Dua pemuda dalam mobil Cadillac itu tidak henti-hentinya tertawa membicarakan peristiwa yang terjadi beberapa saat lalu di parkiran kampus. Sementara seorang lainnya yang sedang mengemudi, memperlihatkan tampang masam.
Mereka adalah Nicholas dan kedua temannya, Alastair dan Aegon.
"Breng sek kalian!" maki Nicholas. "Puas kalian melihatku ditampar seorang gadis?"
"Puas sekali, Nic. Apalagi yang menamparmu itu gadis yang ... bukan siapa-siapa," timpal Alastair, si pemilik rambut hitam cepak dan mata abu-abu.
"Sialan kau!" sembur Nicholas.
"Aku bahkan baru melihatnya di kampus. Siapa dia, Nic?" tanya Aegon.
"Kau pikir aku tahu? Dia tiba-tiba menabrak mobilku dengan sepeda jeleknya itu."
"Kenapa dia minta ganti rugi?"
"Karena dia bodoh. Gadis Bodoh. Buang-buang waktuku saja."
Alastair dan Aegon tertawa bersamaan. "Tapi gadis itu cukup berani, ya? Apa dia tidak tahu kau siapa?"
Nicholas mendesis. "Mungkin dia baru saja keluar dari goa atau apalah," sahutnya asal.
Kembali Alastair dan Aegon tergelak. "Tapi, tadi itu cukup menghibur."
"Ah, thank you, Al. Senang bisa menghiburmu, Baji ngan!" maki Nicholas. Hatinya dongkol. Sungguh memalukan apa yang baru saja dialaminya. Untung saja hanya Alastair dan Aegon yang melihatnya ditampar gadis itu. Hampir saja reputasinya hancur jika banyak orang di kampus yang menyaksikan kejadian itu.
"Let's drink somewhere," celetuk Aegon.
"Yeah, good idea, Bro," sahut Alastair dengan senyum lebar.
"Bagaimana kalau kita minum di Red Distric?"
"No, no, no! Jangan bar milik keluargaku. Si Sialan Peter Crouch akan melaporkanku pada ibuku." Nicholas menggeleng keras.
Alastair dan Aegon terbahak. "Dasar kau anak ibumu!"
"Tidak seperti itu, Breng sek! Aku malas berdebat dengan wanita tua itu!"
"Memangnya ibumu melarangmu minum? Geez! Dia kolot sekali," gumam Alastair.
"Tidak melarang. Hanya saja, kau tahu kalau aku sudah minum, aku susah berhenti. Dan aku harus melampiaskan ini ...." Ia menunjuk sesuatu di antara pangkal pahanya.
"So what?"
"Ibuku tidak suka aku main perempuan. Pokoknya, cari bar lain. Jangan milik keluargaku, Bodoh!" Nicholas memukul ujung kepala Alastair.
"Okay, okay ...." Alastair mengangkat kedua tangan menyerah.
Ketiganya lalu memutuskan untuk minum-minum di sebuah bar kecil di pinggiran Edinburgh. Bar yang cukup tersembunyi dari penglihatan orang. Nicholas bisa berbuat semaunya tanpa ada mata-mata keluarganya yang tentu saja ada di mana-mana.
Keluarga Johanssen keluarga aristokrat yang masih sangat menjunjung tinggi nama baik. Dua kakak Nicholas, satu laki-laki dan satu perempuan, semua berkelakuan baik. Hanya si bungsu saja, Nicholas, yang membuat ayah-ibunya hampir putus asa menghadapi kebadungannya.
***
Dara menuntun sepedanya yang rusak parah ke arah sebuah bengkel mobil yang berada tidak jauh dari restauran tempatnya bekerja. Niatnya, ingin meminta bantuan temannya yang bekerja di sana. Barangkali nasib sepedanya masih bisa tertolong.
"Holy Cow, Dara. Apa yang terjadi dengan sepedamu?" Yang berbicara adalah Braden. Temannya, yang ia kenal pertama kali setelah beberapa minggu tinggal di Edinburgh.
Braden bekerja di bengkel mobil ini dan waktu itu mereka berkenalan di sebuah cafe di seberang, saat jam makan siang. Sejak saat itu, keduanya akrab. Braden banyak membantu Dara menyesuaikan diri dengan segala sesuatunya di negeri asing ini.
"Kau bisa memperbaikinya?" tanya Dara penuh harap.
Braden, si pemilik rambut bergelombang yang tidak pernah disisir rapi itu memeriksa keadaan sepeda Dara. "Parah sekali. Sepertinya dirusak dengan sengaja. Apa ada orang gila yang melakukan semua ini?"
"Tepat sekali. Ada orang gila di kampus ...." Dara menceritakan detail kejadian dari awal hingga sepedanya berakhir rusak parah.
"Wow! Benar-benar orang gila," ujar Braden gusar. "Kau harus minta ganti rugi, Dara. Ini sudah keterlaluan."
Dara menghela napasnya dalam-dalam. Tentu saja ia ingin meminta ganti rugi. Tapi, ia sudah malas melihat wajah menyebalkan si sombong itu. Berdebat dengannya pun hanya buang-buang tenaga saja.
"Kau bisa memperbaikinya, Braden?"
Braden mengelus dagunya. "Kau tahu, Dara, aku biasa mengurus mobil dan segala sesuatunya. Kalau sepeda ...." Ia memanyunkan bibir. "Akan aku coba. Tinggalkan saja di sini."
Dara terlonjak gembira. Tanpa sadar ia menghambur ke pelukan Braden karena terlampau gembira. "Oops! Sorry," ucapnya malu-malu seraya menarik dirinya.
Braden meringis sembari menggaruk kepalanya. Ia bahkan belum menjanjikan apa-apa. Tapi, Dara sudah menggantungkan harapan besar padanya.
"Aku coba, okay?"
Dara mengangguk dengan semangat. Tapi, beberapa saat kemudian wajahnya cemberut. "Tapi, biayanya tidak akan mahal, bukan?" tanyanya.
Braden tergelak. "Tidak usah memikirkan hal itu, Dara," ujarnya.
Dara mengulas senyumnya. "Thank you, Braden," ucapnya. "Owh, I gotta go to work," sambungnya seraya memeriksa jam di pergelangan tangan.
"Sampai jumpa, Dara. Aku akan mengabarimu." Braden melambaikan tangannya.
Dara menyambut lambaian tangan Braden seraya memutar badan keluar dari dalam bengkel. Gadis itu berlarian ke arah restauran tempatnya bekerja, yang hanya selisih dua gedung saja dari bengkel Braden.
Sebuah restauran yang menyajikan makanan khas Scottland. Empat bulan ia bekerja di sana, sebagai karyawan paruh waktu karena dirinya harus membagi dengan jam kuliah.
"Dara, kau terlambat sepuluh menit." Atasannya, Helen, perempuan kulit putih bertubuh tambun menunjuk jam di tangannya.
"Sorry, Helen, aku harus menaruh sepedaku di bengkel," bela Dara seraya mengenakan apron warna hitamnya.
"Aku tidak mau tahu. Jangan ulangi lagi, okay?"
"Ya, Helen." Dara bergegas mengambil buku menu dan terburu-buru melangkah ke arah pengunjung restauran yang sejak tadi mengangkat tangan memanggil pelayan.
Sore yang sibuk untuk Dara, seperti biasa, melayani pengunjung yang banyak sekali maunya. Ia bahkan tidak sempat untuk duduk barang sebentar melonggarkan otot-otot kakinya yang mulai menegang. Hilir mudik mencatat dan mengantar pesanan ke meja-meja pengunjung restauran.
"Hei! Pelayan! Kemari!" panggil seseorang dari arah samping kanan Dara.
Dara segera menyelesaikan catatan pesanan dari meja yang sedang diurusnya lalu memutar badan ke arah pengunjung yang baru saja memanggilnya. Matanya membulat saat mendapati, bahwa yang memanggilnya adalah Nicholas, bersama seorang wanita yang sedang dirangkulnya, dan tua teman lelakinya yang ia lihat di kampus siang tadi.
"Surprise, surprise!" Nicholas yang tampak sedikit terkejut melihat Dara, bertepuk tangan.
"Kalian lihat siapa ini? Si Gadis Bodoh," gelak Nicholas. Seringai di bibirnya menunjukkan kalau ia tiba-tiba memiliki niat yang tidak baik.
"What shall I serve you (Mau pesan apa), Sir?" Dara mencoba untuk bersikap profesional dan tidak terpancing dengan tingkah laku menyebalkan Nicholas.
"Well, serve me on bed, of course (Ya, layani aku di atas ranjang, tentu saja)," kekeh Nicholas. "Aku butuh satu gadis lagi," lanjutnya.
Alastair dan Aegon terbahak mendengar ucapan tidak senonoh Nicholas untuk Dara. Sementara Dara berusaha meredam gemuruh dalam dadanya. Sekuat tenaga ia menahan kepalan tangannya agar tidak mendarat di wajah Nicholas.
"Bagaimana? Kau terima tawaranku? Ayolah, aku bisa membayarmu berkali-kali lipat dari gajimu di sini selama beberapa bulan," ucap Nicholas dengan wajah tidak berdosanya.
"Permisi, Pak. Bisa aku pinjam gelasnya sebentar?" tanya Dara meminta izin pada seorang lelaki paruh baya di meja sebelah.
Byurrr
"Wooow! Holy F ucking S hit!" Alastair dan Aegon terpekik bersamaan saat Dara menyiram air di dalam gelas dengan keras ke wajah Nicholas.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Alanna Th
nic lbh pantas dbenamkn k got depan rmhq 😵😠😡😜
2023-07-28
0
bunga cinta
nah gitu dong,
2023-02-11
2
cimplung
aku mencium aroma permusuha niko en daren spt nya.
2023-01-15
1