Di sisi lain, setelah selesai acara pernikahan. Yuda langsung ke lantai dua, duduk menghadap ke arah hamparan sawah yang membentang di depan sana. Pria yang sudah memasuki umur kepala empat itu tengah berperang dengan perasaannya saat ini. Bingung atas sikap Intan yang membuatnya begitu takut tak dicintai lagi. Yuda meraup udara di sekitarnya, menetralisir perasaannya semerawut seperti benang kusut.
Matanya mengedar ke depan, melihat langit berubah menjadi warna jingga. Yuda menikmati pemandangan di depannya saat ini sambil menikmati hembusan angin menerpa wajahnya.
Benaknya dipenuhi tanda tanya dari tadi, masih gelisah dengan statusnya yang memiliki dua istri sekarang. Jujur, ia merasa tanggung jawabnya semakin besar sebagai imam bagi istri-istrinya. Yuda terlihat bergeming di posisi semula sambil memegang tiang pembatas kamar.
Hingga mendekati waktu pukul enam malam ia pun bersiap-siap menunaikan ibadahnya meminta pada Allah meringankan bebannya. Selepas menyelesaikan kewajibannya, Yuda langsung membersihkan diri.
Sepuluh menit kemudian, dia keluar dari kamar mandi, melihat kamar masih kosong, rupanya Intan belum juga naik ke lantai atas. Dia bertanya-tanya di mana istrinya. Tak biasanya Intan tak mempersiapkan pakaiannya. Apa istrinya masih sibuk di bawah, entahlah..
Selesai memakai pakaian, Yuda bersantai di tempat tidur, lalu menonton televisi seperti biasa yang ia lakukan tapi bedanya Intan tak menemaninya sekarang.
Tok, tok, tok, tok!
Mendengar ketukan pintu, Yuda beringsut dari tempat tidur kemudian melangkah mendekati pintu kamar.
"In–" Perkataan Yuda terhenti ketika Sinta yang berdiri dihadapannya bukan Intan.
"Mas, ayo turun ke bawah, kita makan malam," ucap Sinta dengan menunduk malu-malu.
"Di mana Intan?" Bukannya mengiyakan ajakan Sinta, Yuda malah menanyakan keberadaan Intan.
Sinta mengangkat wajah. "Mbak Intan ke rumah Bunda, Mas, sebentar lagi dia kemari," jawabnya cepat.
"Hm, aku akan menyusul." Tanpa mendengar jawaban Sinta, Yuda langsung menutup pintu kamar, meninggalkan istri mudanya mematung di tempat.
Mbak Intan, apakah aku bisa memasuki hati Mas Yuda, lihat dia mengajakku ke bawah saja tidak, hah....
Ekpresi wajah Sinta yang semula begitu semangat berubah drastis menjadi lesu.
Sementara itu di dalam kamar, Yuda memakai pakaian kokonya hendak menyusul Intan ke rumah Bundanya namun pergerakkannya terhenti ketika ponselnya berdering di atas meja. Menampilkan nama bidadariku, menghiasi layar ponsel, siapa lagi kalau bukan kontak Intan.
Yuda menyambar ponsel dan menekan-nekan layar sejenak. "Intan, kau di mana? Pulanglah kita makan bersama," ucapnya cepat membuat Intan terkekeh kecil di ujung sana.
"Mas, sepertinya aku masih lama di sini, aku harus masak untuk Bunda, tadi Bunda kecipratan minyak goreng, kulitnya melepuh Mas."
"Loh, Mbak Wulan kemana? Kenapa tidak dia saja, pulanglah Intan, kau tak kasihan padaku makan sendirian di sini nanti." Untuk sesaat Yuda lupa dengan statusnya yang beristri dua.
"Sendiri?" Intan menjeda ucapannya. "Bukannya ada Sinta di sana, makanlah bersamanya Mas, tenanglah 30 menit lagi aku akan ke sana, Mbak Wulan mengurus anaknya yang rewel Mas."
Yuda enggan membalas, hanya terdiam mendengar ucapan sang istri mengatakan ada Sinta di rumah.
"Baiklah, jangan lama, Intan, aku merindukanmu," balasnya manja.
Intan merekahkan senyuman mendengar penuturan sang suami.
*
*
*
Ruang Dapur.
Sinta sesekali melirik tangga, menunggu kedatangan Yuda untuk makan malam bersamanya. Sembari menunggu ia merapikan piring dan gelas untuk Yuda.
Senyuman terukir jelas di bibirnya seketika saat melihat Yuda menuruni anak tangga. Dengan cepat ia mengambil posisi berdiri di dekat tempat duduk suaminya.
"Mas, duduklah, mas mau makan apa?" tanyanya bersemangat setelah melihat Yuda duduk di kursi.
"Terserah," balas Yuda datar.
Sontak perlakuan Yuda berhasil membuat Sinta tersenyum kecut. Sepertinya dia perlu mengatur strategi agar sang suami mencintainya. Tanpa banyak kata ia mengambil makanan kesukaan Yuda yang diberitahu Intan tadi sore, yaitu tumis kangkung dan tahu goreng berserta sambal terasi.
Yuda mengerutkan dahi melihat makanan yang di ambil adalah makanan kesukaannya. Mendesah kasar menebak jikalau Intan lah yang memberitahu Sinta.
Tak mau bertanya-tanya, Yuda langsung mengambil alih piring dari tangan Sinta kemudian berdoa sebentar dan mulai makan tanpa menunggu Sinta.
Hati Sinta berdenyut nyeri mendapati sikap Yuda terhadap dirinya dan Intan teramat berbeda.
Berjuanglah Sinta, Mas Yuda akan mencintaimu seperti dia mencintai Mbak Intan. Aku berharap Mbak Intan agak lama di rumah Bunda agar aku mempunyai banyak waktu bersama Mas Yuda.
Keheningan pun tercipta sesaat. Hanya terdengar bunyi piring dan sendok berdenting. Kini Sinta pun ikut makan bersama Yuda.
Baik Sinta dan Yuda sama-sama tak membuka suara sama sekali. Wanita muda itu sesekali mencuri pandangan ke arah Yuda.
"Aku ke ruang kerjaku dulu, ada yang harus aku kerjakan." Yuda berlalu cepat menuju lantai dua. Sementara, Sinta menatap nanar kepergian suaminya.
Tenanglah, Sinta, lebih kau buatkan saja dia kopi, siapa tahu saja dia suka.
Sesuai rencananya Sinta membuatkan Yuda kopi namun dia diterpa kebingungan, saat tak mengetahui ruang kerja Yuda. Menghela nafas kasar, akhirnya memilih turun ke dapur saat merasakan cangkir kopi yang bertengker di atas nampan terlihat mulai dingin.
Sedangkan Yuda termenung di meja kerjanya sambil melihat foto pernikahan ia dan Intan beberapa tahun silam. Sebuah figura menampilkan wajah teduh sang istri yang selalu menenangkan jiwanya.
"Mas." Suara nan lembut dan hangat itu berhasil mengalihkan pandangan Yuda.
"Intan, akhirnya kau pulang, kenapa lama sekali?" Yuda beranjak kemudian menghampiri sang istri.
"Maaf, Mas. Bunda memintaku menemaninya," ucap Intan jujur.
"Hm, jangan terlalu capek, Intan, lihat tubuhmu semakin kurus saja, aku seperti suami yang tak pernah memberimu makan, apa kau sudah makan?" kelakar Yuda sembari menatap lekat Intan.
"Sudah Mas, aku sedang diet mas," jawab Intan lalu terkekeh pelan.
Yuda tersenyum tipis lalu menarik pinggang Intan. "Ayo sekarang kita beristirahat, kau pasti kelelahan, aku akan memijatmu nanti," ucapnya kemudian menangkup kedua pipi Intan.
"Mas, malam ini, malam pertamamu bersama Sinta, kau harus tidur dengannya Mas."
Yuda melebarkan mata, saat melihat sorot mata Intan tak menyiratkan kecemburuan sama sekali. Tanpa sadar ia menurunkan tangannya lalu memegang pundak ringkih Intan.
"Intan, bisakah aku tak tidur dengannya, kali ini aku tak bisa memenuhi permintaanmu, bagaimana bisa kau tak cemburu jika aku menyentuh madumu, kau gila atau apa Intan?! Pada umumnya wanita akan terbakar cemburu jika suaminya berhubungan badan dengan wanita lain, tapi kau?" ucap Yuda menggebu-gebu.
"Mas, ini kewajibanmu sebagai suami, berilah dia nafkah batin juga Mas, biarlah aku mendapatkan pahala di kemudian hari, aku mohon." Pinta Intan.
"Aku tak mengerti dengan sikapmu sekarang! Entah hatimu yang seluas samudra atau apa?! Kau yang memintaku menyentuh Sinta bukan?! Baiklah aku akan mengabulkan permintaanmu itu, Sinta! Jangan salahkan aku kalau namamu mulai terkikis di hatiku ini!"
Deg.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Yuda berlalu pergi dari hadapan Intan yang masih terpaku di tempat sambil memegang dadanya yang berdenyut nyeri sekarang.
"Mas..." Intan memutar tubuhnya hendak mengejar Yuda namun baru satu langkah, pandangannya mulai kabur.
Bruk!
Intan terduduk lemas di atas lantai sembari memegangi kepalanya yang sangat sakit seperti di timpa ribuan ton batu. Tanpa terasa buliran air bening mengalir deras dari matanya.
"Maafkan aku Mas, ini semua demi kebaikanmu, aku berharap kau bisa bahagia bersama Sinta, kalau aku pergi nanti..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
sepertinya intan mempunyai penyakit yg berat
2023-03-18
1
cinta pertama
jangan-jangan intan sakit, makanya meminta suaminya menikah lagi.
2023-01-15
1