My Prince Of Edinburgh
Dara memekik keras saat ujung sepedanya menabrak bemper belakang sebuah mobil mewah. Ia tidak sempat menghindar karena tiba-tiba saja mobil itu datang entah dari mana. Atau mungkin ia yang tidak terlalu memperhatikan mobil itu berbelok. Yang jelas, ia merasa sudah berada di jalur yang benar.
Untung saja satu kaki Dara cepat menginjak lantai sehingga ia dan sepedanya tidak jatuh. Tetapi, besi bagian depan sepeda London Taxi-nya sedikit penyok.
Dara kesal sekali dengan si pengemudi dan berniat untuk meminta pertanggung jawaban. Ia mempersiapkan kata-kata untuk memaki siapapun yang sebentar lagi akan keluar dari dalam mobil.
"You can't drive or what (Kamu tidak bisa nyetir atau bagaimana)?!" serunya pada si pengemudi yang kini sudah berada di hadapannya, memeriksa keadaan bemper belakang yang lecet beradu dengan ujung sepeda Dara.
Si pengemudi mobil, seorang pemuda berambut pirang sebahu yang disisir rapi, berkacamata hitam dan mengenakan coat panjang, mengalihkan pandangan pada Dara.
"Kau lihat ini? Mobilku lecet," ucap pemuda itu kesal.
"Hei! Apa kau tidak lihat sepedaku juga penyok?" Dara tidak mau kalah. Ia menunjuk bagian depan sepedanya. Tetapi, yang membuatnya bertambah dongkol adalah, pemuda itu justru mengeluhkan mobilnya yang lecet, alih-alih meminta maaf padanya karena telah melanggar masuk ke jalur sepeda.
Dari balik kaca mata hitamnya, pemuda itu memperhatikan dara. Lalu bibirnya mendesis. "Percumah saja aku minta ganti rugi padamu," ujarnya seraya mengibaskan tangan.
Dara tercengang mendengar ucapan pemuda itu. Kakinya buru-buru menurunkan standar sepedanya dan mengejar si pemuda yang hendak kembali masuk ke dalam mobil.
"Seharusnya kau yang mengganti rugi sepedaku!" seru Dara membuat pemuda itu urung membuka pintu mobilnya.
"Kau sedang bermimpi, ya? Hello?" Pemuda itu menggerakkan telapak tangan di depan wajah Dara. Lalu menunjuk ke arah belokan menuju gerbang kampus di depan mobilnya.
"Tapi ini jalur sepeda! Kau tiba-tiba berbelok tanpa memberi sign!" bantah Dara tanpa peduli dengan siapa ia bicara.
Dara tidak mengenalnya. Dan selama lima bulan dirinya menjadi mahasiswi di Edinburgh University ini, belum pernah ia melihat sosok pemuda berambut pirang itu. Atau mungkin ia yang tidak terlalu memperhatikan wajah-wajah para penghuni kampus yang tentu saja jumlahnya ribuan.
"Kau mau minta ganti rugi? Aku pun bisa minta ganti rugi. Tapi, aku sudah bisa menebak kalau kau tidak akan mampu," cibir pemuda itu.
Dara menggeram kesal. Ia paling benci dengan orang yang sudah jelas-jelas salah, tetapi tidak mau mengakui, apalagi meminta maaf. Saking kesalnya, kakinya bergerak menendang bodi samping mobil. Ia tidak peduli dirinya pendatang di negara ini, dan lawannya adalah orang lokal; didengar dari logat Scottish-nya yang kental.
Salah tetaplah salah.
"Hei!" seru si pemuda seraya mendorong bahu Dara. "Gadis bodoh! Apa yang kau lakukan?"
"Rasakan itu, Dasar Sombong!" umpat Dara puas. Ia sadar, orang congkak seperti pemuda itu tidak bisa diajak bicara baik-baik.
"Dasar gadis gila!" maki si pemuda kesal. Ia mendecak. Jika ia sedang tidak terburu-buru, mungkin ia akan memberi pelajaran pada gadis yang sudah berani berurusan dengannya itu.
"Kau tetap harus ganti rugi sepedaku!" Dara menatap sinis pada pemuda yang kini bergerak masuk ke dalam mobil.
Si pemuda tergelak. "Dalam mimpimu," ucapnya. "Sudah beruntung aku tidak memintamu mengganti rugi mobilku yang lecet." Ia menutup pintu dan melajukan mobilnya tanpa memedulikan Dara.
Dengan dada bergemuruh ia memandangi mobil yang bergerak memasuki gerbang kampus.
"Nyebelin banget!" umpat Dara. Rasanya masih ingin ia memaki-maki pemuda itu. Sayangnya, banyak kata makian yang sudah ia persiapkan, menguap begitu saja.
Dara menuntun sepedanya masuk ke dalam kampus. Meskipun hanya penyok di bagian besi depan dan tidak mempengaruhi kinerja sepedanya, tetap saja, sepeda kesayangannya itu tidak terlihat cantik lagi.
"Dara, kenapa sepedamu?"
