Antara Cinta Dan Obsesi
Bab. 1
Mentari berpendar diatas cakrawala. Memancarkan sinarnya membawa panas yang hampir membakar kulit. Areta berjalan tergesa-gesa menyusuri trotoar sembari menempelkan ponsel ke telinga. Teriknya mentari tak ia hiraukan. Hatinya diliputi kegelisahan, cemas berbungkus ketakutan saat ini.
Sudah beberapa menit lalu Areta memesan taksi online. Tetapi taksi yang dipesannya belum juga tiba. Sampai membuatnya kesal. Areta terpaksa harus meninggalkan salon kecantikannya di tengah keadaan genting. Padahal pelanggan sedang banyak-banyaknya.
Telepon dari Wirda, ibu mertuanya, tidak bisa ia abaikan begitu saja. Pasalnya Wirda lah yang belakangan ini menjaga Rosa di rumah sakit. Beberapa saat lalu Wulan menghubunginya, memberitahukan soal kondisi Rosa yang mendadak memburuk. Membuat Areta panik, cemas, takut luar biasa.
Sembari menelepon Angga, suaminya, Areta berjalan tergesa-gesa keluar dari salon kecantikannya, menyusuri trotoar tanpa memusatkan perhatian. Alhasil beberapa kali tanpa sengaja ia menabrak orang.
Beberapa kali mencoba menghubungi, beberapa kali itu pula panggilan Areta tak terhubung. Nomor yang ia tuju sedang sibuk setiap kali ia menelepon. Membuat wanita cantik itu menggerutu kesal.
"Kenapa teleponku tidak di angkat sih? Apa yang dia lakukan sekarang?"
Piiip piiip piiip ...
Bunyi klakson saling bersahutan, jalanan sedang padat-padatnya. Volume kendaraan yang meningkat di jam-jam makan siang seperti ini sedikit mengakibatkan kemacetan.
Sesekali dengan wajah cemas Areta melirik arloji di pergelangan kirinya. Keringat mengucur deras di keningnya.
Piiip piiip piiip ...
Suara klakson Fortuner hitam mengagetkan Areta. Tanpa berpikir panjang lagi Areta langsung saja naik ke mobil itu. Areta mengira mobil itu adalah taksi online yang dipesannya melalui aplikasi.
"Ayo jalan, Pak." Areta berkata tanpa memperhatikan keadaan begitu mendaratkan pantat di jok penumpang.
Seorang pria dalam balutan jas berwarna hitam itu melirik Areta dari kaca spion di atas dashboard. Sejenak pria itu tertegun dengan dahi berkerut. Diperhatikannya wajah Areta dari kaca spion tersebut.
"Ayo Pak, buruan jalan. Saya harus cepat sampai." Areta mendesak si supir. Ia belum menyadari situasi. Ia masih mengira mobil yang dinaikinya adalah taksi online yang telah ia pesan. Dan pria berjas lengkap dengan dasi di balik kemudi itu adalah si supir taksi.
"Kita mau ke mana, Bu?"
"Rumah sakit Sinar Harapan. Ayo Pak, cepat. Saya diburu waktu nih Pak. Saya harus cepat sampai ke rumah sakit itu. Keadaan saya darurat. Tolong ya Pak?" Dengan raut cemasnya Areta memohon.
Si pria bersorot mata tajam di balik kemudi itu pun menyanggupi. "Baik, Bu. Saya pastikan Anda akan sampai dalam waktu sepuluh menit." Sembari melirik Areta dari kaca spion.
...
Sementara di lain tempat. Di sebuah gedung bertingkat, PT. Dreams Food.
Seorang wanita paruh baya nan cantik dan anggun tengah mondar-mandir gelisah. Sesekali ia melirik arloji di pergelangan tangannya.
"Gimana? Kamu sudah berhasil menghubungi Henry?" Wanita itu bertanya pada seorang pria yang berdiri di sebelahnya yang tampak sibuk dengan ponsel di tangannya sedari tadi.
"Belum, Bu Agatha. Tadi sempat tersambung, tapi Pak Henry tidak menjawab panggilan saya." Pria itu menyahuti.
"Terus sekarang gimana? Henry sudah mengangkat teleponnya?" Wanita paruh baya yang dipanggil Agatha mendesak. Sangat kentara cemas, terlihat dari raut wajahnya.
"Tidak, Bu. Handphone Pak Henry malah nonaktif kali ini."
"Aaah ... Sial! Ke mana saja sih anak itu? Apa dia lupa kalau hari ini adalah hari pertamanya memimpin perusahaan ini. Belum lagi, hari ini dia harus menghadiri pertemuan penting dengan kolega dari Jepang. Gimana sih anak itu? Ngapain saja dia semalam? Apa kamu tidak mengingatkan dia soal hari ini, Fabian? Kamu itu kan sekretarisnya, seharusnya kamu perhatikan dia dong." Agatha malah mengomeli pria itu, yang diketahui adalah sekretaris Henry, sang Presiden Direktur Dreams Food. Perusahaan yang bergerak di industri makanan cepat saji, instan, dan masih banyak lagi produk Dreams Food yang terbilang laris di pasaran.
"Sudah, Bu. Saya sudah mengingatkan Pak Henry. Bahkan saya sudah mengirim ulang via email jadwal beliau hari ini." Fabian, sekretaris Henry tak terima disalahkan atas kelalaian atasannya sendiri.
"Makanya, segera nikahkan Pak Henry. Biar dia tidak kelayapan setiap malam. Masa aku harus selalu mengurus dia seperti seorang anak kecil? Memangnya aku ini siapa? Baby sitternya yang harus dua puluh empat jam mengawasinya? Aku juga punya keluarga yang harus aku perhatikan." Fabian menggerutu dalam hatinya. Atasannya yang masih betah melajang itu terus saja merepotkannya dengan urusan-urusan pribadinya. Termasuk soal kebiasaan kelabing Henry. Tetapi untungnya, Henry tidak suka bermain perempuan.
...
Sementara di ruangan yang lain, di divisi pemasaran PT. Dreams Food. Di sudut ruangan itu Angga tengah menerima panggilan telepon.
"Maaf, Bu. Aku belum bisa ke rumah sakit. Masalahnya hari ini perusahaan kedatangan pimpinan baru. Aku sibuk sekali hari ini, Bu. Ibu tolong jaga Rosa dulu ya? Oh ya, apa Areta sudah sampai?" tanya Angga memelankan nada suaranya.
"Ya sudah, kerja yang rajin. Rosa biar Ibu yang jaga. Pokoknya tahun ini, kamu harus naik jabatan. Biar gaji kamu naik, agar kamu bisa membiayai pengobatan Rosa. Ibu kasihan melihat Rosa, semakin hari kondisinya semakin memprihatinkan. Penghasilan salon Areta juga tidak bisa diandalkan. Pokoknya tidak usah mencemaskan Rosa. Ada Ibu yang akan menjaganya. Kamu kerja saja yang rajin, biar cepat naik jabatan. Kalau perlu kamu cari muka sama atasan baru kamu itu. Biar dia simpati sama kamu."
"Iya, Bu. Doakan aku ya? Semoga saja tahun ini aku dipromosikan. Minimal jadi manajer pemasaran. Ya sudah, teleponnya aku tutup ya, Bu." Angga segera mengakhiri panggilan teleponnya.
Kemudian ikut bergabung bersama rekan-rekannya yang tengah bergosip tentang pimpinan baru mereka. Yang menurut kabar berembus, pimpinan mereka yang baru ini berhati dingin. Tidak segan-segan memecat jika karyawannya melakukan kesalahan. Tidak pandang bulu, tidak menyukai penjillat atau tukang cari muka, dan tidak mudah menaikkan jabatan bagi karyawan yang tidak berkompeten.
Untuk itulah, Angga tidak ingin melewatkan kesempatan ini untuk menunjukkan loyalitasnya dalam bekerja.
"Siap-siap saja kalian di pecat. Dengar-dengar Pak Henry akan mengevaluasi kembali kinerja semua karyawan. Karyawan yang tidak maksimal bekerja bakalan di depak. Jangan berharap ada yang akan naik jabatan selama Pak Henry yang memimpin perusahaan ini." Rekan Angga berkata. Terdengar seperti menakut-nakuti rekannya yang lain.
Angga menelan salivanya kasar mendengar perkataan rekannya. Dalam hati ia bertekad akan melakukan apa pun untuk bisa merebut hati pimpinan baru mereka ini.
Perlu di garis bawahi, apapun!
Apapun akan dilakukan Angga, asalkan ia bisa mendapatkan kenaikan jabatan. Jangankan cari muka, bahkan jika diminta menjilati sepatu pimpinan pun ia akan menyanggupi. Asalkan jabatannya naik. Yah, minimal jadi manajer.
Sudah bertahun-tahun Angga bekerja di perusahaan ini, tapi statusnya masih karyawan rendahan. Padahal ia sudah bekerja keras, bahkan ia termasuk salah satu karyawan yang rajin. Dan tidak pernah bolos kerja. Berdasarkan hal itulah, Angga merasa ia sangatlah pantas mendapatkan promosi.
...
Sementara di sisi lain. Fortuner hitam memasuki pelataran parkir. Lalu menepi tepat di depan pintu masuk rumah sakit.
Sebelum turun dari mobil itu, Areta merogoh tas. Mengambil selembar uang pecahan seratus ribuan. Yang ia sodorkan kepada si supir.
"Ini Pak, ongkosnya," kata Areta mengangsurkan lembaran uang tersebut.
Si supir pun menoleh. Tak terkejut disodorkan uang sebagai ongkos tumpangan. Justru Areta lah yang terkejut. Sebab si supir tampaknya bukan orang sembarangan. Sebab mana ada supir taksi mengenakan jas lengkap dengan dasinya. Belum lagi supir itu ternyata berparas tampan.
"Maaf? Bukankah ini taksi online yang saya pesan dari aplikasi?" Areta memastikan dengan kening berkerut. Kemudian menyapukan pandangannya menyisir setiap sudut interior mobil itu.
Si supir tersenyum simpul. Lalu kembali ke wajah datarnya begitu Areta menoleh kepadanya.
"Simpan saja uang Anda. Saya tidak membutuhkannya." Si supir berkata. Membuat Areta salah tingkah seketika, lalu menyimpan kembali uang itu ke dalam tas nya dengan ragu.
"Tapi, Anda sudah mengantar saya sampai tujuan. Saya tidak enak hati jika Anda ti_"
"Saya bukan supir taksi online. Anggap saja saya sedang berbaik hati hari ini, dan Anda sedang beruntung." Si supir tak tahan untuk tidak tersenyum. Ia menyunggingkan senyumnya menatap lekat sepasang mata teduh Areta. Yang membuat Areta meneguk ludah tanpa sadar. Senyum si supir itu sangat menawan, menunjang parasnya yang rupawan.
"Kalau begitu terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkan. Saya permisi." Bergegas Areta turun dari mobil itu. Lalu mengayunkan langkahnya cepat memasuki rumah sakit.
Sementara si supir, mengembangkan senyumnya sambil menatap punggung Areta sampai menghilang dari pandangan matanya.
"Areta Karenina. Kita bertemu lagi," ucap si supir tampan dengan sorot mata berbinar.
*
Hai Hai Hai ... 👋😊
Selamat datang di cerita receh terbaru author abal² ini. Mari kita berpetualang di dunia Henry dan Areta. Semoga kalian suka ya dengan ceritanya😊😊
Jangan lupa jejak-jejak cinta kalian Author tunggu.
Salam sayang😘
Author Kawe❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Wanda Harahap
jejak
2023-05-24
0
Ucy (ig. ucynovel)
awal yg keren thor, carmuk biar naik jabatan 😊
2023-04-16
3
Mama Una
Wah aroma2 pebinor nih Henry😄😄😅
2023-03-31
0