Suffering Becomes Happiness
Dikisahkan ada seorang anak Perempuan bernama Icha. kelahiran Tahun 1996.
Anak seorang Petani dari desa, Pasangan dari Sumiatun 30 tahun. Dan Suseno 35 tahun.
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga ini terkenal kurang Harmonis, setiap hari sering bertengkar.
Ya ma'lum lah, mereka kekurangan dalam segi Finansial.
Dan merekapun sering bertengkar dalam hal ini, Dan sayangnya, pertengkaran mereka kerap kali terjadi di hadapan Icha kecil sang anak. Tapi parahnya, akibat dari
permasalahan tersebut, Icha si anak merasakan trauma yang sangat luar biasa, dan itu terjadi hampir tiap hari.
Pada sa'at si Icha ber umur 7 Tahun, mulailah ia masuk Sekolah Dasar di desanya.
Dalam kesehariannya, si Icha menjadi anak yang pendiam, pemalu, dan tidak percaya diri alias minder kalau berhadapan dengan Orang lain atau Teman-temannya di sekolahnya.
Itu semua terjadi akibat trauma yang dialaminya di dalam lingkungan Keluarganya.
Icha pun kerap di BULLY sama Teman-temannya di sekolah, atau pun di lingkungan teman- teman bermainnya.
Si Icha tidak berani melaporkan atau menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya kepada Guru di Sekolahnya, ataupun kepada Orang tuanya.
Ia sering diejek atau dikatain anak orang miskin, atau anak orang gak punya sama Teman-temannya,
Pada saat Icha menginjak Kelas 3 Sekolah dasar di desanya,
Orang tua Icha bercerai, dan si Icha di asuh oleh Ibunya.
Dan lengkaplah penderitaan Icha. Dan Icha pun putus Sekolah di Kelas 3 Sekolah dasar, karena terkendala masalah biaya atau uang jajan, karena sang Ayah bercerai dengan sang Ibu.
Karena sang Ibu semenjak bercerai dengan sang ayah, hanyalah seorang buruh cuci di desanya tersebut, untuk menopang hidup sehari-hari dirinya dan sang anak.
Lama kelamaan, sang Guru pun mengetahui hal itu, dan mendatangi rumah Ibu Sumiatun dan menanyakan perihal kenapa Icha berhenti Sekolah kepada Ibu Sumiatun.
Ibu guru bilang, "Bu, kenapa Icha kok gak masuk sekolah,? ini sudah satu minggu Lo Bu, Icha gak masuk,! ada apa.?"
Tanya sang Guru kepada Ibu Sumiatun....
Lalu Ibu Sumiatun menjawab....
"Bukannya saya bermaksud tidak mau meneruskan Sekolah anak saya Bu,!
Tapi masalahnya, si Icha sekarang sudah tidak ada yang membiayai lagi Bu.!"
Kata Ibu Sumiatun kepada Ibu Guru....
Lalu Ibu Guru bertanya lagi kepada Ibu Sumiatun....
"Lho.. kenapa,! memangnya ada apa Bu.?"
Tanya Ibu Guru kepada Ibu Sumiatun....
Ibu Sumiatun menjawab....
"Gini Lo Bu, Kami sekarang hanya hidup berdua.!"
Lalu sang Guru bertanya lagi kepada Ibu Sumiatun, dengan penuh rasa penasaran.....
"Maksudnya.?"
"Gini Bu, saya sekarang sudah di ceraikan oleh Suami saya, jadi Kami hanya hidup berdua, jangankan uang jajan dan biaya keperluan Sekolah, untuk biaya makan sehari hari saja Kami kesulitan Bu.!"
Jawab Ibu Sumiatun kepada sang Guru....
Sontak sang Guru yang mendengar jawaban dari Ibu Sumiatun langsung kaget. Ada perasaan sedih, kasihan, dan iba, yang ter sirat di balik wajah sang Guru. Lalu Sang Guru menoleh ke arah Icha, yang sa'at itu duduk di samping sang Ibu dan tertunduk lesu. Tanpa terasa, air mata sang Guru mengalir deras di sela-sela kaca mata yang di pakainya.
Lalu sang Guru bertanya kepada Icha dengan nada pelan, lirih, dan bergetar, karna menahan rasa sedih dan iba yang mendalam.
"Nak... coba Ibu mau tanya sama kamu.!
Apa kamu masih mau sekolah Nak,?
coba jawab ibu Nak.!"
Icha mendengar pertanyaan dari Bu Guru, diam seribu bahasa dengan kepala tetap tertunduk.
Dan sekali lagi sang Guru bertanya...
Dan kali ini sang Guru mendekat kepada Icha, sembari memegang kedua tangannya, dan berkata kepada Icha dengan nada yang sangat pelan, dan dengan mata yang berlinang.
"Icha.! coba jawab ibu Nak, Icha mau Sekolah lagi kan.?"
Kali ini Icha menangis tersedu-sedu, sembari menggeleng kan kepalanya dengan pelan, pertanda dia tidak mau.
Lalu sang Guru diam sesa'at.
Kemudian, sang Guru bertanya lagi pada Icha.
"Kenapa kamu gak mau Nak,? nanti biaya Sekolah dan uang jajan di tanggung Ibu,! gimana.?"
Tanya sang Guru sekali lagi...
Kali ini jawaban Icha sungguh mengejutkan sang Guru dan Sumiatun sang Ibu.
Icha menjawab dengan segala kepolosannya.
Icha bilang dengan Ter Bata-bata..
"Ma,"-maafkan Ica Bu Guru, bukannya-" I,"- Icha,- gak ma,"-mau,"- Sekolah, "ta,"-tapi,"-I,"-Icha",- takut di BULLY lagi,"- sama "Teman,"- teman di Sekolah. kemaren "se,"-waktu,"masih ada Bapak,
Icha,"- dikatain, "baju Icha," -jelek la,"-
"Se,"-patu Icha,"- robek la,
"Icha,"- "gak,"- pernah,"- jajan la,
"Icha,"- anak,"- orang miskin la,
"apa lagi,"- sekarang,"- Bapak Icha sudah,"- gak "bersama,"- Icha lagi, "nanti,"- teman- teman bilang,"- Icha gak punya Bapak,"- kan,"- Icha,"- malu bu.!"
Mendengar jawaban Icha seperti itu, sontak Ibu Guru dan Ibu Sumiatun kaget...
Dan kali ini, malah Ibu Sumiatun menangis sejadi jadinya. Dan malah Ibu Guru tertunduk malu kepada Ibu Sumiatun.
Bagaimana tidak, sewaktu Icha ada di Sekolah, sang Guru tidak mengetahui, kalau Icha sering di BULLY sama teman-temannya,
Soalnya Icha tidak pernah melaporkan kejadian BULLY tersebut kepada sang Guru.
Sedangkan arti dari tangisan ibu sumiatun,
dia juga tidak mengetahui kalau anaknya sering di BULLY di Sekolahnya.
Pasalnya sang anak juga tidak pernah memberitahukan kejadian tersebut kepada sang Ibu.
Sontak keduanya langsung memeluk si Icha secara bersamaan, dan menangis sejadi-jadinya, mendengar jawaban Icha, yang sangat menyayat hati tersebut.
Setelah sesaat, ketiganya larut dalam kesedihan. Lalu sang Guru berkata kepada Ibu Sumiatun...
"Bu...!! Saya minta maaf kepada Ibu Sumiatun, atas apa yang terjadi dan menimpa terhadap Icha. Sungguh Bu, saya tidak mengetahui apa yang menimpa Icha di Sekolah. Seandainya saja, saya mengetahui kejadian tersebut, pasti saya tidak akan membiarkan kejadian tersebut menimpa Icha.
Sekali lagi, Saya minta maaf kepada Ibu Sumiatun.!"
Lantas Ibu Sumiatun menjawab...
"Iya. tidak apa-apa Bu."!
"Lagian, si Icha juga tidak pernah memberitahukan kejadian tersebut kepada saya. Dan seandainya saya juga mengetahui kejadian tersebut, Pasti saya akan melaporkan hal tersebut kepada Ibu.!"
Kali ini sang Ibu Guru dihadapkan dengan dua perasaan, antara rasa malu dan rasa iba.
Dari perasaan tersebut timbul dalam benak sang Guru, untuk menolong dan meringankan beban, dari Ibu Sumiatun dan Icha.
Lalu ibu guru berkata...
"Bu Sumiatun.! "Begini saja.!!"
"Bagaimana kalau Ibu bekerja di rumah saya.!
Nanti saya Gaji tiap minggu, dan Icha bisa Sekolah setiap hari dengan pengawasan saya langsung, dan menjadi tanggung jawab saya.
Ibu kerja hanya waktu siang saja.!"
"Bagaimana Bu.?"
Tanya Bu guru kepada Ibu Sumiatun...
Lalu Ibu Sumiatun menjawab pertanyaan Ibu Guru, dan sekaligus tawaran yang diberikan kepada dirinya.
"lantas, apa yang harus saya kerjakan Bu.?"
Tanya Ibu Sumiatun kepada Ibu Guru.
Lantas Ibu Guru menjawab....
"Ibu bisa memasak, mencuci pakaian,. dan bersih-bersih rumah.!"
Lalu Ibu Sumiatun bertanya lagi kepada sang Guru....
"Lantas bagaimana dengan Icha Anak saya Bu, kalau saya bekerja sama Ibu nanti, urusan Icha bagaimana Bu.?"
Lalu ibu guru menjawab pertanyaan dari Ibu Sumiatun....
'Ibu jangan khawatir masalah Icha,
Kan saya sudah bilang dari awal. Kalau Icha sudah menjadi tanggung jawab saya.!"
"Yaaa.. itung-itung- itu semua penebus dari kesalahan saya kepada Icha,
atas kejadian yang menimpanya di Sekolah, itu semua atas kelalaian saya, sebagai pendidik dari Icha.!"
Lalu ibu guru berkata lagi kepada Ibu Sumiatun....
"Ibu jangan khawatir, Ibu tenang aja.!"
"Gimana Bu.?"
Tanya sang Ibu Guru lagi...
Lalu Ibu Sumiatun bertanya lagi kepada sang guru....
"lantas saya harus berangkat jam berapa untuk memulai kerja ke rumah Ibu Guru.?"
Lalu ibu guru menjawab....
"Ibu bisa berangkat jam 06.00 Pagi, soalnya si Icha itu berangkat ke Sekolahnya dari rumah saya. Jad Ibu sebelum jam 06.00 pagi, Ibu beres-beres dulu.
Dan jangan khawatir semua peralatan Sekolah, uang saku, dan sarapannya itu sudah menjadi tanggung jawab saya.!"
" Gimana Bu.?".
Tanya sang guru lagi...
Mendengar tawaran sang Ibu Guru, Ibu Sumiatun tersenyum bahagia mendengarnya.
Karena ada harapan masa depan yang cerah, terhadap Icha, dan dirinya.
Setidaknya bisa meringankan beban hidup yang menghimpitnya.
Lagian kalau dipikir-pikir,
rumah sang Ibu Guru tidak begitu jauh dari rumah Ibu Sumiatun.
karena rumah mereka satu desa, atau satu kampung.
Lalu ibu sumiatun langsung menjawab...
"Baiklah Bu, saya menerima tawaran Ibu, dan saya berterima kasih kepada Ibu Guru, yang telah meringankan beban kami.!
Sekali lagi terima kasih banyak Bu..!!"
"Iya sama-sama Bu.!"
jawab sang Guru...
Lalu sang Guru berkata kepada Icha, dan bertanya....
"Icha.! bagaimana menurut kamu dengan semua tawaran Ibu, apa kamu mau Nak.?"
Lalu Icha menjawab.
"Iya saya mau Bu.!"
Kata itu disampaikannya kepada sang Guru, dengan wajah yang Sem ringah,
menunjukkan bahwa Icha merasa bahagia, dengan semua yang dijanjikan sang guru.
Lantas ketiganya berpelukan dengan penuh rasa kebahagiaan....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Robitasari
Hai thor mampir di karyaku yuk:)
2023-02-28
1