Sepanjang jalan ia selalu menengok ke kanan dan ke kiri, melihat pemandangan kebun dengan bunga yang mulai bersemi.
Ada banyak sekali bunga di sini. Dan yang paling kukagumi, adalah bunga mawar biru. Aku sangat menyukai warnanya. Dia cantik, unik, dan juga ... berduri. Sama seperti ibunya. Dia cantik, unik, dan juga ... mematikan.
Mereka kini telah sampai pada gerbang istana ini. Lantainya sangat bersih, membuat Ara sama sekali tak ingin mengotorinya. Ara dengan sangat lugunya, berinisiatif untuk melepas sandal yang ia pakai, lalu mengambilnya dan menentengnya di tangan kanan.
Melihat apa yang Ara lakukan, Mang Ujang pun mendelik kaget karenanya. “Eh... Non mau ngapain?” tanya Mang Ujang kaget.
Ara tak mengerti dengan yang dimaksud Mang Ujang, ‘Apa yang telah aku perbuat? Aku hanya melepas sandalku, tidak melakukan apa pun lagi?’ batinnya yang merasa kebingungan.
“Lantainya nanti kotor, Mang ...,” ujar Ara dengan lirih, dengan memasang tampang memelas ke arahnya.
Mendengar penjelasan Ara, lelaki itu menepuk keningnya dengan cukup keras.
“Ya ampun, Non ... gak apa-apa ... di sini ada 20 asisten rumah tangga yang akan bersihin tempat ini, Non!” ucapnya gemas, yang berusaha menyakinkan Ara tentang hal ini.
Mendengarnya Ara sampai terkejut, saking banyaknya asisten rumah tangga yang dipekerjakan di tempat ini.
Matanya mendelik kaget, “Haaaaaaaaaaa?” Ara menganga mendengarnya.
Tak bisa dibayangkan, betapa banyaknya pembantu di rumah ini. Memang kalau dipikir kembali, tak heran juga untuk rumah sebesar ini. Pasti akan membutuhkan banyak sekali asisten rumah tangga untuk membersihkan setiap sisi rumah ini.
Mang Ujang sampai cengengesan melihat ekspresi Ara yang terkejut itu.
“20, Mang?” tanya Ara lagi untuk meyakinkan, kalau ia tidak salah mendengar ucapannya.
“Iya, Non. Jadi Non tinggal sebut aja apa yang Non mau. Nanti kita sediakan khusus buat Non yang cantik,” ujar Mang Ujang, membuat Ara sedikit tersipu, sembari membetulkan posisi kacamata bulat yang selalu ia pakai.
“Ah bisa aja, Mang Ujang nih,” ucap Ara malu-malu kucing.
‘Padahal, aku tak secantik yang ia katakan. Apa dia hanya ingin menghiburku karena kenyataan tak sesuai dengan ucapannya?’ batin Ara, yang masih saja berpikiran negative tentang hal ini.
Mang Ujang terkekeh, “Oh ya, di sini cuma ada Mang Ujang sama pembantu yang lain, Non. Ada den Bisma juga, itu pun beliau jarang pulang. Jadi kalo ada apa-apa, Non tinggal bilang aja, ya!” ujarnya.
Informasi yang Mang Ujang berikan sangat bermanfaat untuk Ara. Di rumah yang sebesar ini, hanya ada mereka saja. Akan tetapi, tunggu ....
“Bisma itu siapa, Mang?” tanya Ara yang penasaran dengan sosok Bisma.
‘Sebetulnya, dia itu siapa? Kenapa bisa aku di suruh tinggal bersama dengan lelaki bernama Bisma?’ batin Ara, yang menerka-nerka tentang sosok Bisma itu.
“Oh. Den Bisma itu anak dari Tuan Bramantyo, Non!” ujarnya menjelaskan hal yang semakin membuat Ara resah.
Ara benar-benar sangat tidak paham, dengan setiap ucapan yang keluar dari mulutnya itu.
“Hah? Tuan Bramantyo itu ... siapa, Mang?” tanya Ara lagi, masih dengan nada polos.
Mang Ujang tertawa setelah mendengar pertanyaan dari Ara.
Ara memandangnya dengan perasaan bersalah, ‘Kenapa jadi aku yang bersalah?’ batin Ara heran.
“Tuan itu bapaknya Non Ara. Non suka bercanda aja nih,” ungkapnya, sembari menahan tawanya karena merasa lucu mendengar pertanyaan Ara.
Ara hanya bisa menghela napasnya, ‘Mungkin dia tidak tahu kalau aku ke sini pun, hanya disuruh oleh ibu. Mungkin sebelum aku ke sini, seseorang sudah memberitahunya?’ batinnya bertanya-tanya.
Tak ada yang bisa Ara lakukan, ia hanya bisa tersenyum paksa pada Mang Ujang. Ara tidak tahu harus berkata dan berbuat apa lagi.
“Oh ya Non, Tuan nitip surat ini. Katanya kalau Non Ara sampai, harus kasih surat ini ke Non,” ucapnya sembari memberikan surat itu pada Ara.
Ara menerimanya dengan kening yang mengerut, ‘Apa kedatanganku benar-benar sudah direncanakan?’ batin Ara masih dengan perasaan yang bingung.
“Surat apa ini, Mang?” tanya Ara dengan bingung.
“Tidak tahu, Non. Saya cuma disuruh kasih ini buat Non Ara,” ucapnya.
Ara sejenak bergeming, ‘Tidakkah terlalu terlihat bahwa ini semua sudah seperti ada yang mengaturnya?’ batinnya.
Tak ingin memikirkannya, Ara pun hanya bisa menghela napasnya dengan panjang.
“Oh yaudah, makasih ya Mang Ujang,” lirih Ara dengan lembut, tak lupa dengan senyuman manisnya.
Mang Ujang terlihat merespon senyuman Ara, dengan melontarkan kembali balasan senyumannya padanya.
“Siap deh, Non!” jawab Mang Ujang.
Terjadi keheningan sesaat. Kelihatannya, Mang Ujang lupa mengantarkan Ara ke dalam rumah, saking asyiknya mereka berbincang. Sejak tadi mereka hanya berdiri saja di depan pintu.
Ara memandangnya sembari berdeham, bermaksud memberikan kode kepadanya. Mendengar suara dehaman Ara, Mang Ujang pun tersadar dari lamunannya.
“Ya ampun ... saya lupa, Non. Ayo Non, silakan masuk!” ujarnya sembari menepuk keningnya pelan. Ara tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya, melihat tingkah anehnya itu.
‘Ada-ada saja dengan kelakuan penjaga yang satu ini.’ Ara sampai geleng-geleng melihatnya.
Mang Ujang membawa Ara masuk ke dalam kamar yang bernuansa merah muda, dengan banyak karakter ‘Hello Kitty’ di sana. Banyak sekali boneka dan selimut, serta wallpaper dinding yang berwarna merah muda.
Ara sangat tidak menyukai warnanya, karena ini terlalu mencolok baginya. Ia lebih suka warna biru atau tosca, karena terkesan lebih tenang dan sedap dipandang.
“Nah ... di sini kamarnya, Non.”
Dengan bangga hati, Mang Ujang memperlihatkan kamar ini pada Ara. Mungkin ia berharap, Ara akan suka dengan dekorasinya.
Ara melihat-lihat sekelilingnya sejenak, sembari menganggukkan kepalanya.
“Ini saya yang dekor sendiri lho, Non!” ucapnya dengan bangga. Lagi-lagi, Ara tertawa kecil melihat tingkahnya itu. Ara sangat mengehargai niat baik Mang Ujang.
“Okey. Makasih ya, Mang. Kamarnya bagus, aku suka kok. Aku mau beres-beres dulu,” ucap Ara, yang sudah tak nyaman dengan keadaannya itu.
Karena merasa terlalu gerah, Ara pun ingin segera mandi. Tubuhnya pun sudah terasa sangat lengket, karena ia yang sudah seharian melakuan perjalanan jauh.
“Oh, Non gak perlu beres-beres lagi. Nanti biar Ujang and friends yang beresin,” ucapnya dengan enteng.
Karena ucapannya itu, Ara merasa resah setelah mendengar pernyataannya itu. Ara tidak mau kamarnya tersentuh oleh siapa pun itu. Itu akan sangat menyulitkan dirinya dan akan mengganggu privasinya.
“Oh jangan, Mang! Ini privasi. Biar aku aja ya yang beresin kamarku sendiri. Pokoknya jangan ada yang masuk ke kamar ini kecuali aku yang minta,” tolak Ara dengan tegas.
Terlihat raut wajah kecewa di wajahnya. Namun, Ara hanya membalasnya dengan senyum hangatnya saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments