ACDO Bab. 2

Bab. 2

Mendorong daun pintu terbuka, Areta bergegas masuk. Dengan wajah cemasnya ia menghampiri Rosa yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan alat bantu pernapasan terpasang, menutupi mulut dan hidungnya.

"Tadi kondisinya sempat memburuk. Dia sesak napas. Jadi dokter memasangkan oksigen. Kamu kenapa bisa lama?" sembur Wirda setengah ketus.

Menarik bangku kecil mendekat, Areta lantas mendudukkan diri di sana. Diraihnya jemari mungil Rosa ke dalam genggamannya. Rosa baru berusia lima tahun, tetapi sudah di vonis dokter mengidap penyakit kelainan jantung bawaan. Penyakit yang dibawanya sejak lahir.

"Tadi di salon banyak pelanggan, Bu. Belum lagi taksi yang aku pesan online datangnya telat. Maaf sudah merepotkan Ibu," kata Areta tanpa melepaskan tatapannya dari wajah sang putri. Yang terlihat pucat dan semakin kurus.

Areta merasa miris, hatinya laksana teriris sembilu setiap kali melihat Rosa terbaring di ranjang rumah sakit seperti ini. Rosa sudah menjadi langganan rumah sakit sejak anak kecil itu menginjak usia dua tahun.

Selama ini Areta sudah bekerja keras siang dan malam demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk pengobatan Rosa yang selalu menelan biaya yang tak sedikit.

Demi mengupayakan pengobatan terbaik bagi Rosa, Areta rela memforsir dirinya sendiri bekerja sepanjang waktu. Bahkan tak jarang, jam tidurnya pun berkurang hanya demi si rupiah.

Angga Adinata, suaminya, hanyalah seorang karyawan rendahan sebuah perusahaan yang bergerak di industri makanan pun gajinya masih belum bisa diharapkan untuk membiayai perawatan terbaik untuk Rosa. Seringkali Areta mengajukan pinjaman ke bank setiap kali penyakit Rosa kambuh dan bertepatan ketika ia tak punya uang.

Namun meski begitu, Areta tidak pernah mengeluh. Ia bersabar mengahadapi ujian hidupnya. Ia tetap optimis dan tak pernah menyerah.

"Ibu sudah menghubungi Angga?" tanya Areta. Menoleh, melayangkan pandangan kepada Wirda yang duduk di sofa sudut ruangan.

"Sudah. Katanya hari ini dia sibuk. Kamu sebaiknya tidak usah mengganggu Angga. Biarkan dia bekerja. Masalah Rosa biar Ibu yang jaga. Kalian bekerja keraslah. Cari uang yang banyak untuk pengobatan Rosa. Biar Rosa cepat sembuh. Kasihan dia, Ibu tidak tega melihat Rosa dalam keadaan seperti itu."

Areta mengembuskan napasnya pelan. Bukannya Areta tidak menyukai Angga loyal terhadap pekerjaannya. Hanya saja, terkadang Angga malah lebih memprioritaskan karirnya ketimbang Rosa, putrinya. Setiap kali Areta membahas soal itu, Angga selalu saja berdalih jika semua itu dia lakukan demi Rosa. Demi mengupayakan pengobatan terbaik bagi Rosa. Walau tak jarang, Angga bahkan tidak sempat menjenguk Rosa di rumah sakit.

"Iya, Bu. Terimakasih atas perhatian dan bantuan Ibu," ucap Areta lesu. Selalu saja hal seperti ini terjadi. Karir lebih penting bagi Angga dibanding kesehatan sang putri.

...

Di lain tempat, di waktu yang sama.

Henry Adiswara, pria tampan rupawan yang ditunjang dengan postur gagah nan kekar itu melangkah panjang menuju ruangannya. Di belakangnya setengah berlari Fabian menyusul. Mensejajarkan diri begitu berada dekat dengan atasannya itu.

"Bu Agata marah besar, Pak. Pak Henry datang terlambat hari ini. Dan Pak Henry juga melewatkan acara penyambutan Bapak." Fabian berkata.

"Aku tahu. Untuk soal itu aku punya alasan."

