"Bagaimana keadaanmu Clara? Kau baik baik saja?"
"Cepat datang Rey, aku menunggumu." pinta Clara.
"Baiklah, tunggu aku Clara, aku akan datang kesana secepatnya." Reyhan segera mematikan panggilannya dengan Clara.
Dengan ekspresi gugup,Reyhan meninggalkan Kirana. Diabaikan wanita yang tengah duduk dengan tatapan kosong.
Reyhan mengambil kunci di atas nakas, lalu bergegas meninggalkan kamar menuju garasi, Rey mengeluarkan satu mobil, dengan buru-buru meninggalkan halaman dan meluncur ke jalanan hitam.
Kirana menatap kepergian Reyhan sambil memeluk bantal kecil, bantal yang ia jadikan teman dikala kesepian melanda.
'Rey, tak pernahkah kau rasakan cinta dan ketulusanku selama ini'
"Ahkkk sakit!" Kirana meremas perutnya yang tiba-tiba sakit luar biasa.
"Ini sakit, tolong!" Kirana merasakan sakit ditubuhnya yang semakin menjadi. Tubuh Kirana merosot di lantai dengan kepalanya bersandar di sofa.
Keringat dingin keluar dari sekujur tubuh, warna kulitnya semakin putih pucat, karena menahan sakit luar biasa.
'Rey, aku butuh kamu, seharusnya kamu tidak pergi.'
Hati Kirana semakin hancur setelah melihat lelaki yang dicintai dengan tulus pergi demi wanita lain. Sedangkan saat ini, dia dan bayinya lebih membutuhkan keberadaannya.
Susah payah Kirana merangkak menuju ranjang, mencari keberadaan obat yang baru saja dia dapat dari Dokter Pras.
Dengan tangan gemetar, Kirana mengeluarkan satu tablet pil dari botol kecil dan menelannya.
Pil yang diminum terasa masih nyangkut di kerongkongan, Kirana butuh air, tangannya meraba gelas di pinggir nakas, karena tidak hati-hati gelas yang diraihnya justru tergelincir dan pecah. " Pyaar."
"Kamu jahat padaku Rey! Sangat jahat! Salahkan jika aku mencintaimu dan menginginkan sedikit saja cinta darimu! Salahkah aku jika ingin bersama dengan orang yang aku sayangi."
Tubuh Kirana kembali merosot ke lantai, berusaha untuk menenangkan diri dengan mencoba memejamkan mata.
Lambat laun obat yang baru saja diminumnya menunjukkan reaksi, Kirana merasa sedikit tenang, sakit di perutnya berangsur hilang, berlahan kantuk kini mulai mendera.
Kirana terperanjat begitu ponselnya berdering, Kirana segera meraba raba ponselnya yang tak berhenti berbunyi.
"Kirana, apakah kau baik-baik saja!" tanya Rey.
"Aku baik Rey." Kirana senang Reyhan menelepon dan bertanya tentang keadaan dirinya. Sedikit saja perhatian dari Reyhan sudah mampu menghapus segala kesalahan lelaki itu.
"Kirana, apakah kau bisa datang ke rumah sakit X, aku sekarang ada disini. Kirana aku tunggu kedatangan mu secepatnya."
"Okey, Rey. Aku akan datang kesana."
"Hati-hati di jalan, sebentar lagi hujan."
"Iya Rey."
Tanpa tahu maksud yang jelas tujuan Reyhan memanggilnya, Kirana segera bergegas untuk datang memenuhi panggilan suaminya. Kirana berfikir pasti lelaki itu ingin memeriksakan kehamilannya.
Tak peduli kondisi alam sedang tak bersahabat, Kirana tetap keluar rumah melawan kencangnya angin yang bertiup berlawanan arah dan tujuannya
Kirana mendatangi angkot yang sedang mager. Karena hanya kendaraan itu satu-satunya yang dia lihat di dekat rumahnya.
"Pak antarkan saya ke rumah sakit X, aku harus cepat sampai di sana!"
"Tapi Neng, mendung dan anginnya terlihat mengerikan, Apa tidak sebaiknya tunggu selesai hujan." Sopir angkot menatap ke arah langit yang tampak makin gelap, cahaya kilat sesekali terlihat, dan suara guntur terus bersahutan.
