"Si paling pencinta alam lebih tepatnya," cibir Akhtar dengan suara pelan dan memalingkan wajah.
"Jangan gitu lo, ntar dia ngambek lagi siapa yang mau bantu lo? Kita ogah banget nemenin lo, mana banyak nyamuk lagi di sini!" keluh Ahmad sembari menggaruk lengannya bekas gigitan nyamuk.
Ningsih, Ayu dan Kiki sudah berkumpul kembali dengan mereka. Teman Akhtar tersenyum ke arah mereka kecuali laki-laki itu.
"Nih obat nyamuk, kalian oleskan ke tubuh biar jangan di gigit," kata Ningsih sambil memberikan bungkus kecil berwarna kuning yang bertuliskan 'Soffel'
"Terima kasih," ucap Bayu mengambil pemberian Ningsih dan membukanya lebih dulu. Kiki, Ayu dan Ningsih ikut jongkok.
Ayu langsung memegang kaki Akhtar, "Aw ... pelan-pelan dong! Lo gak tau sakit, apa?" tanya Akhtar dengan ngegas.
Tak ada tanggapan, Ayu membuka tutup botol minyak urutnya sedangkan Kiki mengarahkan senter ke kaki Akhtar agar Ayu bisa melihat tempat sakitnya.
"Woy, pelan-pelan!" teriak Akhtar yang ingin menarik kakinya dari genggaman Ayu.
"Ck! Padahal ini juga belum seberapa," gumam Ayu dan menekan lebih keras pergelangan Akhtar.
"Aaa ... sakit, woy!" teriak Akhtar lagi dan lagi. Setelah dirasa kaki laki-laki itu tak terlalu bengkak lagi.
Ayu menghempaskan kaki Akhtar dari tangannya, "Udah kelar, tuh!" tegasnya dan berdiri.
Akhtar yang mendengar kalimat itu langsung melihat ke pergelangan kakinya, ia menggerak-gerakan kakinya itu.
"Jangan malah lo tes dengan lompat, malah bisa patah tuh kaki!" ketus Ayu dan pergi lebih dulu dari tempat itu.
"Eh, belum dibilang makasih juga!" kata Ahmad yang melihat Ayu menjauh.
"Makasih, ya," ucap Bayu kepada Ningsih dan Kiki. Ningsih tersenyum ramah dan ikut berdiri.
"Makasih, ya, Bro!" tutur Bambang. Kiki mengangguk dan memilih berdiri.
"Kami duluan, ya," pamit Kiki dengan Ningsih berjalan lebih dulu.
"Sombong banget sih tuh cewek! Dia pikir gue butuh banget sama dia, apa?" tanya Akhtar dengan kesal.
"Iya, Tar. Lo emang butuh banget sama dia, kalo engga? Lo gak bisa pulang besok," cibir Ahmad mengingatkan Akhtar.
Mereka akhirnya berdiri dengan Akhtar yang masih harus di papah, Ahmad tidak ikut memapah tubuh Akhtar karena dia harus membawa air yang tadi sore mereka ambil.
Di tenda tim Ayu, dirinya sudah duduk melingkar dengan yang lainnya. Minyak tadi, ia masukkan ke dalam saku baju.
Di tengah surya yang tenggelam, Ayu menatap langit yang di penuhi dengan bintang-bintang. Suara senar gitar juga alunan lirik lagu tak lupa api unggun yang menghangatkan.
Ningsih dan Kiki baru saja bergabung dengan tim yang lainnya, Ningsih menyenggol lengan Ayu yang masih setia menatap langit.
"Kamu gak papa?" tanya Ningsih.
Ayu melihat ke arah Ningsih dengan menampilkan senyuman juga menggelngkan kepala, "Gak papa, kok."
Ningsih mengangguk, "Yang lain, ambil makanan dong! Masa, harus aku juga?" tanya Ningsih menatap teman lainnya.
Dua orang akhirnya pergi mengambil makanan juga minuman yang telah mereka masak.
Makanan juga minuman telah ada di hadapan mereka masing-masing, memang tak terlalu banyak. Namun, setidaknya hal seperti ini pasti akan sangat dirindukan.
Kiki berdiri dan menjadi pusat perhatian orang yang duduk sudah melingkar, "Selamat malam semuanya!" ucap Kiki dengan suara agak besar.
"Selamat malam!" jawab mereka serempak.
"Mungkin, malam ini adalah malam terakhir kita untuk berkumpul bersama. Saya, akan pindah ke luar negri karena suatu kerjaan. Juga, Ayu dan Ningsih yang akan mulai fokus ke kuliahnya," jelas Kiki mencoba tersenyum.
Deg ...!
Semua orang baru tahu bahwa Kiki akan pergi tugas ke luar negri, sebelumnya mereka mengira bahwa ini camp terakhir karena akan sibuk dengan kerjaan tapi masih di dalam negri.
"Saya harap, kita akan bertemu suatu hari nanti dengan; melingkari api unggun, kopi yang hanya setengah gelas, juga gorengan dari chef Ningsih kita. Entah nanti dengan status yang masih ada di bumi atau malah dengan status yang bukan single lagi. Namun, saya harap kita tetap menjadi keluarga nantinya," sambung Kiki dan memilih duduk kembali.
Hening. Tak ada yang bersuara setelah mendengar pemberitahuan mendadak seperti ini. Ayu yang sebenarnya pun tak ikhlas dengan apa yang terjadi.
Hanya bisa mencoba memahami, bahwa hidup bukan hanya tentang bersenang-senang. Ada saatnya kita harus fokus menata masa depan.
Prok-prok ...!
Suara tepuk tangan dari Ayu menggema, semua orang yang menunduk dan kalut dengan pikiran masing-masing menatap ke arahnya.
"Terima kasih Kak Kiki, kau adalah ketua tim yang tak akan dapat saya temui di mana pun lagi. Tanpa ilmu darimu, mungkin saya hanyalah manusia yang berpikir bahwa keindahan Tuhan hanya pantai saja. Hingga akhirnya, saya melihat keindahan yang luar biasa setiap dari ketinggian tertentu di gunung," ungkap Ayu menatap ke arah Kiki.
"Semoga sukses dan jangan lupakan kami semua," sambung Ayu dengan suara lirih dan menunduk kepala karena tak dapat menahan air mata.
Prok-prok
Suara tepukan tangan terdengar ramai di gendang telinga, Kiki tersenyum ke arah mereka semua sedangkan Ayu secepat mungkin menghapus air mata dan mendongak menampilkan senyuman.
Acara selanjutnya, mereka bernyanyi bersama. Tertawa juga bercanda. Moment seperti ini yang pastinya akan sulit dilupa.
Hingga akhirnya, Ayu dan Ningsih pamit lebih dulu karena harus mengerjakan kewajiban mereka.
Jika ada yang bertanya di mana salat? Ayu dan Ningsih salat beralaskan matras yang emang selalu dibawa ketika mendaki.
Entah itu untuk tempat duduk, atau pun seperti sekarang ini. Kiki katanya akan salat nanti, dia masih ingin melanjutkan lagu favoritnya itu katanya.
"Yu, kamu kenapa kesel banget sama tuh cowok tadi, sih? Gak biasanya kamu gitu, kamu kalo kesel paling marah bentar," kata Ningsih yang masih penasaran sembari melipat mukena.
Ayu membuang napas dan menatap Ningsih, dia menceritakan kejadian dari awal dirinya bertemu dengan Akhtar geng.
"Jadi, gitu ceritanya?" tanya Ningsih dan langsung diangguki oleh Ayu.
"Tapi, emang bener yang mereka bilang juga. Kamu 'kan emang si pencinta alam," sambung Ningsih yang masih mencari letak membuat kesal Ayu abadi.
"Nada mereka mengejek, Ningsih. Bukan membanggakan!" ketus Ayu kesal.
Melihat ekspresi Ayu yang berubah membuat Ningsih gelagapan, "Iya-iya, nada mereka mengejek," potong Ningsih cepat.
Setelah selesai merapikan alat salat, "Yuk, gabung ke mereka!" ajak Ningsih.
"Ayo!" Mereka berdiri setelah meletakkan alat salat ke tenda berjalan ke arah Kiki dan lainnya.
Ayu dan Ningsih duduk di tempat mereka tadi, Kiki melihat ke arah Ayu, "Oh, iya Ayu. Kamu jadi ngambil jurusan keperawatan?"
"Jadi, Kak. Ningsih juga jadi kuliner atau juru masak gitu," jelas Ayu sambil melihat ke arah Ningsih.
"Udah daftar?"
"Udah, Kak. Alhamdulillah."
"Semoga keterima, ya, di pendaftaran kedua ini."
"Aamiin, makasih Kak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments