Kakak Biologis Love Story
Pengenalan sedikit tentang pemeran utama.
Ara, seorang gadis yang paling suka dengan hal-hal yang romantis. Bahkan sekecil apa pun hal tersebut, ia sangat menyukainya.
Ia sangat mudah tersentuh, dan memiliki kelembutan terhadap siapa pun yang ia jumpai. Ia juga sangat mudah menangis, jika ada sesuatu yang menyakiti hatinya.
Keadaan fisiknya, ia tidak terlalu cantik seperti kebanyakan gadis lainnya. ia juga tidak terlalu putih, tidak terlalu tinggi, tidak terlalu perfect seperti mereka yang menjadi idaman semua laki-laki.
Namun, Ara sangat beruntung. Ia mempunyai seorang teman dekat. Sangat dekat. Walaupun, hanya Ara yang menganggapnya seperti itu.
Semua berawal waktu mereka masih kecil. Banyak sekali bocah lelaki yang menggangunya, karena ia terlahir dari rahim seorang wanita panggilan.
Entah siapa ayahnya, ia hanya bisa bertanya-tanya dalam hati saja.
Karena keadaan yang aneh itu, ia selalu diejek, bahkan selalu menjadi korban bully mereka yang tidak menyukainya.
Akhir-akhir ini, ibunya sakit-sakitan. Ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dan juga untuk biaya berobat ibunya.
Pekerjaan untuk anak bocah sepertinya, hanyalah sebagai pembantu rumah tangga. Upah yang ia dapatkan tidak lebih dari harga dua bungkus nasi.
Ara tidak mengerti, kenapa temannya itu sampai rela ikut di-bully bersamanya, dengan teman-teman yang lain, hanya karena membelanya saja.
Padahal, Ara sama sekali tidak ingin ia terlibat dengan masalah yang Ara derita.
Ara sangat terharu dengan sikap heroiknya itu.
Saat kejadian itu, Ara sudah menginjak usia 12 tahun. Ya! Sebentar lagi, ia akan lulus sekolah dasar.
Siang itu, mereka –orang yang tidak suka dengan Ara– terus mengejar Ara dari arah sekolah, sampai perbatasan hutan yang tak jauh dari rumahnya.
Tak ada yang bisa ia lakukan, selain terus berlari untuk menghindari mereka.
“Jangan lari kamu, dasar anak haram!” teriak beberapa anak laki-laki yang mengejarnya, karena ingin sekali mengerjainya.
Ara tidak paham, ‘Kenapa mereka selalu ingin memukulku? Apa mereka tidak pernah diajarkan untuk selalu menghargai orang lain?’ batin Ara, yang merasa sangat bingung memikirkannya.
“Aaaaaah!!”
Ara terjatuh tersungkur seketika, karena kakinya yang tersandung sesuatu. Kedua kakinya tidak bisa digerakkan dengan normal. Ia terkapar lemas di atas tanah, dengan air mata yang sudah bercucuran di kedua belah pipinya.
Ara bahkan tidak sanggup untuk bangkit kembali, atau sekadar memandang ke arah mereka.
Beberapa anak yang mengejarnya tadi, sudah berhasil berdiri di hadapannya. Mereka tersenyum miring, sembari menyedekapkan tangannya.
‘Apa yang salah dariku? Aku sama sekali tidak mengganggu mereka. Kenapa mereka selalu saja menggangguku?’ batin Ara, yang tak kuasa menahan tangis.
“Kamu gak bisa ke mana pun lagi sekarang!” ucap bengis salah seorang dari mereka.
Tubuhnya tiba-tiba saja menggigil, gemetar karena terlalu takut dengan ancamannya.
“Dasar anak haram! Kenapa kamu gak punya malu, sih? Masih aja bangga karena udah bisa jadi juara kelas! Yang harusnya juara kelas tuh aku! Anak haram seperti kamu tuh gak boleh disebut sebagai murid terbaik!” makinya.
Ara hanya diam sembari menangis tersedu. Tidak ada yang bisa ia lakukan lagi, selain meratapi nasibnya.
‘Aku juga tidak ingin menjadi pusat perhatian! Tapi, semua guru di sekolah selalu memuji kecerdasanku. Harus bagaimana lagi aku menghadapi mereka?’ Ara hanya bisa membatin mendengar caci maki mereka itu.
Pandangannya kembali menajam ke arah Ara, “Selain jadi anak haram, memangnya kamu bisu? Oh, atau tuli karena tidak bisa mendengar ucapan aku tadi?” Kata-katanya terlalu kasar, untuk anak seusia 12 tahun.
Ara hanya memandangnya dengan tatapan sendu, tak bisa melakukan apa pun lagi.
“Iya! Gara-gara kamu, aku jadi gak dikasih uang jajan selama satu bulan, karena nilai aku lebih jelek daripada kamu!” sahut bocah lainnya, yang membela perkataan temannya.
“Itu karena kamu aja yang terlalu bodoh! Makanya kamu gak bisa saingin dia,” ucap asal laki-laki itu. Mereka semua terlihat geram mendengar celotehan bocah ini.
Seorang anak laki-laki dengan membawa boneka di tangannya, pun datang dengan tiba-tiba. Ia berdiri kokoh di hadapan Ara saat ini.
Mata Ara membulat sempurna, saat melihatnya pertama kali. ‘Ada yang membelaku? Padahal, aku sama sekali tidak mengenal dia. Dia juga terlihat asing sekali bagiku,’ batin Ara keheranan.
Bocah nakal itu sama sekali tidak menyukai, sosok yang sedang mereka hadapi itu.
“Kurang ajar kamu!” Ia tidak terima dengan perkataan bocah itu.
Bocah pahlawan itu terlihat sudah tidak bisa menahan diri lagi. Ia terlihat menatap sinis ke arah mereka.
“Pergi, atau aku panggil ayah sama bunda buat marahin kalian!” bentaknya.
Terlihat reaksi takut dari mereka. Ara sangat tersentuh, karena bocah lelaki itu dengan beraninya mengusir mereka, demi untuk melindunginya.
“Awas kamu!” geram bocah nakal itu, kemudian segera pergi bersama dengan teman-temannya yang lain.
Ara masih melihat ke arah bocah penyelamatnya itu, ‘Dia sangat menggemaskan! Laki-laki yang membawa ke mana pun bonekanya itu, membuatku ingin sekali mencubit pipinya,’ batin Ara gemas.
Ara bangkit, dan dengan segera menghampirinya. Tatapan matanya menunjukkan sikap yang dingin. Sama sekali berbeda dari sikapnya waktu sedang membelanya tadi.
Ara menundukkan kepalanya, ‘Aku takut, dia memarahiku karena aku, dia jadi ikut menanggung getahnya,’ gumamnya dalam hati.
Ia menaruh tangannya di atas kepala Ara, sembari mengusapnya pelan. Mata Ara membulat. Ia sangat terkejut dibuatnya.
“Jaga diri baik-baik.”
Tatapan mata Ara seakan terbuka, pupil matanya melebar dan mulai membuat genangan air lagi.
Bocah itu tidak memedulikan Ara, dan lantas pergi meninggalkannya. Ara mulai menangis kecil. Ternyata, masih ada orang yang memedulikannya.
Saking senangnya Ara, bahkan ia belum sempat bertanya nama bocah itu. Namun, ia sudah pergi berlalu begitu saja meninggalkan Ara.
Ara mulai menyeka air matanya yang mulai mengalir di pipinya.
***
Malam hari tiba. Seperti biasa rutinitasnya hanyalah mengerjakan PR dan belajar.
Di sela mengerjakan PR, ia teringat dengan laki-laki yang menolongnya tadi. Tak sadar, ia sampai membuat satu senyuman di pipinya.
‘Dia siapa ya? Kok dia mau nolong aku, sih? Aku ‘kan cuma anak haram! Kenapa dia mau temenan sama aku? Aku bahkan belum tau namanya,’ batin Ara linglung.
Setelah dipikir kembali, itu semua sudah tidak penting! Sekarang, saatnya Ara memberikannya hadiah terima kasih, karena telah menolongnya.
‘Aku janji kalau aku ketemu lagi sama dia, aku akan kasih dia permen,’ tambahnya sembari tersenyum, kemudian mengerjakan PR-nya lagi.
Keesokan harinya, Ara melewati sekumpulan orang-orang itu lagi. Namun, tidak ada yang berani untuk mem-bully dirinya lagi kali ini.
Ara berpikir dalam hati, ‘Itu karena pahlawannya kemarin.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
ʰᶦᵃᵗᵘˢ❦⃟𝐐_al𝐐haira🏠ર⃠
awal cerita bikin sedih ya....kasihan ara di bully aja oleh teman2 sekolah....
untung ada yg nolong tdi.....kmu harus srmangat dong ara,jgn takut2....lawan aja masasih di tolong aja oleh teman2 mu....jgn suka cenggeng loh.....berani dong
2023-03-04
2
buk e irul
baru awal udah ada pembulyan wedeh jangan terlalu ya bang 😀
2023-01-19
1