"Pak, saya tidak mau suami saya kecewa karena menunggu lama, bagaimana kalau kita tetap berangkat sekarang dan bayarnya nanti aku lebihkan menjadi dua kali lipat." Kirana mencoba merayu sopir angkot, karena melihat Kirana yang pucat hati sopir angkot pun tersentuh.
Sayang sekali, angkot pun sepertinya sedang tak mau berkompromi, berulang kali Pak Sopir menghidupkan mesinnya, tapi tiada hasil, angkotnya lagi mogok.
"Maaf Neng. Sepertinya angkot saya mogok lagi. Maklum Neng, kendaraan sudah tua."
"Duh … ya sudah Pak, saya turun lagi aja, biar saya jalan kaki."
"Neng, maaf ya," ujar Pak Sopir minta maaf, dibalas anggukan oleh Kirana.
Kirana turun lagi, pikirannya terus tertuju pada Reyhan yang sedang menunggunya. Akhirnya Kirana memilih berjalan menyusuri trotoar yang kebetulan sedang sepi.
Kirana terus berjalan sambil memeluk perutnya, titik hujan mulai membasahi tubuh dan rambutnya. Kirana lupa tidak membawa jas hujan.
Kirana mempercepat langkahnya, melawan rasa takut pada kilat yang terus menyambar.
"Neng! Kok nggak bawa payung."
"Hujan kenapa nggak berteduh dulu."
Sesekali sapaan dari seseorang yang melihatnya terdengar di telinga Kirana, wanita itu hanya berusaha menguatkan hati dan tersenyum untuk membalas sapaan mereka.
Tiba di rumah sakit, Kirana segera menemui Reyhan yang nampak sudah menunggu.
"Rey!" Kirana tersenyum melihat Reyhan sendirian. Kirana yang nampak mengenakan mantel tipis, pemberian orang baik yang ditemui di jalan tadi, Kirana segera menghambur ke arah Reyhan.
Reyhan lega Kirana datang dengan cepat. Seorang suami itu mengabaikan istrinya yang tengah kedinginan hingga wajahnya putih memucat. "Tranfusikan darah untuk Clara, kebetulan darah kalian sama. Clara mengatakan kamu menikamnya dengan belati, apakah itu benar!!"
"Rey, jika kamu menyuruhku datang kesini untuk itu, maaf aku tidak bisa,"ujar Kirana.
"Kamu bisa!" Reyhan mencengkram bahu Kirana.
"Aku tidak bisa Rey, aku hamil."
"Aku tidak peduli, yang aku pedulikan adalah Clara, aku tidak mau terjadi apa apa dengan dia."
Kirana kembali merasakan kecewa, marah dan sedih, wajahnya yang sempat berbinar kini kembali meredup, ternyata Reyhan meminta dirinya datang hanya untuk mentranfusikan darah untuk kekasihnya.
"Kirana ingin pergi,mengabaikan Reyhan yang semakin buta karena cintanya pada Clara.
"Kirana! Kamu tidak bisa menolak, Kamu harus menolong Clara. Aku tahu semua ini kamu yang melakukan, Siapa lagi wanita yang menghalalkan segala cara, pasti kamu orangnya! Hanya kamu!" Reyhan kembali tersulut emosi. Jarinya telunjuknya menunjuk wajah Kirana berulang kali.
"Plak." Kirana menampar wajah Reyhan. pipi lelaki itu seketika memerah.
Reyhan mendorong tubuh Kirana hingga membentur dinding, Reyhan kembali mencekiknya, hingga Kirana kesusahan mengambil nafas. "Re-y, le-le-pas."
"Lakukan apa yang aku minta? Jika sampai terjadi hal buruk pada Clara! Aku akan membuatmu merasakan derita yang tiada akhir."
"Jangan harap aku melakukannya untuk Clara, aku tidak mau." Kirana menatap Reyhan tajam.
"Aku pastikan kamu akan tetap mentransfusikan darah untuk Clara, kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan yang kamu lakukan,"
"Rey aku tidak melakukan semuanya pada Clara!!" Kirana mencoba menjelaskan. Akan tetapi, Reyhan tak ada waktu untuk mendengarkan penjelasan Kirana.
"Hanya orang gila yang percaya!" Reyhan mengibaskan tangannya, tak mau tahu penjelasan Kirana, dia segera menemui Dokter yang ada di ruang transfusi.
"Dokter, orang yang akan mentransfusikan darah untuk kekasih saya sudah datang."
"Bagus, suster cepat lakukan proses transfusi darah!" Perintah Dokter pada suster.
"Niko, tolong selama proses transfusi, terus awasi dia," titah Rey pada asistennya.
"Baik Tuan," Niko mengangguk setuju.
Rey berjalan meninggalkan Kirana di ruang transfusi darah. Lelaki itu kembali menemui kekasihnya di bangsal.
Niko terus menatap Kirana, firasatnya merasakan kalau istri majikannya sedang dalam kondisi tidak baik.
"Uhuk, uhuk." Kirana terbatuk-batuk, Kirana menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ada darah di telapak tangan Kirana.
Niko terkejut melihat semuanya, rasa iba timbul di benaknya. "Nona Kirana, anda sepertinya sedang sakit, tidak baik anda melakukan semua ini."
Kinara melambaikan tangan, meminta Niko untuk tenang. "Tidak apa-apa Niko, aku akan baik-baik saja," ujar Kirana berusaha tegar.
"Tapi Nona, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Anda."
"Aku baik saja Niko, percayalah." Kirana menampilkan senyumnya, meski hanya kepahitan yang dia rasakan.
'Rey, mungkin ini yang kau inginkan, perlahan aku akan mati dalam penderitaan, sebentar lagi keinginan kamu menikahi Clara akan terkabul. Mungkin hidupku tak lama lagi, aku akan pergi bersama dengan bayi kita, dan kau akan bahagia bersama wanitamu.'
Usai pengambilan beberapa kantong darah, Kirana nampak semakin pucat. Kirana turun dari brankar dibantu oleh Niko.
"Niko, antarkan aku pada Clara."
"Baik Nona." Niko mengangguk setuju. Mereka berdua tiba di depan ruangan VVIP dimana Clara dirawat.
Reyhan terlihat duduk di kursi kecil di dekat Clara, satu tangan Reyhan menggenggam tangan Clara dan satu tangannya mengelus rambut wanita yang kini tengah terbaring lemah.
Kirana cemburu melihat adegan mesra suaminya dengan wanita lain. Alangkah senang hati Kirana andaikan Reyhan bersikap demikian lembut dengannya.
"Rey, aku ingin bicara empat mata dengan Clara sebentar," pinta Kirana.
"Apa yang kamu inginkan Kirana, belum cukup semua yang kamu lakukan padanya, hah?!" ujar Rey dengan rahang mengetat.
"Rey, aku bukan orang yang suka menyakiti wanita lemah," kata Kirana sambil melirik ke arah Clara yang nampak lunglai. "Jangan lupa dengan perjanjian kita Rey, bukankah kamu sudah setuju. Kamu harus menuruti apa yang aku inginkan."
Meski ragu, karena takut Kirana akan berbuat macam-macam pada Clara, namun akhirnya Lelaki itu setuju. Reyhan keluar meninggalkan Clara dan Kirana berdua.
"Tutup pintunya Rey," perintah Kirana yang akhirnya dituruti oleh Reyhan.
Kirana tersenyum smirk pada Clara. Wanita itu menatap dengan sedikit rasa takut, Clara takut Kirana akan nekat mencekiknya disaat ada selang infus menancap di tangannya.
"Kau menuduhku, aku yang telah menikammu?" Tanya Kirana pada Clara.
"Kau memang pelakunya," jawab Clara.
"Sudahlah Clara, berhenti dari semua drama ini, apa kamu tidak capek dengan terus bersandiwara di depan Reyhan, Aku sudah tahu kalau semua ini adalah bagian dari rencana kamu," kata Kirana sambil mengambil alih kursi yang diduduki Reyhan tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Mantuges Lily Wahyuni
sdh mulai paham.ceritanya sgt menarik
2023-09-11
1
NBF
Thor, mana Ada orang derma darah berkantong kantong, bisa kojol org.
2023-06-03
0
itanungcik
gergetan sama reyhan,bikin Reyhan menyesal thor
2023-02-04
2