Pasutri Gak Jelas
Terlihat seorang pria sedang mengendap-endap di Koridor sekolah itu. Matanya dengan jeli memperhatikan sekitar mengawasi, Ia sedang tidak mau bertemu dengan seseorang yang menurutnya sangat menakutkan.
"Tumben gak ada di sini, baguslah jadi hari ini gak dipalak hehe," gumamnya sambil bernafas lega.
Tetapi baru saja akan berbelok, tubuhnya tersentak mendengar teriakan melengking yang memanggil namanya. Terlihat tiga orang siswi itu mendekatinya dengan seringai lebar. Saat itu juga si pria merasa tidak aman.
"Baru datang lo? Tumben agak siang, biasanya kan suka jadi anak teladan," ucap Reva yang merangkul bahunya.
"Jangan pegang-pegang, bukan muhrim!" ketus Rafael.
Dua teman si perempuan langsung bersorak mensengar itu, sedangkan Reva malah terkekeh kecil karena rasanya menyenangkan saja menggoda pria yang lumayan kemanyu itu. Ia tidak tersinggung ditolak berkali-kali, malah membuatnya semakin bersemangat.
"Galak banget, lagi PMS ya?" tanya Reva.
Rafael menatap perempuan di sebelahnya sinis, "Enak aja, aku laki-laki."
"Masa sih? Coba sini lihat, gue perlu bukti biar percaya."
Merasa Reva yang mulai menyentuh-nyentuh badannya, membuat Rafael panik dan mencoba mengelak. Tetapi memang dasar Reva yang jahil, malah semakin berani dan kini sudah memegang sabuk yang terpasang di celananya.
"Heh Reva, kamu mau ngapain?!" teriak Rafael panik.
"Ayolah, kan aku mau mastiin."
"Mastiin apaan sih?"
"Katanya kamu cowok, tapi kita gak percaya."
"Aku ini emang cowok!" jawab Rafael keras.
Tetapi ketegasan nya yang terasa tidak cocok padanya itu malah membuat tiga perempuan itu tertawa merasa lucu sendiri. Rafael menunduk malu, memang Ia juga merasa tidak bisa bersikap tegas seperti lelaki lainnya.
"Kalau gak mau kita pelorotin celananya, kasih kita uang jajan lo," pinta Reva.
Dua orang itu saling bertarapan dengan jarak yang dekat. Reva terlihat lebih dominan karena memojokan Rafael di dinding, sebelah tangannya pun di sisi kepala Rafael seolah tidak akan membiarkannya kabur.
"Reva, kamu ini nakal banget. Mau aku laporin ke guru BK?"
"Oh mulai berani lo?"
"E-enggak jadi," jawab Rafael ciut sendiri, "Tapi kamu ini suka banget ambil uang orang."
"Enggak kok, gak sering juga," bela Reva dengan ekspresi tidak meyakinkan.
"Bohong, aku sering tuh lihat kamu ambil uang siswi lain. Padahal kamu juga setiap pagi selalu ambil uang jajan aku, emangnya belum cukup?"
Reva dengan santainya malah merapihkan rambut Rafael, "Belum lah, kan buat pesta."
"Hah pesta apa?"
"Penasaran ya? Lo mau ikut gak ke pesta kita?"
Rafael langsung menggeleng, entah kenapa perasaannya tidak enak mengenai pesta yang sering di lakukan Reva si cewek bar-bar itu. Dengan terpaksa, Rafael pun mengeluarkan selembar uang berwarna biru nya dari saku jasnya.
"Tumben bekal lo cuma goceng," celetuk teman Reva dengan rambut sebahu nya.
"Iya, biasanya suka seratus ribu," ucap Reva setuju, "Atau jangan-jangan lo sembunyiin setengahnya lagi ya?" tuduh nya.
"E-enggak kok, beneran uang jajan yang dikasih Bunda cuma segitu."
Reva dan teman-temannya lagi-lagi tertawa mendengar Rafael yang memanggil sebutan itu pada orang tuanya. Dari sana saja sudah bisa menyimpulkan jika Rafael itu memang anak manja dan Mommy sekali.
"Ya udah deh gak papa segini juga, tapi awas aja ya kalau beneran nyembunyiin," desis Reva galak.
"Iya enggak kok Reva."
Sebelum pergi, seperti biasa Reva selalu mengusap kasar puncak kepala Rafael dengan ekspresi gemasnya. Setelah ketiga perempuan itu pergi, Rafael langsung menghela nafas lega. Ia selalu berdebar kalau sudah berhadapan dengan mereka.