Dara menoleh ke arah asal suara. Ia menunjuk bagian depan sepedanya, memberitahu Gwen; gadis asal New York sesama penerima beasiswa, yang juga sahabat dan roomate-nya.
"Ow, what happened?" tanya Gwen. Gadis berambut kecoklatan dan pemilik mata hazel itu memeriksa sepeda Dara. "Kau menabrak sesuatu?"
"Ya. Aku menabrak mobil. Tapi bukan salahku. Si pengemudi bodoh itu tiba-tiba berbelok tanpa memberi sign," terang Dara, masih terdengar kesal. Ia memarkir sepedanya bersama sepeda lain.
"Tapi, kau tidak apa-apa, bukan?" tanya Gwen cemas.
"Aku tidak apa-apa. Tapi, lihat sepedaku jadi seperti ini."
Dara memanyunkan bibir. Sepeda kesayangannya itu ia beli dengan hasil jerih payahnya bekerja part time di sebuah restauran di dekat apartemen tempatnya tinggal. Karena jarak apartemen dan kampus cukup jauh, maka, sepeda adalah transportasi pilihan terbaik untuk menghemat ongkos naik kendaraan umum.
"Kenapa kau tidak minta ganti rugi pada pengemudi bodoh itu?"
"Dia bahkan tidak merasa bersalah. Menyebalkan sekali," gerutu Dara. Jika mengingat wajah pemuda itu, rasa kesalnya kembali muncul.
Sudut matanya menangkap pergerakan sosok berambut pirang melintas tidak jauh dari tempat parkiran sepeda di mana ia berada.
"Itu dia si pengemudi bodoh!" tunjuk Dara pada si pemuda yang sedang berjalan menuju gedung administrasi kampus.
Gwen spontan menoleh mengikuti arah jari telunjuk Dara. Mata hazelnya membulat.
"Astaga! Itu Nicholas Johanssen!" pekik Gwen membuat Dara mengerutkan keningnya heran.
"Siapa dia?"
***
"Aah! Pelan-pelan, Nic!" keluh Sophie, seraya mendorong dada kokoh di atasnya.
Nicholas begitu liar, mengerjainya tanpa ampun. Di bawah pengaruh alkohol, libidonya sedang tinggi-tingginya. Pemuda berambut pirang itu cenderung kasar dalam urusan ranjang. Pikirnya, ia tidak memiliki perasaan khusus pada perempuan-perempuan yang ia tiduri. Hanya nafsu belaka.
"Shut up, Sophie! Aku akan meledak sebentar lagi!" bentak Nicholas kesal. Ia yang sedang di awang-awang merasa terganggu dengan keluhan teman tidurnya itu.
Tangannya mencengkeram leher gadis itu. Tubuhnya ia pacu dengan brutal sebelum akhirnya melenguh panjang seiring tercapainya titik puncak yang luar biasa.
"Kau sudah selesai?" tanya Shopie, kecewa. Ia pun sejujurnya ingin menggapai puncak bersama Nicholas. Tetapi, rasanya itu tidak mungkin terjadi. Pemuda itu tidak peduli padanya.
Tanpa menjawab, Nicholas merebahkan dirinya di samping Sophie. Acuh tidak acuh memejamkan matanya.
"Nic ...." Sophie memanggil dengan suara lembut seraya mengelus dada pemuda itu.
"Hmmm." Hanya terdengar gumaman dari mulut Nicholas. Sepertinya rasa kantuk telah menyerangnya.
"Apa kau tidak ingin membantuku mencapai puncak, Nicholas?"
"Bukan urusanku. Kau pergi saja sana! Aku mau tidur!" Nicholas menarik selimut menutupi tubuh polosnya. Ia merubah posisi berbaringnya memunggungi Sophie.
Sophie mendecak sebal. Dengan bersungut-sungut gadis itu bangkit dari ranjang, memunguti pakaiannya lalu membalut tubuh rampingnya yang polos.
"I'm going (Aku pergi)." pancing Sophie. Berharap Nicholas akan menahannya untuk pergi. Ia sadar, ia hanya teman tidur pemuda itu, jika dibutuhkan. Tetapi, rasa dalam hati terhadap si tampan itu tentu tidak bisa berbohong. Ia menyukai Nicholas.
Namun, Nicholas tetap Nicholas. Dingin dan tidak pernah melihatnya selayaknya seorang perempuan normal yang ingin dicintai.
"Just go ( Pergi saja)!" ucap Nicholas seraya mengibaskan tangannya.
Nicholas Johanssen, anak konglomerat yang masih menyandang gelar bangsawan dari Edinburgh. Play boy, senang berfoya-foya, bengal dan dan susah diatur.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Emi Wash
kembali ke stelan pabrik....setelah kisah jana n josh yg absurd....😂
2024-01-03
0
Dewa Qin
kembali ke eropa setelah berpetualang ke jogja bareng sakha dan gendhis😂
2023-11-18
0
Rose_Ni
asik ad karya baru🤩
selalu...novel Lady M kerennnn
2023-04-20
2