Rafael baru selesai mandi, merasa lebih segar dan rileks. Ia lalu melihat ponselnya yang berdering, membuatnya langsung mengangkat. Itu adalah panggilan dari Dinda.
"Hallo Dinda, apa kamu sudah mau otw ke sini?" tanyanya semangat.
["Bukan, kayanya aku gak bakal jadi ngerjain di apartemen kamu deh."]
"Loh kenapa?"
["Ban mobil aku empat-empatnya bocor, aneh banget gak sih?"]
"Ya ampun, terus kamu sekarang dimana?"
["Aku kan baru ada bimbingan belajar tadi di kelas, jadi baru mau pulang."]
"Terus kalau mobilnya mogok, kamu pulang naik apa dong? Atau mau aku anter?"
["Enggak usah, aku sudah nelpon supir rumah buat jemput."]
"Oh gitu ya, padahal tadinya kalau gak ada kendaraan. Aku siap kok jemput kamu hehe."
["Gak perlu, nanti malah repotin kamu lagi."]
"Enggak kok, Dinda gak pernah repotin aku." Di dalam hati Rafael membatin, malahan Ia senang bisa direpoti perempuan manis itu.
Saat panggilan berakhir, Rafael menyimpan kembali ponselnya di meja. Ia berbalik untuk membawa bajunya di lemari, tapi Rafael malah menjerit dan langsung menutupi bagian atasnya melihat Reva berada di ambang pintu kamarnya.
"Ih Reva ngagetin aja, aku kira hantu," kesal Rafael.
Reva hanya memutar bola mata malas melihat reaksi pria itu yang terlalu berlebihan, "Mana ada hantu cakep seksi begini," dengus nya.
"Ya ada aja mungkin."
Reva malah masuk ke kamarnya, membuat Rafael bersiaga dan hati-hati. Melihat itu, membuat Reva kesal sendiri. Dirinya sudah seperti penjahat saja yang akan melecehkan Rafael.
"Reva mau apa? Kenapa ke kamar aku?"
"Mau ngasih tahu sesuatu, malam ini Papa ajak makan malam di rumahnya."
"Papa kamu sudah pulang dari luar kota?"
"Iya udah, tadi."
"Ya sudah, kita siap-siap."
"Tadi gue gak sengaja denger obrolan lo, lagi telponan sama si centil ya?"
"Hah centil itu siapa?"
"Si Dinda lah, yang tadi siang ribut sama gue."
"Oh Dinda, iya. Kenapa?"
"Lo ajak dia ke apartemen?"
Rafael mengangguk pelan, "Iya, kita mau ngerjain tugas bareng."
Tatapan Reva memicing tidak suka mendengar itu, "Kok lo ajak dia ke sini sih? Bodoh ya!"
"Emangnya kenapa? " tanya Rafael polos.
"Gue kan tinggal di sini juga. Kalau si centil datang, gimana kalau ketahuan?"
"Ya sudah, nanti pas Dinda datang kamu keluar aja."
"Apa?!"
"Iya Reva main di luar aja, jangan dulu pulang kalau bisa. Aman kan?"
Melihat senyuman polos tanpa berdosa itu, membuat Reva semakin kesal. Selain itu Rafael mengatakannya tanpa beban. Reva jadi bingung apa pria ini terlalu polos atau bodoh. Kalau bodoh sepertinya tidak, Rafael kan selalu juara umum.
"Gak mau, masa gue yang harus ngalah sih?!" ketus Reva, "Pokoknya si centil jangan masuk ke wilayah gue, gak rela!"
"Reva jangan gitu dong, Dinda kan temen aku juga."
"Pokoknya enggak!" tegas Reva.
Rafael dan Reva saling bertatapan dengan tajam satu-sama lain, mereka tentu tidak mau kalah dan saling meninggikan ego masing-masing. Padahal hanya masalah kecil, tapi selalu saja dibuat besar.
"Lo lagi di rumah gini aja berani, kenapa di sekolah culun banget hah?" tanya Reva sinis.
"Aku gak culun, biasa aja," timpal Rafael.
"Lo itu culun, gak punya banyak temen."
"Punya kok, kata siapa? Reva aja yang gak suka lihat."
