Gara-Gara Sampah
"Katanya pecinta alam, ngeliat sampah di sampingnya aja langsung buta!" sindir seorang wanita di samping segerombol laki-laki yang berjumlah 4 orang.
Ayu Puspita Sari atau yang akrab dipanggil Ayu merupakan wanita cantik dengan gigi gingsul yang hobi mendaki.
Kali ini, dia dan komunitasnya tengah menikmati gunung Rinjani, Lombok.
Ke-empat laki-laki tadi yang merasa tengah disindir pun melirik sekilas ke arah Ayu yang tengah memunguti sampah.
"Kalo lo gak ikhlas mungutin tuh sampah, ya, gak usah! Daripada lo ngebacot, bukan jadi pahala malah dosa yang ada!" tegas salah satu dari mereka.
Mendengar ucapan itu, Ayu langsung memasukkan sampah ke dalam karungnya dengan kesal dan meletakkan tangannya di pinggang.
"Kalo semua manusia pikirannya kayak lo pada! Bisa-bisa nih kawasan gunung isinya sampah semua. Gosah sok ngaku pecinta alam, kalo ngerawat dan ngejaganya aja lo masih pada enggan!" omel Ayu dengan wajah kesal. Ia menjulurkan lidah ke arah mereka dan segera berjalan kembali ke tenda.
Dengan kaki yang tetap menghentak, Ayu akhirnya sampai di tempat kemah mereka. Dirinya menyerahkan karung berisi sampah miliknya ke ketua komunitas.
"Wih, Ayu. Kamu kayaknya berbakat jadi petugas keberhasihan, nih!" seru Kiki--ketua komunitas mereka.
Ayu yang tengah duduk di atas rumput dan melepaskan topi rimba dari kepala yang tertutup kerudung itu langsung mengibas-ngibaskan ke wajahnya agar merasakan angin.
"Gak Kak, bisa-bisa gue emosi mulu ntar ngeliat manusia-manusia yang gak peduli pada lingkungan!" keluh Ayu menatap tajam ke arah segerombol laki-laki tadi.
Kiki yang melihat Ayu tak biasanya seperti ini, langsung melihat ke arah mata Ayu menatap, "Kenapa sama mereka?" tanya Kiki yang masih berdiri di depan Ayu.
"Gak papa Kak," jawab Ayu memalingkan pandangan karena merasa bahwa aktivitas-nya diketahui oleh Kiki.
"Ayu, temenin aku ngambil air, yuk!" ajak Cahyani Ningsih yang tak lain adalah teman Ayu semenjak SMP.
"Buat apa?" tanya Kiki menatap dua jeregen putih yang dibawa Ningsih.
"Buat ngerebus mie nanti malam Kak, kita 'kan masih ada waktu 1 malam lagi buat nginep di sini," jelas Ningsih bertugas sebagai tukang masak.
Di dalam komunitas, mereka sebenarnya beranggotakan 20 orang atau bahkan lebih. Hanya saja, karena trip kali ini terlalu jauh.
Peserta yang ikut hanya 10 orang saja, banyak yang sibuk dengan kerjaan juga sekolahnya. Sedangkan, Ningsih dan Ayu mereka adalah mahasiswi baru.
"Yaudah, kalian hati-hati, ya. Apa perlu anak laki-laki ikut sama kalian buat jagain?" tanya Kiki menawarkan salah satu anggota.
"Gak usah, Kak," tolak Ayu seraya bangkit dari duduknya, "udah tau kok di mana tempat airnya." Ayu tersenyum ke arah Kiki dan dibalas anggukan juga senyum tipis dari Kiki.
"Uhuk!" batuk Ningsih yang dibuat-buat membuat Kiki dan Ayu tersadar.
"Kalian, hati-hati, ya," ucap Kiki menatap mereka berdua.
"Kalian atau cuma Ayu doang, Kak?" tanya Ningsih menaik-turunkan alisnya juga menyenggol bahu Ayu yang hampir terjatuh.
"Dih, lo apaan sih? Udah-udah, ayo!" ajak Ayu dan langsung menyeret Ningsih agar segera meninggalkan Kiki.
"Ayu, kamu tau gak sih kalo Kak Kiki itu ada perasaan ke kamu?" tanya Ningsih di tengah-tengah perjalanan mereka menuju tempat pengambilan air.
"Mana gue tau, 'kan gue gak punya mata natin atau apalah namanya untuk bisa mengetahui isi hati orang lain!" ketus Ayu yang sebenarnya muak dengan topik pembicaraan Ningsih yang itu-itu saja.
"Ya, santai aja kali Ayu. Lagian, ya, kalian itu cocok. Sama-sama tegas kalo di lapangan, sama-sama punya segudang prestasi juga," terang Ningsih yang memang mengetahui segala hal tentang Ayu. Sedangkan Kiki? Ningsih baru beberapa bulan ini tergabung di komunitas pendakian milik Kiki itu.
"Oh, ini si paling pencipta alam tadi," timpal seseorang dari belakang mereka saat Ayu dan Ningsih tengah mengisi air ke jeregen.
Mereka langsung melihat ke arah suara itu, terlihat ada 4 orang pemuda yang tengah membawa jeregen juga hanya mereka lebih besar dibanding milik Ayu dan Ningsih.
"Oh, iya, si paling tidak peduli alam," jawab Ayu santai dengan bersedekap dada.
Bukannya marah, Ayu malah menjawab ucapan orang tersebut dengan nada santai. Sedangkan Ningsih hanya diam karena tak paham dengan apa yang tengah terjadi.
Setelah menyunggingkan senyum dan pihak lawan tak menjawab kembali, Ayu memilih kembali mengisi jeregen dengan air.
"Cepetan Ningsih!" perintah Ayu yang melihat Ningsih tak kunjung kembali mengisi air.
"I-iya," gelagap Ningsih melempar senyum terlebih dahulu ke arah mereka baru ikut kembali mengisi air.
"Kayaknya, si paling pencinta alam ini udah lama suka mendaki. Berapa lama, sih? Sebulan, seminggu atau baru beberapa hari?" tanya salah seorang dari pemuda itu dengan nada mengejek.
Ayu dan Ningsih yang telah selesai menutup jeregen, Ayu mencoba sabar dengan tak mempedulikan ucapan mereka.
Menatap dengan menaikkan satu alisnya ke arah salah satu pemuda itu, Ayu mendekat ke arah mereka, "5 tahun!" terang Ayu dan langsung berjalan meninggalkan mereka juga Ningsih yang tentunya mengikuti dari belakang.
Mereka ber-empat yang mendengar ucapan Ayu membulatkan matanya, "5 tahun Tar," kata salah satu temannya dengan memukul bahu temannya itu.
Akhtar Zhafran adalah ketua dari geng yang beranggotakan 3 orang; Bambang, Ahmad dan Bayu.
Meskipun nama mereka tak terlalu hits seperti Akhtar. Namun, wajah mereka tak kalah tampan dengan wajah Akhtar.
Akhtar yang tak percaya dengan penuturan gadis tadi pun langsung berjalan ke arah sumber air, "Paling juga dia bohong, takut malu!" terang Akhtar yang sudah mulai mengisi air.
Ke-tiga temannya hanya mengangguk membenarkan.
Plak!
"Woy, masih aja ngeliatin mereka! Patah tuh ntar leher lu!" peringat Bambang dengan memukul bahu Bayu.
"Cantik, ya," kata Bayu mengedipkan mata ke Bambang.
"Dih ... jan, aneh lu, ye!" ujar Bambang yang berjalan ke arah Akhtar juga untuk mengisi jeregen mereka.
"Ayu!" panggil Ningsih yang masih berada di belakang Ayu. Namun, bukannya berhenti Ayu malah makin membesarkan langkahnya agar segera sampai ke tenda.
"Ayu!" teriak Ningsih dan membuat Ayu berhenti.
"Apa?" tanya Ayu menatap ke wajah Ningsih dengan berbalik.
"Tadi itu siapa?" tanya Ningsih yang penasaran.
"Gak tau aku, gak kenal. Tadi, seharusnya kamu kenalan aja sama mereka sono!" ketus Ayu dan kembali melangkah.
Ningsih hanya diam dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, mereka sampai di tenda dengan anggota yang lain tengah mengumpulkan ranting pohon.
"Akan ada api unggun Kak?" tanya Ayu dengan mata berbinar.
"Iya, Ayu. Doa aja semoga gak hujan 'kan malam ini malam terakhir kita. Lagian, setelah itu akan sibuk masing-masing dengan kegiatan. Kamu dan Ningsih juga akan mulai masuk kuliah," terang Kiki meletakkan ranting kayu yang di susun di tengah lingkaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Dian Citra Utami
lanjut kesini setelah mampir di Jodoh Titipan Tante 🥰
2023-07-03
0