"Semua akan baik-baik saja, kamu masih bisa melahirkan banyak bayi sehat untukku lagi suatu hari nanti." Reyhan tersenyum, berusaha untuk meyakinkan Kirana kalau hubungannya ke depan tidak akan ada masalah.
"Aku juga akan menyelidiki kasus perencanaan pembunuhan pada Clara, aku sadar kalau aku telah salah menuduh dirimu, terlebih lagi tanpa ada bukti apapun," ujar Reyhan.
Reyhan berdiri sambil menatap ke arah jendela. Diluar sudah mulai gelap, angin mulai berisik, sebentar lagi mungkin akan hujan.
"Andaikan saja kamu mendengarkan apa yang aku katakan, bayiku pasti akan baik-baik saja, aku tidak akan terkena anemia dan pingsan. Semua ini kamu yang salah, kamu jahat pada aku dan calon anak kita, Reyhan! Oh, iya tentu saja kamu melakukan itu semua karena tidak pernah ingin dia lahir, seperti yang pernah kau ucapkan waktu itu," kata Kirana berapi-api.
Kirana kembali dilanda emosi mengingat Reyhan memaksanya untuk transfusi darah untuk Clara, sebagai wanita hamil yang divonis terkena kanker, membuat Kirana mengalami stress, belum lagi tuduhan kejam yang dituduhkan oleh suaminya.
Kirana turun dari ranjang menyusul Reyhan, wanita itu ada di belakang nya, jarak mereka kini hanya beberapa langkah saja. "Aku tidak percaya semudah itu dengan semua yang kamu katakan Rey. Kamu melakukan ini pasti hanya untuk menghiburku yang sedang sakit. Padahal aku sedang tidak butuh belas kasihan darimu." Kirana tersenyum miris, menertawakan nasibnya.
"Tidak Kirana! Aku akan mencari pelakunya." Reyhan memeluk Kirana erat, masih berusaha terus meyakinkan sebisanya. Reyhan mengusap lembut rambut lurus nan hitam milik istrinya.
Perlahan amarah Kirana reda oleh perlakuan lembut Reyhan, malam ini memperlakukan dirinya begitu spesial. "Rey apakah kamu akan melindungi anak kita."
"Iya, tentu." Reyhan mengecup puncak kepala Kirana. Kirana memejamkan mata dan tersenyum. Ada gelenyar hangat yang menjalar di tubuhnya.
"Batalkan rencana itu, aku tidak mau melakukan operasi, aku yakin semua akan baik-baik saja," pinta Kirana.
"Iya." Reyhan mengangguk. Kirana bisa merasakan anggukan kepala Reyhan di puncak kepalanya. Kirana tersenyum. Dia yakin Reyhan akan ikut serta menjaga bayinya.
Kirana merasakan Reyhan semakin hari semakin menyayanginya. Ketika malam tiba, laki-laki itu menggendong ke atas ranjang dan menyuapinya makan dengan telaten. Ketulusan mulai terlihat, kalimat kasar tidak lagi terdengar. Kirana kerap kali tersipu malu dengan perlakuan Reyhan akhir-akhir ini. Reyhan membukakan obat untuk Kirana dan mengambilkan air setiap waktunya jam minum obat. Kirana meminum obat pemberian Reyhan tanpa sedikitpun ada keraguan di hatinya.
***
Kirana merasa ada di sebuah tempat yang baginya asing. Ini bukan lagi kamarnya, kamar ini memiliki aura begitu menyeramkan. Denting benturan suara gunting dan jarum masuk ke dalam indera pendengar.
Kirana segera membuka mata, awalnya pandangannya begitu gelap, lama kelamaan terlihat beberapa orang mengenakan seragam serba putih mengelilinginya, meski masih samar.
"Apa yang terjadi denganku! Aku dimana?" Kirana menatap para dokter seperti orang yang tengah ketakutan.
"Nona, jangan banyak bergerak, kau harus tenang, lihatlah dirimu yang lemah usai keguguran." Seorang dokter memperingatkan Kirana supaya tidak banyak gerak.
"Keguguran … Tidak!! Kirana meraba perutnya yang kini tanpa ada janin itu lagi.
Kirana histeris, marah, mengamuk seperti orang gila, dia kembali mencabut selang infus yang ada di tangannya. Kirana memukul dengan gerakan membabi buta pada para dokter yang berada di dekatnya.
"Kembalikan bayiku! Berani sekali kau mengambil tanpa seizinku! Hiks hiks."
"Kembalikan bayiku! Bayiku hiks … hiks … jangan pergi ibu sangat menyayangimu, Nak." Kirana menangis dan mengamuk tak terkendali, begitu ada kesempatan dokter segera memegang kedua tangannya, kembali memasang jarum infus dan menambahkan obat suntik penenang.
"Kalian jahat! Kalian semua telah membunuh bayiku, aku tidak akan pernah memaafkan kalian!" Kirana masih terus mengamuk.
Kirana meminta ponsel dan menghubungi Reyhan, lelaki itu tak bisa menjaga saat operasi karena sedang menemui seseorang terpercaya untuk segera melakukan penyelidikan.
"Rey aku benci kamu! Aku benci!" Kirana tak bisa menahan tangisnya.
"Tenang Kirana, bicara yang jelas." Reyhan yang tengah ada diseberang memejamkan matanya dan menarik nafas panjang, Reyhan tahu operasi pasti sudah usai.
"Kau ayah yang kejam, kau telah memberiku obat penggugur kandungan. Rey aku benci kamu, aku tidak akan pernah memaafkan kamu lagi."
"Kirana, tenang. Semua untuk kebaikan kamu, kamu tidak bisa terus mempertahankan bayi itu, resikonya terlalu besar, banyak yang harus di pertimbangkan."
Suntikan obat penenang yang diberikan oleh dokter mulai bereaksi, Kirana perlahan mulai bisa mengendalikan diri, dia menangis terisak dalam pelukan dokter yang masih menjaganya.
"Dokter, bayiku … bayiku sudah pergi sebelum aku menggendongnya, sebelum aku meninabobokan dia, hiks … hiks …."
"Nona, bayi anda tidak bisa berkembang. Setelah tahu hamil, anda harusnya menjaga pola makan yang benar, hingga bayi tidak kekurangan suplay nutrisi. Hal ini sering kali terjadi pada janin yang masih berusia beberapa minggu. Jadi kesalahan ini ada pada anda."
"Kirana dengar baik kata dokter, sepertinya kamu harus melupakan serta merelakan bayi itu pergi. Percayalah padaku, apapun yang aku lakukan semua demi kebaikan kamu. Kita masih punya kesempatan untuk memiliki banyak bayi lagi." Reyhan masih berusaha menghibur Kirana. Tapi hati wanita itu seolah sudah mengeras seperti batu.
Panggilan dengan Reyhan berakhir, Kirana menjatuhkan ponselnya ke pangkuan. Dokter memungutnya dan meletakkan diatas nakas.
Kirana meremas seprei, begitu mendengar penuturan dokter. Lagi-lagi Kirana menyalahkan Reyhan, yang sudah memaksa untuk transfusi darah. Andaikan waktu itu Reyhan memiliki sedikit saja empati pada dirinya yang tengah mengandung, pasti semua ini tidak akan terjadi
Kirana merebahkan dirinya di ranjang, memiringkan tubuhnya dengan kepala bertumpu pada telapak tangan, airmata tak mau berhenti menetes. Kirana terus meratapi nasib bayinya yang begitu malang.
'Aku tidak akan pernah memaafkan kamu lagi Rey. Jika selama ini aku bertahan penuh kesabaran untuk sebuah cinta darimu, tapi sekarang tidak lagi, mungkin melepaskan semuanya adalah jalan yang terbaik, aku lelah bertahan, jika hanya rasa sakit yang aku dapatkan.' batin Kirana.
Ruang perawatan mulai sepi, sepertinya telah terjadi pergantian shift bagi para dokter dan perawat. Kirana melepas selang infus yang ada di tangannya. Dia juga melepas melepas seragam pasien dan menyembunyikan di dalam nakas. Wanita itu ingin pergi jauh dari semuanya, dari Reyhan dan juga kenangan buruk.
Kirana berjalan mengendap-endap saat meninggalkan bangsal. Begitu tiba diluar rumah sakit Kirana lega, akhirnya rencananya untuk pergi berjalan tanpa hambatan.
Ketika berada di parkiran, tiba-tiba dua orang berseragam polisi mencekal pergelangan tangannya.
"Mau apa kalian?" Kirana terkejut karena tiba-tiba berurusan dengan polisi.
"Sebaiknya anda ikut kami, akan lebih baik kita bicarakan semuanya di kantor polisi," jawab seorang polisi yang tengah berusaha memborgol tangan Nayara. .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Mantuges Lily Wahyuni
knp nama Kirana berubah jadi Nayara di bagian paling akhir bab 5
2023-09-11
1
Rosy
ternyata Kirana tidak bisa membesarkan bayinya karena sudah keguguran ya..miris sekali nasib kamu Kirana ..
tapi kenapa ada polisi yg ingin menangkap Kirana .apakah ini semua juga ulah Clara dan Reyhan..benar2 kalian keterlaluan..😡
2023-01-12
0
Mayya Zaskia
entah kenapa semua seakan makin rumit bagi kirana,dia berjuang demi bayinya bahkan rela nyawanya jadi taruhan demi cintanya pada bayinya.
tapi semua tidak berjalan seperti ia inginkan.
kasihan sekali kamu kirana, tidak ada satupun orang atau sahabat tempat mu berbagi cerita hidupmu yg sangat sulit dimengerti.😭😭
2023-01-10
2