BAB 14

Dia mengarahkan pistol itu pada Rendra, dan...

Dorr!!!

Anak buah Rendra berhasil menembak pergelangan tangannya lalu dia menendang anak buah Elang Hitam itu hingga terjatuh ke sungai.

"Maaf Tuan, saya terlambat."

"Tidak, kamu datang tepat waktu. Dimana mobil kamu?" tanya Rendra.

"Di ujung jalan. Kita lewat jalan setapak ini. Karena di atas jembatan ada polisi."

Rendra segera berlari bersama anak buahnya melewati jalan setapak di pinggir sungai. Setelah sampai di ujung jalan mereka segera masuk ke dalam mobil.

"Apa kita ke rumah sakit dulu Tuan?"

"Tidak usah! Dokter Hendra langsung suruh datang ke rumah saja." jawan Rendra. Dia melihat lukanya yang semakin terasa sakit.

"Baik Tuan." Mobil Rendra segera melaju dengan kencang menuju rumahnya yang berada di perkebunan.

Dia harus bisa menahan rasa sakit di tangannya bahkan darah masih terus merembes. Dia sudah beberapa kali terkena peluru, selama tidak mengenai organ vital, dia masih bisa bertahan dan melakukan operasi pengeluaran peluru di rumahnya dengan Dokter pribadinya.

"Alan, sudah dapat kabar tentang Zahra?" tanya Rendra.

"Belum tuan. Vio dan lainnya sedang menyisir desa itu. Kalau seandainya Nona Zahra hanya berjalan kaki, dia pasti tidak pergi jauh."

Rendra menghela napas panjang, kemana perginya Zahra. "Kalau sudah menemukannya, pastikan dia aman di tempatnya. Untuk sementara aku juga tidak mau melibatkan dia dalam kasus ini."

Perjalanan yang memakan waktu satu jam itu terasa lama. Badan Rendra terasa semakin lemah. "Sial! Sakit sekali lengan aku." umpat Rendra. Dia kini turun dari mobilnya yang dibantu oleh anak buahnya lalu mereka berjalan masuk ke dalam rumah.

"Kena peluru lagi?" tanya Dokter Hendra saat masuk ke dalam kamar Rendra.

"Iya." jawab Rendra dengan singkat.

"Rendra, Rendra, kapan kamu bertobat." kata Dokter Hendra yang memang sahabat lama Rendra sekaligus Dokter pribadinya.

"Udah, diem aja. Meskipun nama kita cuma beda satu huruf tapi takdir kita beda."

Hendra terkekeh sambil menyuntik bius di sekitar luka tembak itu agar tidak terasa sakit saat dia mengeluarkan peluru itu.

"Pelurunya lumayan dalam. Tahan, meski sudah aku bius tapi sepertinya masih sakit."

Rendra berteriak saat alat Hendra seperti mencongkel semua daging lengannya.

"Woy, lo bisa pelan-pelan gak!"

"Kan aku udah bilang, pelurunya dalam." Dokter Hendra akhirnya berhasil mengeluarkan peluru itu dari lengan Rendra. Lalu dia bersihkan darah yang merembes dan menjahitnya. Setelah mengobatinya, dia membalut luka Rendra dengan perban. "Sudah. Jangan digerakkan dulu biar cepat kering."

Rendra menghela napas panjang lalu dia merebahkan dirinya di atas ranjangnya.

"Butuh infus?" tanya Dokter Hendra yang melihat Rendra terlihat lemas.

Rendra menggelengkan kepalanya.

"Butuh wanita?"

Satu lemparan bantal kini didapat Dokter Hendra dari Rendra.

"Sial! Gue udah gak menjelajah wanita lagi."

Dokter Hendra kini tertawa. "Pasti karena ukhti cantik yang sekarang sedang dicari anak buah kamu."

Rendra hanya menghela napas panjang. "Dia bukan siapa-siapa. Gue cuma nolong."

"Oo, gak papa. Bagus. Siapa tahu dia bisa merubah hidup kamu agar jauh lebih baik."

"Sejak kecil gue udah ada di dunia hitam ini. Sekarang gue mau ke jalan yang bener tapi nama gue udah diseret oleh Elang Hitam. Gue yang dicari polisi, bahkan gue juga jadi incaran Elang Hitam."

"Karena banyak yang iri sama kamu. Kamu menguasai darkweb dan bos perjudian."

"Judi udah aku tutup, darkweb juga udah aku tutup. Buat apalagi mereka iri?"

Dokter Hendra tertawa dengan keras. "Karena semua kekayaan kamu gak terhitung. Semua bisnis kamu sukses jadi mereka iri dengan kamu."