"Iya, tapi kebanyakannya cewek. Aneh lo ngumpulnya sama cewek-cewek, bencong ya?"
Merasa perkataan perempuan itu semakin menyebalkan, membuat Rafael repleks menyentil bibir Reva. Perempuan itu langsung mengaduh sambil menutup bibirnya dengan tangan.
"Reva ih kalau ngomong suka seenaknya, dosa tahu!"
"Emang bener kok!"
"Reva jangan gitu sama suami, mau aku laporin ke Papa?"
Melihat perempuan di depannya yang langsung terdiam, membuat Rafael kali ini merasa menang. Ia tahu istri nakalnya itu selalu takut pada Papa nya, jadi jika sudah keterlaluan maka cara satu-satunya dengan ancaman itu.
"Ck nyebelin lo!" dengus Reva.
"Sudah mending Reva siap-siap aja sana."
"Mau kemana?"
"Loh tadi kamu bilang Papa ajak makan malam."
"Oh kirain gue di suruh pergi, soalnya kan si centil mau datang."
"Dia gak jadi datang, katanya ban mobilnya tiba-tiba kempes."
Tanpa Rafael sadari, terlihat Reva yang menyeringai kecil. Tentu Ia tahu, karena itu ulahnya dengan teman-temannya. Sebelum pulang tadi, Reva sempat mengajak dua temannya mengerjai mobil milik Dinda. Salah sendiri sudah mencari gara-gara dengannya.
"Ya sudah deh bagus."
"Ayo sebentar lagi kita berangkat, takut terlalu telat."
"Iya bentar gue ganti baju dulu."
Rafael tidak harus menunggu Reva lama, karena perempuan itu tidak suka berdandan dan lebih suka dengan wajah naturalnya. Anehnya hanya memakai lip tin saja, Reva tetap cantik.
"Loh kok masuk ke sini?" tanya Rafael bingung melihat Reva duduk di kursi sebelahnya.
"Masa kita pergi beda mobil sih, yang ada nanti Papa curiga," jawab Reva.
"Iya juga, ya sudah deh."
Mereka memang memiliki mobil pribadi masing-masing, jadi ke mana-mana pun bebas tanpa harus berebut. Tetapi jika akan berkunjung ke keluarga, keduanya terpaksa semobil. Takutnya membuat kedua orang tua curiga, menganggap keduanya tidak akur.
"Oh iya hampir lupa, tadi siang kenapa lo cuma nonton aja lihatin gue sama si Dinda adu mulut?" tanya Reva.
"Habisnya aku bingung harus gimana, kalian sama-sama emosi dan gak mau ngalah."
"Dia sih nyebelin banget ledekin gue."
"Tapi Reva juga kan yang ledekin Dinda, makanya dibalas."
"Kok lo malah belain dia sih?!" tanya Reva tersinggung.
"Bukan gitu, tapi kayanya Dinda juga kebawa emosi. Makanya lain kali itu Reva harus sabar, jangan mudah marah," nasihat Rafael.
Reva hanya mendengus kasar sambil cemberut di tempat duduknya. Memang sih ada benarnya, tapi kan Reva buka tipe orang yang sabar. Berbeda dengan Rafael itu yang selalu lemah lembut, sifat mereka sangat berkebalikan.
"Kayanya si Dinda itu sering deketin lo ya?" tuduh Reva, "Jangan-jangan dia suka lagi sama lo?"
Bukannya membantah, Reva malah melihat Rafael yang tersenyum-senyum sendiri. Melihat itu anehnya membuatnya emosi sendiri, jangan bilang Rafael kesenangan lagi? Karena kesal, Reva pun memukul belakang kepala Rafael. Saat pria itu menatapnya nya nyalang, Ia langsung mengalihkan pandangan keluar kaca.
"Reva gak sopan ih sama suami!" tegur Rafael.
Reva malah mencebikkan bibirnya mengolok-olok kata-kata Rafael tadi. Salah pria itu sendiri yang menyebalkan, sudah tahu dirinya mudah emosi. Tetapi walau begitu, Rafael tidak pernah marah atau membalasnya.
"Untung aja aku suami yang sabar, " gunam Rafael sambil merapihkan rambutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments