"Helen, kau sungguh-sungguh memecatku?" tanya Dara saat atasannya, Helen, menelepon. Ia sedang berada di dalam mobil Braden. Dan pemuda itu mendengarkan percakapannya dengan Helen.
"Hanya karena orang gila itu mengancammu?" Dara mendecak.
"Ayolah, Helen, mungkin dia tidak akan punya waktu memeriksa apakah aku masih bekerja di Mamacatania atau tidak."
"Tapi, Helen, Helen!"
Dara menghembuskan napasnya kasar. Ia menoleh ke arah Braden dan menggeleng pelan. "Aku benar-benar dipecat," ucapnya lirih.
"Sudahlah, Dara. Dengar, aku punya teman yang memiliki toko bunga. Aku sudah bicara dengannya. Dia akan mengabariku besok apa dia bisa mempekerjakanmu di tokonya." Braden mengelus lengan Dara lembut.
Hati Dara menghangat. Dadanya berdesir hebat. Saat sepasang matanya bertemu pandang dengan mata Braden, ia merasa adanya aliran energi halus yang menggelitik hatinya. Gadis itu buru-buru mengalihkan pandangannya keluat jendela.
"J-jadi, kita akan pergi ke mana?" tanya Dara gugup tanpa menoleh ke arah Braden.
"Sudah pernah keliling Edinburgh?" Braden menghidupkan mesin mobilnya.
"Sebagian," kekeh Dara.
"Pernah dengar Monkey Barrel Comedy?"
Dara menggeleng. "What's that?" tanyanya penasaran.
"You'll see."
Dara menyunggingkan senyum lebarnya seraya menatap Braden yang sedang fokus mengemudi. Membelah jalanan Edinburgh yang tidak terlalu padat.
Braden mengajaknya ke sebuah tempat di mana sedang berlangsung acara stand up comedy yang diisi oleh komedian-komedian lokal. Dara tidak henti-hentinya tertawa mendengar lelucon-lelucon yang dilontarkan dari atas panggung kecil.
Sebuah acara yang intimate. Hanya dihadiri sekitar tiga puluhan penonton dan semua orang menikmati. Braden benar. Dara sangat terhibur. Ia mulai melupakan rasa kecewa atas pemecatannya dari Mamacatania.
"Oh My Gosh, it was so funny ... and ... fun," ucap Dara sembari memegangi perutnya yang sedikit kaku setelah hampir satu setengah jam tidak berhenti tertawa di dalam studio.
"Yeah? You laughed so hard (Kau tertawa terus)."
Dara menghela napasnya. Sisa tawanya masih terdengar. Pandangannya menyapu sekeliling. Semua orang berjalan kaki menikmati malam. Toko-toko, yang hampir semuanya terlihat aneh di mata Dara, berjejer di kanan kirinya. "Tempat apa ini? Rasanya aku belum pernah kemari," gumamnya.
"Tempat di mana kau bisa menemukan semua yang kau cari," jawab Braden dengan senyum lebarnya.
Mata Dara membulat. Dari toko barang antik hingga s ex toys, semua ada di sekitarnya. "Apa ini semacam pasar gelap?" tanyanya.
"Tidak terlalu gelap. Ada banyak lampu di sini, bukan?"
"Ish!" Dara mendorong bahu Braden sebal. Pemuda itu tergelak. Sementara Dara mengerucutkan bibirnya.
"Kau lapar?"
"Not really."
"Ayo kita cari makan."
Belum sempat Dara menjawab, Braden sudah meraih lengannya. Ia membawa Dara berkeliling tempat itu dan berhenti di sebuah restauran dengan desain bangunan bergaya medieval.
"Kau harus coba makanan di sini," ujar Braden seraya menyiapkan kursi untuk Dara.
"Apakah spesial? Sepertinya ini restauran yang menyajikan menu tradisional Scottland. Kau tahu, bukan, aku bekerja di restauran makanan Scottland?" ujar Dara seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.
Ia merasa seperti berada di Eropa abad pertengahan. Desain ruangan dan pernak-perniknya sangat kuno. Dinding tumpukan bata, jendela separuh bulat tanpa kaca, dan para pelayan yang berpakaian zaman Raja Henry. Sungguh menarik di mata Dara.
"Kau belum mencoba menu British Cuisine yang ekstrim, Dara."
"Ekstrim?" Dara mengerutkan keningnya.
Braden memanggil seorang pelayan wanita, lalu memesan makanan yang terdengar asing di telinga Dara. Sepuluh menit menunggu, makanan yang dipesanpun tiba.
"Apa ini, Braden?" tanya Dara seraya memeriksa dua piring dengan jenis makanan berbeda.
"Ini agar-agar belut, dan yang ini ... pie stargazy."
"Ow," ucap Dara. Perutnya tiba-tiba bergejolak. Ia tidak suka belut. Bentuknya semasa hidup membuatnya geli. Dan satu lagi, Braden menyebutnya pie, bagi Dara, lebih terlihat seperti omelet yang ditancapi kepala ikan.
"Kau harus mencobanya." Braden mengulas senyum lebar.
"Kau sedang mengerjaiku, ya?" tanya Dara penuh selidik.
Braden tergelak. "Tentu tidak. Aku sedang memberimu pengalaman."
Dara mencebik. Ia mencoba membuang rasa jijiknya untuk membuat Braden senang. Ia ingin memberikan kesan baik di depan pemuda itu. Pemuda yang selalu membuat dadanya berdebar kencang setiap kali berada di dekatnya.
"Owh, ini enak," ujar Dara.
"Jangan bohong, Dara."
"Aku tidak berbohong."
Braden tergelak. "Kau berbohong."
"Aku tidak berbohong!" sergah Dara. "Baiklah, aku berbohong," gelaknya kemudian.
Braden mengacak rambut Dara gemas, membuat kedua pipi gadis itu bersemu merah.
***
"Nic! Nicholas ... oh my Gosh, aku rasa aku akan sampai!" teriak gadis cantik di bawah kungkungan Nicholas, yang sedang meliuk-liukkan badan, menggelepar seperti cacing kepanasan.
Namun, tepat saat puncak kenik matan hendak gadis itu raih, Nicholas menarik dirinya dan beranjak dari atas ranjang.
"Nic, why?" tanya gadis itu kecewa.
"I'm not in the mood," ujar Nicholas seraya menyambar sebungkus rokok di atas meja. Ia memakai celana pendeknya dan menyalakan sebatang rokok. Pandangannya tajam mengarah keluar jendela kamarnya.
"Tapi, aku hampir saja ...."
"I don't care!" bentak Nicholas kesal. "Pergi sana!"
Si gadis tampak ketakutan. Ia bergegas dari atas ranjang, memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai lalu dengan cepat mengenakannya.
"Emm ... Nic ...."
"What?!" seru Nicholas. Menatap sengit ke arah gadis itu.
"Kau ... akan mentransfer uangnya, bukan?"
Nicholas mendecak. Ia mengambil dompetnya yang tergeletak di atas meja, lalu mengambil lima lembar seratus pound, dan melemparkannya ke arah gadis itu.
"Thanks," ucap gadis itu seraya memunguti lembaran kertas berwarna abu-abu kemerahan di lantai.
"Go!" usir Nicholas.
Tanpa pikir panjang, si gadis menghambur keluar dari kamar Nicholas. Pemuda itu lalu menghempaskan badannya ke atas sofa. Diraihnya sebotol bir yang sudah terbuka di dekat ia meletakkan dompetnya.
"Breng sek! Gadis bodoh!" maki Nicholas. Bukan untuk gadis yang baru saja diusirnya. Tapi, ia memaki gadis yang telah mempermalukannya di restauran sore tadi.
"Piece of s hit!" Ia memukul tempat kosong di sampingnya.
Nicholas geram. Bagaimanapun, baru pertama kalinya, ada perempuan yang berani memperlakukannya seperti itu. Harga dirinya benar-benar jatuh.
Apalagi, gadis itu bukanlah gadis tercantik yang pernah ia temui. Wajahnya biasa saja. Manis, tetapi sama sekali bukan tipe gadis yang ingin ia ajak tidur.
Badannya kurus dan jauh dari kata seksi. Gaya berpakaiannya kuno. Seperti gadis yang bersekolah di biara.
Nicholas mendesis. Ini benar-benar pukulan keras untuknya. Apalagi ia dipermalukan di depan orang banyak. Pertama, ia ditampar. Kedua, ia disiram air.
"Aku harus membuat perhitungan dengannya," gumam Nicholas. Ditenggaknya bir hingga habis tak tersisa. Dihisapnya rokok dalam-dalam. Lalu menghembuskannya kasar.
Bibirnya menyunggingkan seringai mengerikan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
𝑀𝒶𝓎𝑀𝑜𝓊
Nyai..bisa shareloc ngga sih??edinburgh itu dimana??
klo dari pasar klewer ambil angkot jurusan apa??trus nanti turun dimana??ongkosnya berapa??masih jauh ga?klo misal naik becak harus berapa kali kayuh??🤔🤔🤔
2023-01-14
3
Rancito
Nicho, Jgn kek Tao Ming dut yg kesengsem tp malah kyk bocah
2023-01-13
1
Yohana Fadli
Otornya udh srg nongkrong di Eropah kayaknya loh, kl njabarin tempat di sono, detail, kan berasa jalan2 ke sono sendiri
2023-01-13
1