.

"Adinda!" Keysa memeluk Adinda  yang menghambur ke arahnya. "Bagaimana keadaan mama?" tanyanya.

"Mama membuka matanya, Kak, tapi belum sekali pun mama mengeluarkan suara," cicit Adinda, sambil mengusap kedua pipinya yang basah karena air mata.

Keysa berjalan terpincang-pincang menuju kamar Rosalyn. Untunglah kakinya tidak sesakit tadi, sudah lebih baik dan bisa ia gerakkan dengan baik.

"Kakak tadi berjalan sambil tertidur!" seru Adinda tiba-tiba.

"Hah? Masa?" Keysa terkejut, tetapi tidak menanyakan lebih lanjut karena ia sudah sangat ingin melihat keadaan ibunya.

Ceklek!

"Ma!" Keysa membuka pintu kamar dengan perlahan, takut membangunkan ibunya, barangkali saja ibunya sudah tertidur. Ternyata tidak, Rosalyn berbaring kaku dangan tatapan menatap langit-langit dengan ngeri.

Keysa dan Adinda mendekat dan berlutut di samping ranjang kayu tempat Rosalyn berbaring. Keysa menggenggam tangan Rosalyn, seketika air matanya menetes. Seandainya ia ada di rumah saat itu, mungkin ia bisa menghindari kecelakaan yang menimpa sang ibu. Mungkin!

"Apa kamu memanggil pak mantri, Dind?" tanya keysa pada Adinda.

Adinda mengangguk. "Tante Vira yang memanggilnya. Saat kejadian banyak sekali tetangga yang berdatangan untuk membantuku, Kak."

"Baguslah." Keysa mengusap lembut rambut ikal Adinda. "Lalu, apa kata pak mantri?"

"Kita harus membawa mama ke rumah sakit besar. Sepertinya mama mengalami stroke." Adinda menundukan kepalanya.

Keysa tahu apa yang ada di pikiran Adinda. Berangkat ke rumah sakit sama halnya dengan berangkat mengunjungi ayahnya. Semua sangat mustahil. Antara ada dan tiada. Selain karena masalah biaya ada satu hal lagi yang tidak bisa dijelaskan.

"Jika suatu hari mama jatuh sakit, maka jangan sekali pun membawa mama ke rumah sakit. Janji!" ucapan Rosalyn satu tahun yang lalu masih terngiang dengan jelas di telinga Keysa. Seakan tahu apa yang akan menimpanya, Rosalyn selalu mengucapkan hal itu kepada kedua putrinya setiap ada kesempatan.

"Kak Key." Suara Adinda membuyarkan lamunannya.

"Apa?" tanyanya dengan sura lemah.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Adinda, wajahnya terlihat khawatir dan sedih.

"Kita pikirkan besok. Sekarang mari kita istirahat. Tidurlah, Dind, kamu pasti lelah seharian ini," ucap Keysa.

Adinda segera bangkit dan berjalan menuju lemari besar yang terletak di sudut ruangan.  Gadis kecil itu dengan ceketan mengeluarkan kasur lipat, bantal dan selimut. Lalu menggelarnya di lantai, tepat di samping ranjang Rosalyn.

"Kita akan tidur di sini malam ini," ucap Adinda.

Keysa mengangguk dan memberikan seulas senyum hangat untuk Adinda.

"Selamat tidur, Kak Key, selamat tidur Ma!" ucap Adinda, sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur lipat.

Keysa ikut berbaring di samping sang adik. "Selamat tidur,"  ucapnya kepada Adinda.

"Selamat datang!"

"Zayan!"

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!