Saat tengah fokus memeriksa Akhtar, tiba-tiba tangan laki-laki itu menggenggam tangan Ayu yang tengah berada di keningnya.
Dengan kasar Ayu melepaskan genggaman itu, "Dih, sakit masih bisa aja nih modus!" gerutu Ayu memilih pindah tempat.
"Ma ...."
"Mama ...."
Ayu dan Kiki saling pandang, "Dia manggil Mama dia, nih!" terang Ayu melihat ke arah teman-teman Akhtar yang berada di luar.
"Siapa yang masih punya batre handphone?" tanya Ahmad menatap temannya.
"Nih, gue ada," ujar Bambang menyerahkan handphone-nya ke Ahmad. Ahmad dengan lincah mencari kontak dengan nama, 'Tante Caca.'
Ayu masih sibuk mengobati meskipun agak susah karena kepala Akhtar berada jauh darinya, tak ingin terjadi hal yang sama seperti tadi.
"Ada apa Ahmad?" tanya Caca dari sambungan video call.
"Mmm ... Tante, Akhtar demam nih. Badannya panas," jelas Ahmad dengan sedikit takut.
"Kan! Udah Tante bilang juga kalian itu jangan sok mendaki sedangkan kalian gak paham tentang hal itu. Gak usah mau dicap keren kalo aslinya gak ada keren-kerennya!" omel Caca dari sebrang.
"Mana Akhtarnya?" tanya Caca. Ahmad memberikan handphone ke Kiki yang kebetulan melihat ke arah Ahmad.
Kiki mengambil handphone yang suaranya disengaja dibesarkan, Ayu tak menatap handphone ia masih fokus untuk memeriksa suhu tubuh Akhtar.
"Tar ...," lirih Caca memanggil nama anak sulungnya.
"Ahmad, tolong arahkan kameranya ke wajah yang rawat Akhtar dong," pinta Caca yang belum tahu bahwa yang memegang handphone bukan Ahmad lagi.
Kiki yang mengerti langsung mengarahkan ke Ayu yang masih fokus merawat, ia tersenyum tipis ke arah Caca.
"Hay, kamu cantik banget," puji Caca.
"Tante bisa aja, terima kasih. Tante juga," balas Ayu.
"Apa demamnya masih tinggi?"
"Tidak Tante, demamnya sudah menurun. Semoga saja dinginnya suasana shubuh nanti dia bisa tahan," jelas Ayu berusaha membuat Caca agar tak khawatir.
"Syukurlah kalau gitu, terima kasih ...," jeda Caca yang tak tahu nama Ayu.
"Ayu, Tante," timpal Ayu tersenyum ramah.
"Iya, Ayu."
"Dia sudah lumayan membaik, sebaiknya kalian sediakan air hangat berjaga-jaga kalau suasana shubuh tetap membuat dia kembali demam," jelas Ayu menatap ke arah Ahmad yang masih setia berada di depan pintu tenda.
Handphone yang masih tersambung tadi, diberikan Kiki kembali ke Ahmad. Ayu keluar dari tenda diikuti oleh Kiki.
Dilepaskan jaketnya, "Nih, pake!" perintah Kiki melihat Ayu yang sedikit kedinginan.
"Gak papa Kak," tolak Ayu.
"Kamu seharusnya pakai jaket tadi, baru bisa menolak jaket saya."
Mau tak mau, Ayu menurut. Dia mengambil jaket pemberian Kiki dan memakainya, "Kalau begitu, kami kembali ke tenda, ya," jelas Kiki.
Mereka bertiga mengangguk, "Terima kasih," jawab mereka serempak.
Ayu, Ningsih dan Kiki kembali ke tenda dengan jam yang sudah semakin larut.
"Dia baik, ya?" tanya Caca yang panggilan masih terhubung.
Ahmad yang baru sadar akan hal itu langsung kaget, "Eh, Tante masih ada? Kirain udah dimatiin tadi," ucap Ahmad menatap wajah Caca.
"Haha, kalian belum matikan. Oh, iya, Tante liat Akhtar sekali lagi, dong!"
"Baik Tante."
Mereka bertiga kembali masuk ke dalam tenda yang memang muat sampai 4 orang itu. Ayu memberikan selimut juga kain yang dipunya ke tubuh Akhtar.
Ahmad meletakkan punggung tangannya di kening Akhtar, "Udah gak sepanas tadi kok Tante."
"Anak itu dokter?"
"Gak tau Tante. Tapi, dia udah lama hobi mendaki."
"Bukan remahan kek kalian 'kan?" cibir Caca yang memang tak memberi izin keputusan mereka dari awal.
Ahmad, Bambang dan Bayu saling pandang menggaruk tengkuk yang tak gatal.
"Yaudah, kalian tidur aja. Besok jadi pulang 'kan?"
"Jadi kok, Tante."
"Yaudah kalau gitu. Tante matiin dulu, ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam Tante."
Panggilan terputus, Ahmad memberikan handphone kembali ke Bambang.
"Tar-tar, untung aja ada cewek baek kayak Ayu gitu. Kalo enggak, bisa-bisa pulang bawa mayat kami pada!" geram Ahmad merutuki keputusan Akhtar.
Plak!
Bambang menepuk lengan, "Nih orang kalo ngomong gak disaring dulu!"
"Emangnya apaan pake disaring segala?" tanya Ahmad mengusap lengannya yang dipukul Bambang.
"Gimana pun, dia temen kita woy!"
"Emang iya, siapa yang bilang kagak?" tanya Ahmad menaikkan alisnya.
Bambang mengusap kasar wajahnya, "Serah lu dah, gue mau tidur aja!" potong Bambang memilih merebahkan tubuhnya.
Bayu juga ikut melakukan hal yang sama dengan tangan di letakkan di keningnya, "Lah, pada tidur nih? Yaudah, gue ikutan deh!"
***
"Pantasan aja anaknya cakep, Mamanya juga gak kalah cakep ternyata, ya 'kan Ayu," puji Ningsih yang sempat melihat wajah Caca dari video call tadi.
Ayu tak menyahut, hanya tersenyum sambil fokus berjalan menuju tenda mereka kembali.
"Besok, kita turun jam berapa Kak?" tanya Ayu melirik sekilas ke arah belakang.
"Mm ... jam 4 juga boleh."
Setelah sampai di tenda, Ayu melepaskan jaket punya Kiki tadi, "Makasih, Kak."
Kiki mengangguk, "Sama-sama, udah sana masuk. Tidur!"
Ayu meletakkan tangannya di pelipis seolah tengah hormat, "Siap!" Dirinya langsung masuk ke dalam tenda yang sudah ada Ningsih di dalamnya.
Ningsih mengeluh mengantuk dan memutuskan untuk duluan masuk ke dalam. Ayu ikut berbaring dengan tubuh ditutupi selimut.
"Ayu, menurut kamu. Ini semua tidak sengaja atau emang Allah udah takdirkan kamu sama tuh cowok?" tanya Ningsih dengan mata yang terbuka dan menatap Ayu yang terpejam.
"Gak sengaja," jawab Ayu singkat dengan suara serak.
"Masa, sih? Bukannya segala sesuatu itu atas takdir Allah, ya? Termasuk jatuhnya daun dari ranting ke tanah?" tanya Ningsih menatap Ayu dengan tubuh dan bertumpu siku.
Satu, dua, tiga detik berlalu. Tak ada lagi sahutan dari bibir Ayu, malah terdengar dengkuran halus dari bibir tipis itu.
Ningsih berdecak sebal, "Orang masih mau cerita juga, dasar kebo!" gerutu Ningsih dan ikut merebahkan tubuh di samping Ayu dan mulai masuk ke dalam mimpi.
Tanpa Ningsih sadari, dari mata Ayu mengeluarkan air mata. Ayu memunggungi Ningsih dan mengusap matanya.
'Ma ... apakah Mama pernah khawatir juga sama kayak Mama cowok tadi?'
'Apa Mama gak pernah takut kalo di tengah-tengah pendakian Ayu kenapa-kenapa?'
Dirinya menarik napas dalam dan perlahan membuangnya, ia tak ingin harus terlalu meratapi kehidupan apalagi jika nangis sampai sesegukan.
Bisa-bisa, Ningsih nanti tahu jika ia menangis. Dirinya tak ingin hal tersebut sampai terjadi, Ayu kembali memejamkan mata dan mercoba masuk ke dalam mimpinya.
"Eughh ...." Suara lenguhan keluar dari bibir Akhtar. Dirinya melihat ke arah samping yang sudah ada Ahmad dengan mata terpejam.
Dirinya merasa jika ada yang tertempel di kening, "Dih, paan ini? Kek anak kecil aja!" ucap Akhtar mengambil benda tersebut dari kening dan menjauhkannya dari dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments