JAGA BUANA (Bangkitnya Kegelapan)
Pulau Emas Besar, satu di antara pulau besar yang terpisah dari Benua Daratan Tengah. Pulau nan subur serta kaya sumber daya alam. Pulau ini menjadi wilayah bagi tiga kerajaan besar, yaitu Muaro Lamahtang di sisi selatan, Lembah Barapi di barat, dan Baharus di sisi Utara.
Di masing-masing kerajaan, berdiri berbagai perguruan-perguruan beragam aliran beladiri. Beberapa perguruan bahkan memiliki kekuatan setara bahkan melebihi kekuatan kerajaan-kerajaan tersebut.
Perguruan Matahari Emas adalah salah satu perguruan kelas menengah aliran putih yang mendiami pulau emas besar, tepatnya berada di wilayah kerajaan Muaro Lamahtang.
Perguruan yang cukup berpengaruh karena keberadaannya efektif membentengi wilayah selatan pulau Emas Besar dari berbagai ancaman keamanan dari kelompok perampok, perompak maupun kelompok-kelompok aliran hitam yang biasanya membuat onar.
Namun, siang itu kondisi perguruan Matahari Emas terlihat sangat kacau dan porak poranda akibat penyerbuan dari kelompok yang belum diketahui siapa dan apa motivasi penyerangan tersebut. Ratusan mayat tampak bergelimpangan bersimbah darah atau kehilangan bagian tubuh yang kadang terlihat hangus terbakar. Sebagian besar jumlah mayat didominasi oleh warga padepokan. Aroma bau amis darah menyeruak memenuhi udara siang itu.
“Lindungi perguruaaaaaan....! Jangan biarkan mereka masuk!”
Terdengar teriakan-teriakan dari para senior dan sesepuh perguruan memberi semangat dan mengarahkan para anggota perguruan untuk tetap bertahan diantara dentingan senjata yang beradu.
Sementara, para penyerangpun tampak makin beringas. Teriakan-teriakan mereka memprovokasi lawan tak kalah lantang terdengar.
“Hayo! Musnahkan! Bumi hanguskan tempat ini!”
Yang lain berseru : “di dalam sana, pasti banyak wanita cantik yang bisa kita nikmati....! Hahahahaha...!”
Namun yang paling banyak terdengar tetaplah teriakan-teriakan kematian di setiap sudut. Suasana yang sangat memilukan di tempat yang biasanya tenang dan damai...
Padepokan tersebut nampak tak siap atas penyerangan itu.
Pertarungan ternyata telah berlangsung lebih dari dua Jam lamanya. Kelompok penyerang menyerbu dari tiga penjuru.
Sisi Barat perguruan telah dilumpuhkan oleh serangan gelombang pertama yang terdiri dari sekitar 400 orang pendekar aliran hitam. Mendapati perguruan diserang, para pendekar yang tinggal di padepokan segera menyambut serangan dan berusaha menahan dengan kekuatan penuh agar para penyerang tidak merangsek masuk lebih jauh ke dalam padepokan. Pertempuran hebatpun pecah di sisi barat perguruan antara seluruh kekuatan padepokan Matahari Emas melawan kelompok penyerang.
Di luar dugaan para pendekar Perguruan Matahari Emas, ternyata serangan di sisi barat hanyalah permulaan sekaligus pancingan saja, karena kemudian dari sisi sebelah timur yang berbukit-bukit justru muncul kelompok penyerang berikutnya dengan kekuatan lebih besar. Mereka terdiri dari tak kurang 500-an lebih pendekar yang dipimpin oleh 10 pendekar Sakti mumpuni. Segera saja, sisi timur padepokan dengan mudah dikuasai penyerbu nyaris tanpa perlawanan karena seluruh kekuatan padepokan yang berkekuatan sekitar 300 orang itu terkonsentrasi di sisi barat. Para penyerang kemudian memukul dari belakang kekuatan padepokan yang tengah berusaha mempertahankan sisi barat dari serbuan kelompok pertama.
Pertarunganpun mulai tak seimbang. Korban dari pihak padepokan terus bertambah dengan cepat.
Keadaan sebenarnya bisa saja tidak akan separah ini seandainya kondisi perguruan Matahari Emas sedang prima. Masalahnya, tiga bulan yang lalu Guru Besar mereka, Ki Brajawana sang Pendekar Matahari Emas tewas terkena serangan racun Kelabang Hitam saat menghadiri pertemuan para pendekar aliran putih yang ternyata adalah jebakan. Selain itu, para pendekar senior padepokan juga banyak yang belum kembali dari menjalankan misi yang ditugaskan oleh mendiang Pendekar Matahari Emas.
Kondisi diperparah dengan dualisme kepemimpinan dalam padepokan akibat perebutan pengaruh antara Bandu Aji sang Ketua baru yang merupakan anak dari Mendiang Pendekar Matahari Emas, dengan Juwana sang jenius beladiri perguruan. Bandu Aji, sang Ketua Padepokan yang menggantikan Pendekar Matahari Emas itu ilmu bela dirinya kalah jauh bila dibandingkan dengan Juwana Kalin sehingga para Sesepuh padepokan lalu membagi kewenangan keduanya. Bandu Aji sebagai ketua Padepokan berperan dalam mengurusi operasional dan administrasi perguruan sedangkan Juwana Kalin yang kemampuan beladirinya lebih tinggi didaulat sebagai guru besar.
Tak disangka, hal ini justru memicu benih perpecahan di dalam padepokan tersebut mengingat sebelumnya, posisi guru besar dan ketua disandang sekaligus oleh Mendiang Pendekar Matahari Emas, Ki Brajawana.
Baik Juwana maupun Bandu Aji dibantu oleh para Sesepuh padepokan sangat kewalahan menghadapi pasukan penyerbu tersebut. Mereka terdesak dan terancam musnah bila tidak mampu bertahan.
Para pendekar yang menyerang setidaknya merupakan gabungan dari empat kelompok besar bila melihat dari permainan jurus dan seragam yang berbeda-beda. Sayangnya belum diketahui siapa mereka sebenarnya.
“Pasukan ini setidaknya paling rendah berada di level pendekar Madya. Aku tidak menemukan pendekar mereka yang tidak memiliki kemampuan tenaga dalam”
berkata Bandu Aji kepada salah satu Sesepuh perguruan yang bertarung bersamanya.
“Aku tidak yakin kita bisa selamat melihat perbedaan kekuatan kita dengan mereka” Sambungnya sambil tetap menebaskan pedangnya kepada lautan musuh yang seperti tiada habisnya menyerbu. Selalu ada nyawa yang melayang setiap kali pedang itu ditebaskan.
“Benar ketua! Para murid kita yang berada di tingkat madya-pun kewalahan dan terbantai” Sesepuh berumur sekitar 40an tahun itu membenarkan pernyataan ketuanya dengan nafas yang makin ngos-ngosan karena telah bertarung selama dua jam tanpa jeda.
Kondisi mereka berdua makin memburuk, tidak jauh berbeda dengan sisa belasan sisa rekan mereka yang masih bertahan. Luka sayatan senjata dan bekas pukulan telah banyak menghiasi tubuh mereka. Namun mereka bertekad untuk bertarung sampai titik darah penghabisan, apalagi melihat seluruh penghuni padepokan tak terkecuali wanita dan anak-anak telah dibantai tanpa ampun.
“Kita mungkin tak akan bertahan, tapi setidaknya kita akan mati membawa sebanyak mungkin penyerang ini bersama kita...!!”
Teriakan bandu aji tersebut adalah teriakan terakhirnya, karena setelah itu sedikitnya lima ledakan energi panas mendarat di sekujur tubuhnya.
Bandu Aji terhempas dari tempatnya berdiri menimpa mayat-mayat di yang bergelimpangan sekitarnya. Pedang di tangannya terlepas dari genggamannya.
Sementara tak jauh dari situ, dia melihat seringai 3 orang yang barusan menyerangnya. Sesepuh yang bertarung bersamanya bernasib lebih buruk. Dia telah roboh dengan pedang yang mengunjam di dada kirinya dan seorang pendekar lain dari pihak penyerbu telah berdiri menginjak kepalanya dan meremukkannya dengan sekali hentakan berisi kekuatan tenaga dalam yang menimbulkan reaksi kejut pada udara di sekitarnya.
