Tears In Marriage

Tears In Marriage

Berita perjodohan

Alora hanya bisa terdiam ketika papanya baru saja menyampaikan berita yang membuatnya tidak  bisa berkutik sama sekali. Genggaman tangan mama membuat Alora semakin yakin jika ini adalah hal yang serius yang harus ia turuti. Tetapi menurut Alora hal ini sama sekali tidak masuk di akal. Bagaimana bisa papanya berniat untuk menjodhkannya di saat mereka tau jika Alora sudah memiliki kekasih. Alora bahkan sering membawa sang kekasih ke rumah dan bertemu keluarganya.

"Papa harap kamu mau menerimaya ya sayang.. Semua ini demi kebaikan kamu,"  tutur papa Alora dengan senyuman di wajahnya. Alora seketika menggelengkan kepalanya.

"Gak mungkin dong pah.. Aku udah punya Dimas. Gak mungkin aku ninggalin dia haya karena perjodohan gila ini. Lagian aku udah besar pa.. ma. Aku bisa nentuin calon suami aku sendiri. Udah jaman modren tapi kenapa kalian malah pemikiannya masih gak mdren sih? Aku gak mau dengan masalah ini lagi."

Alora sama sekali tidak berniat untuk menerima  tawaran perjodohan yang papanya buat. Ia segera bangkit dari duduknya dan hendak pergi meninggalkan ruang tamu. Tetapi baru beberapa langkah berjalan, Alora menghentikan langkahnya ketika papanya kembali bersuara.

"Besok kamu akan ketemuan sama calon suami mu. Kamu harus datang dan ketemu sama dia. Papa gak mau tau!" Perintah papanya. Alora kembali menatap kedua orang tuanya. Ia sangat ingin menolak perintah itu, tetapi ketika ia  melihat mamanya yang menggelengkan kepalanya, tanda bahwa Alora tidak boleh mengatakan apapun. Alora hanya bisa menahan kekesalannya dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Alora segera melepaskan seluruh kekesalannya dengan berteriak sekencang yang ia  bisa. Untung saja kamar Alora kedap  suara. Jadi tidak akan ada yang mendengarya jika ia berteriak seperti ini.

Alora bukan hanya berteriak, ia juga memberantakkann buku-buku bacannya yang tersusun rapi di rak. Napas Alora memburu. Ia sangat tidak terima dengan permintaan papanya itu. Tanpa ia sadari, air mata Alora sudah memasahi kedua pipinya. Dengan kasar Alora menghapus air matanya itu. Ia tidak mau terlihat terpuruk hanya karena masalah sepele seperti ini.

Satu jam berlalu, Alora sudah bisa menenangkan dirinya. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya sambil menatap langit-langit kamarnya. Alora hanya diam dan memikirkan apa yang akan ia lakukan kedepannya. Disela Alora memikirkan rencana, seseorang masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu kamarnya. Alora sangat tau itu siapa.

"Bisa gak sih ngetuk pintu dulu?!" Tanya Alora dengan sedikit bentakkan. Orang yang Alora bentak hanya bisa tertawa mendengar bentakkan dari adiknya itu.

Ia naik ke atas tempat tidur dan memeluk tubuh Alora. "Ada masalah apa lagi?" tanya pria itu.

"Papa lagi gak waras kayaknya. Masa dia mau jodohin gue... kenapa papa enggak jodohin lo aja. Umur lo kan udah pantas untuk berumah tangga," jelas Alora.

Pria yang ada di samping Alora tertawa mendengar perkataan adiknya ini. Umurnya memang sudah saatnya untuk berumah tangga. Tetapi dia masih belum bisa melakukan hal tersebut.

"Coba aja dulu. Mana tau dia ganteng."

Alora menatap saudaranya dengan tatapan tajamnya. "Lo tau sendiri gue udah punya Dimas, Bara.. Gak mungkin gue ninggalin dia gitu aja."

Pria yang bernama Bara itu menganggukkan kepalanya. Ia sebenarnya sudah sangat yakin hal ini akan terjadi kepada Alora. Sudah sangat jelas terlihat dari wajah kedua orang tuanya kalau mereka tidak terlalu suka dengan keberadaan Dimas di dekat Alora.

"Lo gak pernah sadar ya? mama sama papa itu enggak terlalu suka sama Dimas. Pegawai swasta.. enggak akan jadi kriteria calon menantu mereka," jelas Bara sambil menatap Alora lirih. Ia seperti Dejavu. Bara sangat mengerti mengapa kedua orang tua mereka melakukan hal ini. Ia sudah pernah memperkenalkan seorang wanita yang sangat ia cintai. Tetapi kedua orang tuanya itu menolak dengan mentah-mentah wanita yang ia kenalkan.

"Tapi... mereka menerima baik pas Dimas berkunjung ke rumah."

"Sama seperti lainnya, mereka hanya menganggap Dimas sebagai tamu enggak lebih."

Alora terdiam mendengar perkataan Bara. Semakin ia mendengar perkataan dari Bara, semakin yakin Alora bahwa ia akan segera menikah sesuai dengan pilihan orang tuanya.

Bara memiringkan badannya agar menatap wajah Alora dengan leluasa. Ia merapikan beberapa anak rambut Alora yang berantakan. Memberi senyuman terbaik untuk adiknya ini.

"Lo gak usah takut.. kalau Lo enggak suka sama dia, bilang aja langsung. Gue yakin mama sama papa akan mempertimbangkannya," tutur Bara untuk menenangkan Alora.

Bukannya tenang, Alora malah semakin takut. Ia takut kalau kedua orangtuanya tidak akan mendengarkannya. Alora sangat tau kisah percintaan Bara dan mantannya dulu. Wanita yang dulu sangat dengan dengan Alora, yang bahkan sudah Alora anggap sebagai kakak sendiri. Sekarang malah sudah memiliki keluarganya sendiri.

"Gimana kalau mereka tetap pada keputusannya?" tanya Alora.

"Lo bisa ketemuan sama pria itu. Minta untuk dia membatalkan perjodohannya. Gue yakin, dia memiliki harga diri yang kuat. Gak mungkin dia mau menikah sama wanita yang udah nolak dia," jawab Bara.

Alora tersenyum mendengar jawaban Bara. Apa yang dikatakan Bara ada benarnya. Alora akan mencoba cara itu.

"Makasih udah ngasih saran."

Alora menyenderkan kepalanya ke dada bidang Bara. Ia memeluk tubuh Bara dengan erat. Alora tidak pernah membayangkan bagaimana kehidupannya jika tidak ada Bara. Hanya Bara yang bisa menyelematkan dirinya.

"Gue akan ngelakuin hal apapun buat lo. Karena gue hanya punya lo dan lo hanya punya gue. Gue gak mau lo menghabiskan hidup lo dengan orang yang gak lo cintai," Balas Bara sambil mengelus lembut punggung Alora.

***

Alora menatap dirinya di depan cermin. Penampilannya yang rapih dan anggun membuatnya kembali tersenyum. Ia sangat suka tersenyum ketika melihat dirinya di depan cermin.

Alora berpenampilan menarik seperti ini bukan untuk bertemu dengan pria yang ingin dijodohkan dengannya. Ia ingin bertemu dengan Dimas. Ia sudah tidak keluar dari kamar sejak tadi pagi. Alora tidak mau kembali di ingatkan untuk bertemu dengan pria itu. Saat ini Alora sangat yakin mama dan papanya sudah pergi bekerja. Jadi tidak akan ada yang menyuruhnya untuk bertemu dengan pria itu.

Ia pun segera mengambil tas sandangnya dan berjalan keluar dari rumah. Alora kembali tersenyum ketika melihat rumah yang sudah sepi. Ia akhirnya bisa bernapas lega.

Alora mempercepat langkahnya menuju garasi untuk mengeluarkan mobil miliknya. Tetapi belum sampai ia menuju garasi, ia dapat melihat kedua bodyguard papanya sudah berdiri di hadapannya.

"Maaf non. Bapak nyuruh kami untuk mengantar non bertemu dengan calon suami non," tutur salah seorang bodyguard tersebut.

Alora mencoba untuk tersenyum agar kedua bodyguard papanya ini tidak curiga kepada dirinya.

"Gak usah pak. Bapak kasih aja alamat tempatnya, biar saya yang pergi sendiri ke sana," jawab Alora. Tentu saja dia tidak akan pergi ke sana.

"Maaf non.. bapak memerintahkan agar kami sendiri yang mengantar non ke sana. Mobil sudah siap di luar non, ayo berangkat sekarang."

Jika sudah seperti ini, Alora tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tidak mungkin lari karena ia sangat yakin kedua bodyguard ini akan langsung menangkapnya.

Alhasil Alora pun mengikuti keinginan kedua orangtuanya untuk pergi bertemua dengan pria itu. Alora merutuki dirinya. Kalau tau seperti ini, ia akan berpenampilan yang buruk agar pria itu tidak menyukainya.

***

Terpopuler

Comments

Hai kak, aku mampir, mari saling mendukung😊

Semangat💪🏻

2023-01-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!