Madulah Aku, Suamiku

Madulah Aku, Suamiku

Why?

"Sah!!!"

Sebuah kalimat pendek berdengung di telinga Intan Nawangsari. Hari ini adalah hari dimana suaminya menikahi seorang wanita muda yang di pilih olehnya tempo lalu. Pernikahan sederhana di gelar di kediaman sang suami dengan dihadiri teman terdekat, tetangga, serta keluarga Yuda Anggara dan Sinta Kumala.

Wanita berhijab biru laut itu tersenyum getir, menyaksikan Yuda Anggara menyalami satu-persatu sanak saudaranya tengah memberi ucapan selamat di ujung sana. Sementara Sinta menundukkan kepalanya sedari tadi kala mendengar pujian dari keluarga Yuda.

Intan meraup udara sebanyak-banyaknya. Dadanya bergemuruh kuat sekarang, seakan ada yang menghimpit paru-parunya. Sesak, itulah yang dia rasakan saat ini.

Intan tertunduk lemas sambil meremas gamis putihnya, menetralkan perasaan cemburunya. Entah dorongan dari mana, seakan ada magnet ia mengangkat wajahnya lagi. Dan tanpa sengaja matanya bertubrukkan langsung dengan mata Yuda. Ia langsung menatap penuh damba pada sang suami tapi Yuda malah melengoskan pandangan matanya.

Maafkan aku, Mas, ini yang terbaik untuk kita, aku yakin kamu pasti bahagia bersama Sinta.

Tiga meter dari Intan, Yuda menahan diri untuk tidak berlari ke arah Intan. Tadi ia sempat melihat Intan memandanginya dengan tatapan yang tak bisa ia artikan sama sekali.

Semenjak kejadian tiga bulan silam, Yuda terlanjur kecewa terhadap keputusan Intan. Kala itu ia menolak dengan tegas permintaan Intan. Namun akhirnya Yuda pun terpaksa mengiyakan setelah di bujuk rayu Intan dengan menerangkan dalil-dalil di dalam Al'quran.

Dia tak mengerti, sungguh tak mengerti, mengapa wanita yang sudah lama mengarungi mahligai rumah tangga bersamanya, memintanya menikah lagi.

Apa Intan tak mencintainya lagi, pikir Yuda sejenak. Yuda pun bertanya, apa alasan Intan rela berbagi suami bersama wanita lain. Tapi Intan diam seribu bahasa.

Pria berkulit kuning langsat itu dilanda resah dan gelisah kala tak mendapat jawaban yang jelas dari sang istri. Sempat terlintas pula di benaknya, jikalau bunda ataupun kakak kandungnya memperlakukan Intan semena-mena, akan tetapi Intan mengatakan secara gamblang bahwa mertua dan kakak iparnya itu selalu baik padanya.

Yuda menerka-nerka lagi, apa yang membuat Intan memintanya menikah. Semakin dipikirkannya semakin membuatnya menggila. Tak mungkin juga karena mereka tak memiliki anak sampai saat ini.

Memang benar hidup bersama selama belasan tahun ini, ia dan Intan belum dikaruniai anak. Tapi Yuda tak mempermasalahkan hal tersebut, karena menikah bukan hanya soal anak. Memiliki keturunan adalah bonus yang diberikan Allah, pikir Yuda.

Yuda dan Intan juga sudah melakukan berbagai macam cara agar istrinya bisa hamil, tapi sampai sekarang Allah belum menitipkan anak jua pada mereka. Dia pun menjelaskan pada Bunda dan kakaknya bahwa mereka bahagia dengan kehidupan mereka sekarang. Mereka pun memahami kegundahan Yuda.

"Selamat Yuda, istri mudamu sangatlah cantik, tak kalah cantiknya dari Intan."

"Iya, benar itu, kalian pasangan yang sangat serasi Yud, di mana kau menemukan bidadari ini?"

Enggan menanggapi, Yuda hanya tersenyum hambar, sebisa mungkin memberikan senyum terbaiknya pada tamu undangan yang hadir di rumahnya saat ini.

"Yud, ajaklah istrimu berbicara, lihatlah dari tadi diam saja." Wulan, kakak kandungnya, menyenggol tangan Yuda kala adik laki-lakinya tak mengajak mengobrol Sinta sedari tadi. Wanita yang memasuki umur kepala empat itu melototi sang adik dengan sangat tajam sebelum menjauh dari hadapannya.

Yuda mengangguk pelan, melirik Sinta yang masih tertunduk malu. Helaan nafas terdengar berat dari hidungnya. Mau tak mau ia berdeham rendah.

"Hmm."

Tak ada pergerakkan sama sekali, Yuda menghela nafas lagi. Menggeram sebal ketika sang kakak lagi dan lagi melototinya dari kejauhan.

"Sinta," panggil Yuda sambil memegang punggung tangan Sinta.

Bagai sengatan listrik, Sinta tersentak kala tangan kokoh nan besar itu menyentuh kulitnya. Reflek, ia mendongakkan wajah.

"Iy–a, iy–a," Sinta berucap dengan terbata-bata.

Yuda mendekatkan bibirnya ke telinga Sinta, lalu berkata, "Angkat kepalamu dan tampilkan senyuman terbaikmu, Sinta, jangan sampai keluargamu salah paham. Aku imammu sekarang."

Sinta tak langsung menjawab, tengah terhipnotis dengan aroma tubuh suaminya. Sebuah aroma wangi menguar seketika dari tubuh Yuda membuatnya di mabuk kepayang sejenak.

"Apa kau mendengarkanku?" Yuda mengulangi perkataan lalu menatap langsung kedua mata Sinta yang kebetulan sekarang tengah termenung.

Sinta segera tersadar, bak anak polos langsung mengambil tangan Yuda dan menyalami dengan takzim. "Iya, iya, mas."

Sontak, gelagat wanita muda yang berumur dua puluh empat tahun itu membuat semua kumpulan manusia di dalam bilik tertawa keras. Terkecuali Intan masih bergeming di tempat dengan mengigit bibir bawahnya.

"Ya ampun, lucu sekali Sinta, sebentar lagi bunda akan mendapatkan seorang cucu dari menantu muda Bunda, tidak seperti wanita itu," Wulan berucap di tengah-tengah gelak tawa berkumandang.

Bunda Ema hanya menghembuskan pelan nafasnya, melihat Intan tengah memegang dadanya sekarang.

"Intan, lebih kau pergi ke dapur saja, bantu bik Inem membuat teh es, lihat itu teh es di teko sudah mulai habis," ucap wanita paruh baya yang sudah menjanda puluhan tahun lamanya.

Intan menyeka sedikit buliran air yang hampir saja terjatuh di pelupuk matanya, kemudian menoleh ke arah Bunda Ema.

"Bunda, aku kecapean, bolehkah mbak Wulan saja yang menggantikanku." Pintanya dengan sungguh-sungguh.

"Enggak mau! Kau pikir aku babumu?" Wulan curi-curi pandang pada Yuda dan Sinta yang masih berbicara satu sama lain. Dia tak mau perlakuannya terhadap Intan diketahui Yuda.

Intan memejamkan matanya sesaat, kemudian tanpa banyak kata melenggang pergi dari ruangan. Meninggalkan Wulan dan Bunda Ema menatap penuh arti kepergian Intan.

Sesampainya di dapur, Intan langsung mendekati Bik Inem, bertanya apa ada yang bisa ia bantu.

Wanita yang sudah lama berkerja bersama keluarga terpandang di desa ini, begitu terkejut melihat kedatangan Intan. "Jangan non, biar bibik saja, non sebaiknya beristirahat saja ya," ucap Bik Inem sambil mengambil alih sendok yang tengah di genggam Intan.

Intan tertegun, mengulas senyum tipis ketika sorot mata bik Inem selalu mengingatkannya pada mendiang ibunya.

"Bik, teh es di depan sudah mau habis, Intan bantu ya," kata Intan dengan lembut lalu menyambar spatula dari tangan bik Inem.

Bik Inem menghela nafas. "Tapi Non–"

"Shftt, sudahlah Bik, ayo, kita harus bergerak cepat agar para tamu undangan tak kehausan." Intan mengulas senyum tipis sambil mengambil gula di dalam toples.

Sementara itu, di ruang depan, Yuda mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Intan yang tak nampak sama sekali sekarang.

Kemana dia? Apa dia ke dapur?

"Mas, cari siapa?" tanya Sinta penasaran.

"Em, nggak cari siapa-siapa, aku mau ke toilet, tunggu di sini." Sebelum mendengar balasan Sinta, Yuda pamit sebentar pada pak penghulu dan sanak saudaranya.

Sinta hendak mengejar Yuda namun Wulan menahan tangannya seketika.

"Hai, Sin, aku bersyukur, ternyata pilihan adikku sangatlah cantik, aku harap kita bisa berteman baik, Sinta." Wulan berucap cepat membuat Sinta mengulas senyum tipis.

Baik sekali mbak Wulan, mbak Intan benar-benar beruntung memiliki suami, kakak ipar dan mertua yang baik seperti mereka.

"Iya, mbak aku mau ke dalam sebentar," pungkas Sinta.

Wulan mengangguk pelan.

*

*

Di sisi lain, Intan amat terkejut ketika tangan kokoh melingkar diperutnya. Secepat kilat ia memutar tubuhnya sambil melepaskan tangan tersebut. Matanya terbelalak seketika saat melihat Yuda berdiri dihadapannya dengan melayangkan tatapan sendu.

"Mas, kenapa ada di sini?"

Intan menggerakan kepala ke kanan dan ke kiri, merasa sedikit lega karena di dapur tak ada orang sama sekali. Satu menit lalu sukarelawan yang membantu memasak di dapur, mengantar teko ke ruang tamu.

"Memangnya kenapa? Apa ada masalah? Aku merindukanmu, Intan, apa kau sudah puas? Keinginanmu sudah aku turuti, katakan apa lagi yang harus aku korbankan, selain perasaanku ini?" ucapan Yuda terdengar sarkas di telinga Intan.

"Mas, maaf, aku melakukan semua ini demi kebahagianmu."

Yuda mendengus sesaat, jawaban yang sama selalu terlontar dari bibir Intan. Dia semakin heran dengan sikap Intan.

"Kau benar-benar egois, Intan, kebahagianku adalah dirimu, jangan salahkan aku, jika sikapmu bisa saja membuatku berpaling." Yuda menggertak dengan tegas.

"Tak apa, mas, aku ikhlas," jawab Intan lembut.

Yuda mulai tersulut kemudian mencengkram bahu Intan tiba-tiba. "Apa kau sudah tak mencintaiku lagi, Intan?! Apa salahku? Mengapa kau mempermainkan perasaanku! Jangan seperti ini, Intan, aku mohon! Aku mencintaimu, Intan," kata Yuda dengan mata yang mulai berembun.

"Mas..." Intan mengigit bibirnya, menahan sesuatu dari balik bola matanya untuk tak keluar juga.

Dalam sepersekian detik, Yuda menarik pinggang Intan kemudian mencium kasar istrinya. Intan terkejut dan memberontak, namun tenaganya kalah dari Yuda.

Yuda meluapkan semua emosinya melalui kecupan-kecupan di bibir munggil Intan. Dia tak memberi Intan kesempatan untuk bernafas. Beruntung suasana di dapur sangat sepi dan hanya terdengar bunyi gemercik air di dalam wastafel. Akan tetapi seseorang di balik gorden, menutup mulutnya saat melihat suaminya tengah bercumbu mesra.

Ya Allah, kuatkan lah hambamu ini, bukankah kau sudah tahu dari awal akan seperti ini.

Sinta menarik dan menghembuskan nafas berkali-kali, meredam gemuruh di dadanya saat ini.

Sinta, itu istri pertama suamimu, hal yang sangat wajar. Sekali lagi Sinta bermonolog di dalam hati.

Tapi, tidak di hari pernikahanku... Tanpa terasa buliran air mata menerpa kedua pipinya.

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

aku mampir Thor

2023-03-18

0

Elprida wati tarigan

Elprida wati tarigan

hai kak na. aku mampir. maaf gak punya vote🙈 cman bisa nonton iklan ya saja. karna point juga lagi kosong🙈🙈

2023-02-06

1

💕Leyka Gallardiev 💕

💕Leyka Gallardiev 💕

aku rasa intan tertekan atas kekangan mertua hingga Yuda suami intah suruh nikah lagi

2023-02-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!