“Kau ketua yang lemah!” ejek seorang pendekar wanita diantara 3 penyerangnya. Lidah perempuan tersebut menjilati buku-buku tangannya yang mengepal dan masih mengeluarkan asap tipis.
“Biarkan aku saja yang mencabut nyawamu...” wanita itu melompat dan mengarahkan pukulan pamungkas ke arah bandu aji yang masih berusaha dengan susah payah untuk bangkit.
‘whuuuuussssssyyyhhhh.......’ DUARRR!!!
Pukulan dari kepalan tangan yang merah membara dari wanita paruh baya berambut putih tersebut membentur sesuatu. Tubuhnya terhempas kebelakang tak menyangka akan ada yang menghadang pukulannya.
“Kurang Ajar! Cari mati!” wanita itu mengumpat sambil memegangi dadanya yang sesak akibat pukulan tenaga dalamnya berbalik kepadanya. Darah menetes dari sudut bibirnya. Di hadapan mereka telah berdiri seorang pemuda yang terlihat belum genap berusia 20 tahun menghadangnya dengan sebuah senjata berbentuk keris dengan pancaran energi dahsyat di tangannya.
“Tak kusangka, kalian aliran hitam dari pulau seberang sepengecut ini. Menyerang sebuah perguruan kecil dengan mengerahkan kekuatan sebesar ini di saat mereka tidak siap!” Pemuda itu berkata lantang. Lalu berbalik kepada Bandu Aji. “ Saudara ketua, aku adalah murid kelana dari ayah anda. Izinkan aku membantu...”
..belum sempat pemuda itu menyelesaikan kalimatnya, pendekar wanita yang menjadi lawannya telah kembali menyerangnya bersama dua rekannya..
Pertarungan sengit kembali terjadi. Pertukaran puluhan jurus antara pemuda misterius tersebut dengan para pengeroyoknya berlangsung cepat. Tercipta kerusakan lebih parah disekitar pertarungan akibat hempasan energi yang berasal dari tenaga dalam keempat orang tersebut. Kemampuan pendekar misterius tersebut nyatanya jauh di atas bandu aji bahkan mendekati kemampuan mendiang guru besar sekaligus ayahnya, Pendekar Matahari Emas.
Tidak butuh waktu lama, ketiga pendekar yang mengeroyoknya telah terhempas dengan nyawa meninggalkan badan setelah masing-masing dihadiahi pukulan berkekuatan besar yang menghancurkan batok kepala mereka.
Benar-benar kekuatan yang mengerikan untuk ukuran pendekar dengan usia semuda dirinya. Itulah yang kini ada dalam benak Bandu Aji yang kini nafasnya tinggal satu-satu dan makin melemah.
Pemuda itu segera menghampiri bandu aji yang sekarat, menopang dengan tangannya dan membantunya untuk duduk.
“terimakasih, pendekar, tapi.. uhuk...!” bandu aji berkata dengan nafas yang sudah hampir terputus. Luka dalamnya tampaknya sangat parah. “tapi.. kita tak mungkin memenangkan pertarungan ini.... Uhuk..uhuk...!” bandu aji kembali terbatuk meludahkan darah kental dari mulutnya dan kondisinya makin melemah. “tuan pendekar, mohon pergilah. Selamatkan... harta karun perguruan... se..ka..ligus.. mohon... ban... tu.. selamat.. kan.. hoh, hoh... anakku... Dia.. dia ada.. di bukit goa.. ba... tu..!” bandu aji menghembuskan nafas terakhirnya dengan tangan menggenggam sesuatu yang diambilnya dari balik bajunya untuk diserahkan kepada pendekar yang menolongnya tersebut.
Tak menunggu lama, setelah mengambil sesuatu dari tangan Bandu Aji, pendekar tersebut kembali terlibat dalam pertarungan sengit.
Para penyerang seolah tak memberi dia waktu untuk sekedar menarik nafas. Gerakannya yang sangat cepat nyaris sulit untuk diikuti oleh mata bahkan para pendekar yang mengeroyoknya pun kesulitan mengantisipasi setiap kelebat keris di tangannya.
Satu, dua, sepuluh, dua puluh dan terus bertambah jumlah penyerang yang meregang nyawa di tangan pemuda ini.
Hal ini rupanya disadari oleh salah satu pendekar sakti mumpuni diantara para penyerang yang sejak tadi mengamati. Dia adalah Ra Hanta. Salah satu pimpinan dari para penyerang padepokan tersebut.
Sejurus kemudian, tanpa aba-aba sebuah kelebat sinar terang berkecepatan sangat tinggi dan berhawa panas menerjang pemuda pendekar yang sedang dikeroyok tersebut.
‘Wuussshhhhh.... DUAR...!!!
Kembali suara ledakan energi panas mambahana. Bersamaan dengan itu, sekitar 20 oarang pengeroyok pemuda tersebut terlempar tanpa nyawa lagi karena ledakan energi tersebut. Asap bercampur debu tebal menyelimuti area pertarungan tersebut.
“Mampus Kau..!” Ra Hanta menyeringai sambil meniup buku-buku tangannya yang masih memerah bara dan mengepulkan asap tipis. Dia tampak tak peduli bahwa justru para bawahannya yang menjadi korban serangannya sendiri.
Begitu debu dan asap yang menyelimuti arena pertarungan menghilang, Ra Hanta terkejut dan senyumnya menghilang karena tidak menemukan mayat pemuda yang diserangnya.
“Hah?? Menghilang kemana bocah itu?! Dengan pukulan Aji segoro geni-ku itu seharusnya dia mati terpanggang..!”
Ra Hanta nampak tak senang dan tak tenang mengetahui musuh yang diserangnya tidak berada di tempat. Namun kegelisahannya tak berlangsung lama karena tiba-tiba lehernya telah tertebas keris pemuda tersebut.
“Aaaaaaaaakh.. glok..glok.. grrrrkkkkk....” suara pekikan yang bercampur dengan muncratnya darah dari leher yang tergorok keris itu terdengar sangat mengerikan.
Pemuda misterius itu ternyata telah berada di belakang Ra Hanta dan mengakhiri petualangan pendekar Sakti mumpuni tersebut dalam sekali gerakan.
Kini, hanya tinggal pemuda tersebut yang masih bertahan di antara kepungan lautan musuh yang terus meringsek maju. Dia telah berhasil membunuh setidaknya 4 orang pimpinan kelompok penyerang, namun kelompok itu memiliki sekitar 20 lebih pimpinan yang setidaknya membawahi 30an pendekar.
Pimpinan tertinggi kelompok ini sepertinya adalah seorang lelaki paruh baya berjubah hitam dengan rambut putihnya yang terlihat melayang di udara mengamati jalannya pertarungan. Perhatiannya teralihkan kepada energi yang cukup besar yang dipancarkan dari pertarungan singkat sang pendekar misterius melawan anak buahnya.
Lelaki itu memancarkan kekuatan sangat besar yang tidak akan mungkin untuk bisa dihadapi saat ini. Jelas dia bukan tandingan pendekar terkuat di perguruan ini. Hal ini disadari oleh pemuda misterius itu.
‘Aku harus segera meninggalkan tempat ini. Aku tak mungkin bisa menghadapi para ******** sebanyak ini sendirian atau aku akan mati sebelum membalas kematian guruku’
Sesaat kemudian, pemuda itu sekali lagi mengamuk dan menghabisi musuh-musuh di dekatnya. Para penyerang bergidik ngeri melihat staimina dan kemampuan pendekar muda tersebut sehingga memilih lebih hati-hati untuk menyerang.
Empat orang pemimpin kelompok penyerang lainnya yang berkekuatan setara dengan Ra Hanta maju untuk menghujani pendekar muda misterius tersebut dengan pukulan berhawa panas dari jarak jauh. Bola-bola api berwarna merah kekuningan dan putih melesat ke arah pemuda misterius. Namun, saat bola-bola api panas tersebut mencapai posisi pemuda tersebut berada, pemuda itu telah melesat cepat berusaha menjauh untuk meloloskan diri dari serangan.
‘Dhuar..! Dhuar!.. Dhuar!..
kembali terdengar ledakan-ledakan yang sangat keras yang hanya menghantam ruang hampa. Sekali lagi Pemuda itu berhasil meloloskan diri dan melesat menjauh. Namun gerakannya kembali terkunci oleh 6 orang pendekar penyerang yang menghalanginya meloloskan diri.
Brak..! Degh! Bug..! TRANK..!!
Suara hantaman pukulan dan senjata yang beradu kembali nyaring menghiasi setiap gerakan pemuda misterius tersebut.
“Aaaaaak...!!”
terdengar pekik kematian mengerikan. 6 orang tersebut roboh dengan masing-masing kehilangan anggota badan berikut nyawa mereka. Sementara pemuda tersebut telah dengan sangat cepat dan tak mungkin dapat dikejar telah meloloskan diri dalam bentuk seperti sinar yang melesat cepat menuju ke perbukitan. Meninggalkan padepokan dan pertarungan yang segera berakhir itu.
Keadaan makin memburuk saat dari sisi Hutan di sebelah utara, gelombang penyerang berikutnya merangsek masuk sembari melakukan pembakaran dan penjarahan tak lama setelah kepergian pemuda tersebut.
**************
Siang itu, di tepi hutan salah satu sisi pegunungan yang berbaris sepanjang pulau emas besar, nampak seorang anak asyik bermain bersama seekor harimau peliharaan. Dua orang pendekar berseragam perguruan Matahari Emas tampak mengawalnya. Anak kecil berumur 4 tahun tersebut adalah cucu dari ketua sekaligus guru besar perguruan Matahari Emas, sedangkan harimau tersebut adalah hewan milik perguruan yang telah dijinakkan dan dirawat sejak kecil oleh perguruan. Dua pengawal tersebut adalah dua orang murid-murid inti dari perguruan Matahari Emas. Mereka ditugaskan untuk memastikan keamanan dan keselamatan Cucu sang guru besar.
Bermain di tepi hutan tersebut bersama si imau, begitu merka menamai harimau itu, adalah kebiasaan sang cucu guru besar. Selain bermain, kegiatan tersebut adalah dalam rangka memberi kesempatan harimau tersebut untuk berburu makanannya.
“Danang, sepertinya kita harus segera pulang. Hari sudah menjelag sore. Guru pasti sudah menunggumu” Kuyung sang pendekar kurus berumur sekitar 40an tahun mengingatkan bahwa waktu bermain sudah hampir habis.
“Iya Danang. Si Imau juga sepertinya sudah cukup kenyang setelah melahap anak **** hutan tadi” Danu si pendekar gempal yang lebih muda menimpali.
“Baik paman. Ayo imau, kita pulang..” Sang anak mengerti dan segera mengajak teman bermainnya untuk pulang.
“Tunggu...” Tiba-tiba kuyung bersikap waspada dan memberi isyarat kepada rekannya dan Danang untuk menunduk sembari meletakkan jari telunjuk di depan bibir dengan posisi tubuh sedikit merunduk
“Aku mendengar suara mencurigakan. Sepertinya ada pergerakan banyak orang dengan kecepatan tinggi tak jauh dari sini...”lanjutnya setengah berbisik.
Tanpa bicara, Danu segera mengambil alih imau dari anak kecil tersebut, memegang belakang kepala danang dan menyuruhnya merunduk. Kuyung sendiri tanpa menunggu langsung melesat ke atas salah satu pohon tinggi di sekitar mereka untuk mengamati keadaan.
Tak lama kemudian, kuyung telah meluncur turun dengan muka pucat.
“Mereka menuju ke padepokan. AAAAAKKHHHHHH.....!!” belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Kuyung roboh dengan pisau-pisau menancap di beberapa bagian tubuhnya. Pisau-pisau itu jelas beracun karena dari luka yang disebabkannya kemudian berubah membiru dan segera membusuk dan terus menjalar ke bagian tubuhnya yang lain.
Danu hendak mendekat tubuh Kuyung yang mulai meregang nyawa tersebut ketika sebuah golok terbang ke arahnya..
‘WHUSSSS.........!! ..... TRAANK...!”
Golok itu berhasil ditangkisnya, namun tangannya tak berhenti begetar akibat kuatnya benturan pedangnya dengan golok tersebut. Golok itu berbelok dan menancap di sebatang pohon besar tak jauh dari tempatnya berdiri. Lagi-lagi, bagian pada pohon tempat golok tersebut tertancap mengeluarkan asap tipis pertanda golok tersebut juga beracun.
Pendekar tingkat Madya perguruan Matahari Emas itu segera waspada seraya memutar otak untuk kabur karena menyadari satu hal. Siapapun musuh yang menyerang mereka, pasti berjumlah banyak dan sangat kuat!
“Imau, bawa tuanmu pergi, Cepat!” Danu memberi perintah kepada sang harimau untuk membawa bocah kecil, danang pergi meninggalkan tempat itu. Melihat rekannya roboh dengan mudahnya, Danu merasa bahwa nyawa mereka sedang diujung tanduk.
‘Gerrrrrr... Ghrrrrr...” harimau tersebut seperti mengerti kondisi yag sedang dihadapi. Segera saja ia melesat dalam sekali lompatan, menghilang dari tempat tersebut setelah danang ada dipunggungnya.
“HAHAHAHAHAHA.......! Kalian, Orang-orang Matahari Emas tidak akan lolos!” Terdengar suara tertawa dingin dari balik semak-semak tak jauh dari Danu berdiri. Tawa itu berhasil membuat bulu kuduk merinding karena hawa membunuh yang dilepaskan pemilik suara tersebut.
Sejumlah anak panah melesat mengejar larinya harimau dan si anak kecil. Namun panah-panah tersebut sepertinya hanya mengenai ruang kosong karena sang harimau telah menghilang di balik rimbunnya hutan.
Danu yang masih berdiri siaga mempererat genggaman pedangnya sebelum sosok dua orang berpakaian merah kehitaman muncul.
Seringai meremehkan dari dua pendekar asing itu membuatnya geram sekaligus merasa tertekan. Tentu saja, karena level kekuatan mereka sudah jelas tak berimbang. Hal itu bisa dilihat sepintas dari kuatnya pedang terbang yang berhasil ditangkis dan membuat tangannya tak berhenti gemetar untuk beberapa saat lalu. Tangannya masih terasa kebas.
“Siapa Kalian? Dan Apa maksud kalian menyerang kami?!” Danu mengajukan pertanyaan kepada dua orang asing tersebut. Tentu saja dia tak mungkin mendapatkan jawaban, sebagaimana kebiasaan orang-orang dari aliran hitam yang tidak akan peduli dengan lawannya.
“Biar aku saja yang membereskannya, kakang..” Wanita yang merupakan salah satu dari dua pendekar berpakaian merah itu tersenyum sinis ke arah Danu dan melangkah maju. Tangan kanannya terangkat lurus sejajar bahu, sementara tangan kirinya seperti menunjuk di depan dada. Tiba-tiba golok yang tadinya tertancap di batang pohon tercabut dan melesat kembali ke tangan kanannya.
“Bersiaplah bertemu Kematianmu!!”
Wanita itu tidak menunggu dan segera melompat menerjang Danu segera setelah pedang tersebut melekat ditangannya. Serangannya segera disambut dengan pedang yang beradu. Dalam sekali pukulan yang mengawali pertarungan tersebut, tangan Danu kembali bergetar.
‘Ah, ternyata! Kuat sekali wanita ini’ Danu menggerutu dalam hati menyadari ternyata dirinya kalah jauh dari sisi kekuatan fisik sekalipun dengan wanita di hadapannya. ‘Setidaknya, aku tak akan mati tanpa perlawanan’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Budi Efendi
lanjutkan
2022-11-21
0
Elmo Damarkaca
Cerita Silat Nusantara Ya ini ...
mantab, Aku Suka Sekali
lanjut Author....👍
2022-05-24
0
BARA ACHAZIA
jejak
2021-07-01
0