Rendra menghela napas panjang lalu dia memejamkan matanya. Dia tak mendengar lagi perkataan Dokter Hendra. Dia hanya ingin beristirahat untuk sejenak.

Baru juga dia memejamkan mata, senyuman Zahra terlihat jelas dalam benaknya.

"Sial!" Rendra mengumpat kesal. Dia kini membuka matanya. Sudah tidak ada lagi Dokter Hendra. Kemudian perlahan dia duduk di tepi ranjang. "Cuma kamu wanita yang menyita perhatian dan waktu aku."

...***...

Karena merasa lelah, Zahra akhirnya tertidur di kamar Hanum. Lagi-lagi dia bermimpi tentang Rendra.

Zahra, tolong aku...

Zahra, hanya kamu yang bisa menolongku...

Zahra terbangun dari tidurnya yang singkat. Dia menghela napas panjang. Ini ketiga kalinya dia bermimpi tentang Rendra. Tapi kali ini Rendra sedang meminta tolong padanya. Apakah Rendra sedang dalam kesusahan?

Dia kini turun dari ranjang dan berkaca sesaat untuk merapikan hijabnya lalu keluar dari kamar.

"Nak Zahra sudah bangun, sebentar sekali tidurnya?" tanya Bu Titik sambil bersiap untuk pergi.

"Iya, sudah mau Ashar jadi saya terbangun. Ibu mau kemana?"

"Saya mau sholat di masjid. Sekalian mau mengajar anak-anak mengaji. Kalau nak Zahra mau, boleh ikut mengajar juga di masjid."

Zahra tersenyum, "Iya, saya mau." Zahra mengikuti langkah Bu Titik keluar dari rumah dan berjalan menuju masjid yang berada di samping rumah Bu Titik.

Zahra melihat banyak polisi yang berlalu lalang di jalan raya.

"Ada apa ya?" tanya Bu Titik pada seorang lelaki yang ikut mengamankan lalu lintas di jalan itu.

"Tadi ada orang yang kejar-kejaran sambil membawa senjata. Salah satu dari mereka tertembak dan sekarang ditemukan tenggelam di sungai."

Zahra melebarkan matanya. Tiba-tiba saja firasatnya tertuju pada Rendra. Apa mimpinya tadi berkaitan dengan ini?

"Ciri-cirinya bagaimana Pak? Apa dia memakai kemeja navy? Perawakannya tinggi dan tegap dengan ****** tipis di wajahnya." tanya Zahra. Karena dia ingat betul tadi pagi Rendra memakai kemeja berwarna navy saat mengantarnya ke rumahnya.

"Iya, saya tadi melihat orang yang memakai kemeja navy sedang dikejar beberapa orang yang membawa senjata api, dan dia tertembak."

Zahra menutup mulutnya. "Dia tenggelam di sungai yang ada di dekat sini?" tanya Zahra lagi memastikan.

"Iya."

"Ibu, sebentar saya mau memastikan orang itu dulu." kata Zahra sambil berjalan dengan cepat menuju sungai besar yang berada di dekat kampung itu.

Sejumlah warga dan polisi berkerumun di tempat kejadian. Zahra berusaha menerobos kerumunan itu. "Permisi, saya mau memastikan apakah dia teman saya atau bukan."

Zahra berhasil menerobos lalu membuka wajah mayat yang tertutup daun itu.

Zahra kini bernapas lega saat melihat dia bukan Rendra.

"Anda kenal dengan dia?" tanya polisi itu.

Zahra menggelengkan kepalanya. "Bukan, saya salah orang."

"Kalau Anda mengenalnya, Anda akan kami jadikan saksi karena dia anak buah dari salah satu bandar narkoba."

Bandar narkoba?

Zahra menggelengkan kepalanya lagi. "Tidak, saya tidak mengenalnya." Zahra segera keluar dari kerumunan.

Apa bandar narkoba yang dimaksud adalah Rendra?

Zahra terus memikirkannya sambil berjalan kembali ke masjid.

.

💞💞💞

.

Like dan komennya.. 😌

.

Maaf author baru belajar buat genre seperti ini. Maaf kalau feel kurang dapat... 😅

Terpopuler

Comments

abdan syakura

abdan syakura

kl menurutku,feel nya dpt kok Thor..
mgkn Krn lokasinya di persawahan aj jd agk gimanaa gitu...Lucu lucu seru...🤭🤣🤣

2023-02-25

2

Eika

Eika

Semangat terus Thor

2023-02-17

0

mommyanis

mommyanis

tyt dpertemukan dalam mimpi 😏😏😏😏😏

2023-01-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!