"Huh dasar cewek-cewek gila!" kesal Rafael.
Rafael merapihkan rambutnya terlebih dahulu, Ia sampai membawa cermin kecilnya yang ada di tas. Ada beberapa murid yang memperhatikannya sambil menahan tawa, tapi tidak Rafael acuhkan dan bersikap tidak peduli.
Baru saja memasuki kelasnya, langkah Rafael terhenti saat melihat seseorang. Di kelas itu memang banyak orang, tapi di matanya hanya satu yang paling menarik perhatian. Seorang perempuan cantik yang sedang mencatat di bor depak kelas.
"Hay Rafael, selamat pagi," sapanya ramah.
Rafael bisa merasakan detak jantungnya yang menjadi cepat melihat senyuman manis itu. Dengan pelan Ia pun mendekat sambil tersenyum malu-malu. Pasti telinganya memerah sekarang, Ia sedang gugup.
"I-iya selamat pagi juga Dinda," balasnya.
"Gimana semalam, kamu tidur nyenyak?"
"Iya, kalau kamu?"
"Aku juga, oh iya kamu sudah sarapan belum?"
"Sudah kok, aku sekarang gak suka lupa karena kamu setiap pagi selalu tanyain ke aku di sekolah," jawab Rafael.
Dinda lalu mengacungkan jempol tangannya, "Bagus dong, pokoknya jangan sampai ninggalin sarapan ya."
"Iya, kamu juga."
"Pasti."
"Tadi kamu gak ketemu sama mereka, kan?" tanya Dinda.
Mereka di sini sudah pasti Reva and the geng. Mereka memang terkenal di sekolah ini, mungkin sudah banyak juga korbannya. Rafael juga sering cerita pada Dinda jika dirinya sering dipalak oleh Reva.
"Tadi aku ketemu mereka," ungkap Rafael.
"Terus? Jangan bilang uang jajan kamu diambil lagi?"
"Iya, uang jajan aku emang di ambil."
Dinda menutup mulutnya dengan telapak tangan, terlihat sekali raut khawatir di wajahnya, "Ya ampun, terus apa kamu di apa-apa in sama mereka?"
Masa saja Rafael cerita jika dirinya pun hampir di lecehkan Reva, cerita ini pasti akan sangat memalukan dan melukai harga dirinya yang seorang lelaki. Rafae pun memilih merahasiakan itu dan menjawab tidak apa.
"Terus nanti kamu gimana dong kalau siang lapar?" tanya Dinda.
"Tenang aja, uang jajan aku masih ada kok."
"Loh tadi kata kamu, uangnya.."
Rafael lalu mengeluarkan selembar uang berwarna biru dari saku celananya, menunjukannya dengan gembira pada Dinda. Ia memang sengaja menyembunyikannya sebagian, tidak mau diambil Reva semua.
"Ya ampun, aku kira Reva ambil semua."
"Iya aku bohong kalau Bunda cuma ngasih bekal segitu, padahal setengagnya lagi aku sembunyiin hehe."
Dinda lalu menepuk-nepuk pelan puncak kepala Rafael, membuat pria itu terdiam dengan detak jantungnya yang semakin cepat. Pandangan mereka pun bertemu, membuat pria itu semakin gugup.
"Kamu emang pinter ya Rafael, aku ikut seneng deh, " ucap Dinda.
"I-iya, ini juga kan berkat saran dari Dinda."
"Bagus karena ternyata rencananya berhasil, pokoknya kamu jangan terlalu terlihat bodoh di depan Reva. Mengerti?"
"Iya."
Tidak lama, bel masuk pun berbunyi. Rafael segera duduk di bangku bagian depan, berdekatan dengan meja guru. Katanya orang yang duduk di sana adalah murid yang pintar dan rajin, dan memang benar sih Rafael termasuk orang terpintar di angkatannya.
"Selamat pagi semuanya, gimana kabar kalian?" tanya seorang guru yang baru masuk kelas.
"Baik Bu."
"Kalian gak lupa kan minggu lalu Ibu ngasih tugas? Nah ayo kumpulkan, awas saja ya ada yang gak ngerjain!"
***
Jangan lupa mampir ke novel baru saya berjudul "Si Manja Milik Tuan Muda" Pastinya ceritanya gak kalah seru loh 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
OMG Reva..Apa saat waktu ini mereka udah nikah blom,?? baca di sinopsisnya kayak udah ya,aku jd greger nih dgn kejailannya Reva ke paksu 🤣🤣😜
2023-05-23
0