Kegiatan selesai tepat jam 10 malam, semua orang kembali ke tenda masing-masing kecuali Ayu.
Dia keluar dari tenda setelah merasa semua orang terlelap tidur, ia duduk kembali di balok kayu tempat mereka berkumpul tadi.
"Mama ... Ayu rindu sama Mama, Mama kenapa sih gak bisa menyayangi Ayu? Kenapa Mama malah pergi dari Ayu? Ayu punya salah apa sama Mama, sih?" tanya Ayu menatap langit.
Dirinya membenamkan wajahnya di tumpukan tangan, dengan suara isak yang ditahan juga tubuh yang bergetar.
Usapan tangan di bahunya membuat Ayu kaget dan melihat ke arah belakang, ia segera menghapus jejak air matanya.
"Ayu ... kenapa? Rindu lagi sama Mama kamu?" tanya Kiki dan duduk di sebelah Ayu.
"Hehe, enggak kok Kak," jawab Ayu cepat seraya tersenyum dan menatap ke depan.
"Huh ... kalo mau ngibul itu liat-liat juga orangnya, masa sama saya yang udah kenal kamu lama masih mau ngibulin saya," cibir Kiki yang ikut menatap ke depan juga.
"Biasalah, Kak. Kayak Kakak gak tau aja saya gimana, hehehe."
"Yaudah, gak papa kalo emang rindu sama Mama kamu. Nangis aja, gak masalah. Ini 'kan udah hobi kamu kalau mau pulang dari kemah," jelas Kiki seraya tertawa.
"Hahaha, Ayu cengeng, ya, Kak?" tanya Ayu menatap ke arah Kiki.
Kiki tersenyum dan menggeleng dengan cepat, "Gak, Ayu. Kamu gak cengeng, semua orang punya titik lemahnya sendiri termasuk kamu," jelas Kiki dan membuat Ayu tersenyum mendengarnya.
Satu, dua, tiga.
"Tolong ...!" teriak seseorang yang membuat Ayu juga Kiki baru saja saling pandang tiga detik harus mencari arah suara itu.
"Kak, ada yang minta tolong," kata Ayu panik seraya berdiri dan juga Kiki. Mereka melihat ke arah hutan-hutan.
Saat suara yang minta tolong tadi mulai menghilang, seseorang datang menghampiri Ayu juga Kiki dengan napas yang terengeh-engeh.
"T-tolong!" pinta orang tersebut dengan lutut yang sudah ke tanah. Sepertinya, dia sudah sangat kecapean.
Ayu tanpa aba-aba langsung pergi ke arah lain untuk mengambil air minum, sedangkan orang tadi ditemani oleh Kiki.
"Nih, kamu minum dulu," perintah Ayu sambil memberikan cangkir.
Laki-laki itu langsung minum dan membuang-menarik napas perlahan. Ayu menautkan alisnya dan berdiri kembali.
"Kamu 'kan yang tadi sore. Ada apa?" tanya Ayu mengingat wajah orang itu.
"Iya, saya Ahmad. Temen saya ada yang badannya panas," jelasnya.
"Kalian sebenarnya tau apa-apa aja yang harus disiapkan ketika mau mendaki atau enggak, sih?" tanya Ayu muak dengan masalah mereka.
"Atau ... kalian hanya sekedar naik-naik aja?" sambung Ayu menaikkan satu alisnya.
Ahmad berdiri dengan cengengesan, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Hehe."
"Apa? Jadi benar?" tanya Ayu kesal dan membuang pandangannya.
"Sebenarnya, kita juga gak mau. Tapi, si Akhtar noh yang minta-minta buat mendaki. Gue juga udah bilang biar ikut ke rombongan aja. Tapi, dia nolak dengan alasan bisa tanpa ada rombongan begitu," ungkap Ahmad.
"Oh, jadi namanya Akhtar?" tanya Ayu baru tahu nama orang yang berdebat dengannya juga orang yang ia tolong.
Ahmad mengangguk, "Bantuin, ya," pinta Ahmad dengan wajah memelas.
Ayu membuang napas kasar dan melihat ke arah Kiki, Kiki mengangguk dan tersenyum, "Bantuin, Ayu," kata Kiki menyuruh wanita itu.
"Kalian ada apa sih? Kok ribut-ribut?" tanya Ningsih mengucek-ngucek mata berjalan ke arah mereka. Sesekali dia menguap dengan tangan yang menutup mulut.
"Eh, ada dia lagi?" sambung Ningsih menunjuk ke arah Ahmad. Sedangkan mereka bertiga menatap ke arah Ningsih.
"Kenapa? Beban tim kalian berulah lagi?" tanya Ningsih yang membuat Ayu menahan tawanya.
"Ningsih, kamu gak boleh gitu!" tegur Kiki dan membuat Ningsih cengengesan.
"Kalian jadi mau bantu atau enggak, sih? Jangan ngehina temen gue, kalo emang gak mau bantu biar gue cari bantuan ke tempat lain aja!" ketus Ahmad membalikkan tubuhnya.
"Sana cari kalo ada, palingan ketika lo datang ke tenda temen lo udah gak ada!" terang Ayu bersedekap dada.
Sedangkan Ahmad yang sudah melangkah menjauh, seketika berhenti dan kembali membalikkan badannya.
"Gue heran liat kalian, ya. Kalo butuh bantuan orang tuh kenapa mulutnya tuh pedes-pedes banget, sih? Kek lo pada gak butuh sama orang lain!" cerca Ayu yang tak habis pikir dengan mulut mereka.
"Udah-udah, Ayu. Lebih baik sekarang kita bantu aja mereka, kesian temennya nanti kenapa-kenapa," timpal Kiki menengahi agar Ayu tak kembali emosi.
"Ningsih, ambil kotak P3K dan pastikan ada ByeBye Fevernya," perintah Ayu.
Ningsih langsung kembali ke tenda sedangkan Ahmad hanya mengerutkan kening mendengar produk yang disebut Ayu tadi.
"Itu 'kan buat anak kecil," kata Ahmad.
"Bisa juga dewasa, biar panasnya cepat turun. Kalo kompres, gak ada yang mau jaga tuh orang. Kalian aja mungkin gak tau hidupkan api atau gak bawa gas gitu 'kan?"
Ahmad menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku ngambil senter dulu, ya," jelas Kiki dan pergi ke tendanya.
Ayu dan Ahmad tinggal berdua, mereka tak saling pandang karena Ayu masih fokus melihat rumput-rumput sedangkan Ahmad sesekali mencuri pandang ke arah Ayu.
"Yok!" ajak Kiki dan Ningsih yang datang secara bersamaan dengan membawa peralatan yang dipinta.
Mereka akhirnya berjalan menuju tenda Ahmad yang Ayu, Ningsih dan Kiki pun tak tahu di mana tempatnya.
"Kakinya sudah baikan?" tanya Kiki yang berjalan di belakang mereka semua.
"Sudah lebih baik, kok," jawab Ahmad yang berjalan di depan.
Inilah membuat pendaki wanita banyak kagum dengan Kiki, dirinya benar-benar seorang pemimpin yang bijaksana dan peduli dengan sesama.
Tak heran, jika Ayu betah menjadi bagian dari komunitas Kiki dari lama. Sekitar 15 menit berjalan, akhirnya mereka sampai di tenda milik Ahmad.
"Kalian kenapa pada keluar?" tanya Ahmad yang melihat dua temannya keluar.
"Bosen di dalam," jawab Bambang santai.
"Ya, ampun!" kata Ahmad menepuk jidat, "orang sakit bukannya ditemani malah ditinggalin!"
Ayu, Ningsih dan Kiki hanya melihat perdebatan mereka saja. Tak ada niatan untuk menyuruh mereka berhenti.
Hingga akhirnya salah satu dari mereka menatap ke arah Ayu yang masih setia berdiri dengan tangan memegang kotak P3K.
"Eh, ini 'kan yang tadi?" tanya Bayu menunjuk ke arah Ayu. Sedangkan Ayu hanya menampilkan wajah datar.
"Iya, dia mau bantuin cek si Akhtar noh!" jelas Ahmad.
"Yaudah, langsung aja. Kesian tuh orang dari tadi ngigo mulu!"
Bayu membuka sleting tenda, "Biarkan terbuka," jelas Ayu dan mulai membungkuk agar bisa masuk.
Untungnya, tenda mereka cukup tinggi untuk tubuhnya yang tinggi itu. Ayu bisa duduk dengan tegap.
Kiki ikut masuk ke dalam, jadilah 3 orang di dalam dengan keadaan Akhtar yang terbaring mata terpejam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Dian Citra Utami
Nyusain bener si Akhtar 🤭
2023-07-03
0