"Macet?" Fabian menebak, mengangkat sebelah alisnya. Sebab tak jarang kata itu yang kerap menjadi alasan Henry. Bahkan ketika pria itu mengepalai sebuah kantor cabang di luar kota. Dan Fabian sudah bekerja dengannya bertahun-tahun lamanya.

"Lalu apa lagi?"

Fabian mengangguk. Sebuah alasan yang masuk akal. Sebab jika alasannya perempuan, justru itu yang tidak masuk akal. Karena Henry bukan tipe pria yang suka bermain perempuan. Walau pria itu suka mendatangi kelab-kelab malam.

Setahu Fabian, hanya ada satu wanita yang mengisi relung hati Henry. Seorang cinta lama yang belum bisa dilupakannya sampai detik ini. Pernah sekali tanpa sengaja Fabian melihat foto seorang perempuan cantik tersimpan di laci meja kerja Henry. Hanya sebuah foto lama. Terlihat dari seragam putih abu-abu yang dikenakan perempuan itu. Jadi Fabian berkesimpulan, bahwa perempuan itu kemungkinan adalah cinta pertama Henry. Namun masih senantiasa mengisi hatinya hingga kini.

Mungkin.

Sebab atasannya yang tampan itu masih betah melajang sampai hari ini. Padahal ada banyak perempuan cantik di luar sana mengantri untuknya. Namun pria yang satu itu tak pernah memperlihatkan ketertarikannya.

"Oh ya, Pak Henry ada pertemuan dengan klien dari Jepang satu jam lagi." Fabian mengingatkan.

"Aku tahu. Walaupun aku datang terlambat, apa pernah sekali pun aku melewatkan pertemuan penting, Fabian?" Henry melirik Fabian, menarik sudut bibir tipis. Lalu menghentikan langkah.

Di depan pintu ruangannya berdiri seorang pria. Yang menunggu gelisah kedatangannya. Tangan pria itu mendekap sebuah buket bunga mawar merah. Senyum pria itu terkembang begitu netranya menangkap dan mengenali sosok Henry.

"Selamat siang, Pak Henry. Saya Angga, Pak. Karyawan divisi pemasaran. Saya hanya ingin memberikan ucapan selamat datang untuk Pak Henry di kantor pusat." Angga berkata sembari menyodorkan buket bunga mawar merah itu kepada Henry. Yang diterima Henry dengan berkerut dahi.

"Maaf, Pak. Jangan salah paham dulu. Itu adalah bunga kesukaan istri saya." Angga memberi penjelasan agar tak mengundang salah asumsi. Karena buket bunga mawar merah biasnya sering diberikan oleh seorang pria kepada pujaan hatinya sebagai tanda cinta. Dan Angga tidak sedang jatuh cinta saat ini. Angga hanya meminta bantuan Areta, istrinya untuk membelikan buket bunga untuknya sebelum Areta berangkat ke salon. Tak disangka Areta malah memilih bunga kesukaannya.

Henry menaikkan sebelah alisnya. "Jadi kamu ngasih istri kamu buat saya?" kelakarnya.

Angga kalang kabut. Kebingungan sembari menggaruk tengkuk. "Bu-bukan begitu maksud saya, Pak. Saya ... Saya ..." Angga mencari-cari jawaban yang tepat untuk menanggapi candaan Henry. Agar jangan sampai menyinggung Henry.

Tak disangka, bukannya marah Henry malah tertawa melihat tingkah Angga. Angga pun ikut tertawa. Padahal ia bingung entah apa yang membuat Henry tertawa.

"Saya hanya bercanda." Henry berkata tiba-tiba.

Angga pun menghentikan tawanya seketika.

"Tapi jika seandainya saya meminta istri kamu, apa kamu mau ngasih istri kamu ke saya?" sambung Henry. Entah bercanda atau serius berkata demikian.

Angga pun kembali di buat kebingungan. Bola matanya berotasi liar, ia berada diantara kebingungan dan keraguan hati. Memberikan jawaban tidak, tapi ia kini sedang dalam misi mencari muka. Dan jika ia memberikan jawaban iya pun, apakah hal itu terdengar keji? Sebab terkesan seperti ia menjual istrinya sendiri.

Sedangkan Fabian hanya berkerut dahi mendengar kelakar atasannya yang terdengar aneh dan garing itu.

"Ya sudah. Kalau begitu saya masuk dulu. Tidak usah ditanggapi serius omongan saya. Saya hanya bercanda. By the way, terima kasih bunganya. Saya suka. Permisi!" Henry pun bergegas masuk setelah Fabian membukakan pintu untuknya.

"Terimakasih, Pak Henry." Angga meniupkan napasnya lega begitu Henry berlalu. Semula ia mengira Henry adalah tipe atasan yang arogan. Rupanya Henry tidak seperti kabar yang berembus, bersifat dingin dan angkuh. Namun ternyata Henry adalah orang yang supel, ramah, bahkan sopan meladeni karyawannya.

Baru saja Henry mendaratkan pantat di kursi kerjanya, pintu ruangan kembali di dorong terbuka oleh seseorang. Yang mengalihkan perhatian Henry seketika.

"Ya ampun, Henry. Kamu bikin Mama kesel dari tadi. Ke mana saja kamu, hah? Kok bisa di hari sepenting ini kamu malah datang terlambat, sayang." Agatha langsung mencerocos begitu memasuki ruangan. Seraya menghampiri Henry.

Henry menegakkan punggung. Lalu meraih buket bunga mawar merah di atas mejanya. Buket bunga itu ia berikan kepada Agatha.

"Ini buat Mama." Sembari mengulum senyumnya, Henry menyodorkan bunga itu.

Agatha memicing sebelum akhirnya menerima buket bunga tersebut. "Kok sempat-sempatnya kamu beli bunga buat Mama. Bunganya cantik lagi. Ini kamu sendiri yang pilihin buat Mama?" Kebawelan Agatha langsung menguap ketika menerima seikat bunga mawar merah kesukaannya. Jarang-jarang sang putra membelikannya bunga seperti ini, selain mendiang suaminya.

"Apa sih yang tidak buat Mama. Mama suka dengan bunganya?"

"Jelas suka dong. Selain almarhum papa kamu, Mama tidak pernah lagi menerima buket bunga mawar merah kesukaan Mama seperti ini. Oh ya, nanti malam kamu ada acara tidak?" Bukannya melanjutkan omelannya, gelagat Agatha malah terlihat mencurigakan kali ini.

"Kenapa memangnya?"

"Teman arisan Mama mengundang Mama makan malam di rumahnya."

"Terus?"

"Anaknya baru pulang dari Amerika. Dia baru menyelesaikan studinya di sana."

"Anak teman Mama itu perempuan atau laki-laki?"

"Perempuan sih ... Tapi_"

"Sorry, Ma. Aku tidak punya waktu malam ini. Aku sudah ada janji dengan teman." Henry langsung menyela ucapan Agatha. Karena ia tahu Agatha selalu saja mencari celah untuk menjodoh-jodohkannya. Dan Henry sungguh sangat tidak menyukai hal itu.

Agatha meniupkan napasnya kesal. "Ya sudah. Kalau begitu Mama ke salon dulu sama kakak kamu. Mama sudah janji soalnya. Oh ya, tapi jangan lupa ya, sejam dari sekarang kamu temui klien kita yang dari Jepang itu."

"Don't worry, Mom."

"Ya sudah, Mama pergi dulu." Agatha pun bergegas meninggalkan ruangan direktur.

Membuang napasnya lega, Henry menyandarkan punggung. Lantas merogoh ponsel dari kantong dibalik jasnya. Beberapa menit berselang, seulas senyum tipis terukir di wajah Henry. Sembari menatap sebuah foto lawas di layar ponselnya itu.

"Areta ..." Henry bergumam sambil tersenyum. Membuat Fabian yang berdiri di seberang meja berkerut dahi.

*

Terpopuler

Comments

Wanda Harahap

Wanda Harahap

Ketemu sama Mantan ya Hen😘😘

2023-05-24

2

Ucy (ig. ucynovel)

Ucy (ig. ucynovel)

weleh jgn ketus dong buk

2023-04-16

2

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

langsung like and favorit ❤️

2023-02-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!