"Bagus Rafael, kamu memang mudah mengerti pelajaran ya," ucap si guru bangga.
"Makasih Bu." Rafael pun kembali duduk di bangkunya paling depan.
"Untuk kalian yang belum ngerti, nanti bisa tanyain ke Rafael ya. Jangan lupa tugasnya di kerjain, lusa ada pelajaran Ibu lagi, kan?"
"Iya Bu."
Para murid langsung bernafas lega karena akhirnya jam pelajaran berakhir, waktunya istirahat. Mereka langsung beranjak, ada yang ke kantin atau melakukan aktivitas lain. Hanya ada beberapa saja yang masih di kelas, termasuk Rafael.
"Rafael," panggil Dinda mendekat.
"Ya?"
"Gimana kalau nanti kita kerjain PR bareng?"
"Boleh-boleh," jawab Rafael semangat, "Mau dimana?"
"Terserah dimana aja, gimana kalau di rumah kamu?"
Terlihat raut tidak nyaman di wajah Rafael, seperti sedang memikirkan sesuatu, "Em gimana yah," bingungnya.
"Kenapa? Aku penasaran banget rumah kamu, belum pernah deh berkunjung ke rumah Rafael."
Melihat Dinda yang terlihat memelas dan seperti sangat ingin seperti itu, membuat Rafael rasanya tidak tega untuk menolak. Hanya saja pasti Ia harus merencanakan sesuatu dahulu sebelum Dinda berkunjung ke tempat tinggalnya.
"Atau jangan-jangan Rafael gak mau ajak temen perempuan ke rumah karena takut disangka pacar ya sama Bunda atau Ayah kamu?" tanya Dinda sambil tersenyum.
"Haha kamu bisa saja," kekeh Rafael canggung.
Masalahnya sekarang Rafael sudah tidak tinggal di rumah bersama kedua orang tuanya, tapi di apartemen. Ada alasan lain yang membuatnya ragu mengajak teman sekolahnya ke apartemen. Tidak bisa Rafael ungkapkan.
"Ya sudah deh, boleh," jawab Rafael.
Terlihat Dinda yang sampai melompat-lompat kecil kesenangan, "Asik, jadi kapan?"
"Mungkin nanti pas pulang sekolah."
"Oke, bareng aja ya pulangnya."
"Iya."
Baru saja perempuan itu akan pergi, Rafael kembali memanggilnya, "Dinda, mau ke kantin bareng?"
"Maaf, kayanya kamu sendiri aja. Aku mau kumpul sama temen-temen. Gak papa, kan?"
"Oh iya, gak papa kok."
Rafael memutuskan ke kantin sendiri. Sebenarnya Rafael akrab dengan yang lain, hanya saja sepertinya teman nya semua berkelompok. Rafael tidak terlalu masalah juga sih, toh Ia masih berani melakukan apapun sendiri.
Dug!
"Aduh!" Rafael terpekik pelan merasakan tamparan di belakang kepalanya.
Baru saja menoleh akan memarahi, nyali Rafael langsung ciut karena yang menjahili nya itu adalah Reva. Perempuan itu walaupun tersenyum lebar padanya, tapi di mata Rafael terlihat mengerikan.
"Sendiri aja nih, oh iya lo kan gak punya temen," celetuk Reva yang sudah merangkul bahunya.
"Kata siapa aku gak punya temen? Punya kok, banyak," bela Rafael.
"Terus kenapa ini sendirian?"
"Ya gak papa, lagi pengen sendiri aja," bohong Rafael.
Reva malah mendengus, "Sekarang gak sendirian lagi, kan ada gue. Yuk kita makan bareng."
Saat akan ditarik pergi, Rafael berusaha menahan tubuhnya agar tidak bergerak, membuat Reva pun bingung menatapnya. Suasana di kantin memang ramai, tapi keduanya hanya fokus satu-sama lain.
"Hehe gak usah deh Reva, a-aku gak akan makan di sini juga," tolak Rafael.
"Terus lo mau makan dimana?"
"Di kelas kayanya."
"Oh ya sudah, nanti kita makan di kelas lo aja."
"Hah?!" Kenapa jadi begini? Rafael kira Reva akan mundur.
"Kenapa sih? Lo kelihatan gak mau banget sama gue," tanya Reva mulai sensi, "Jangan insecure gitu lah bisa berduaan sama cewek cantik gini."
Rahang Rafael hampir jatuh mendengar nada penuh percaya diri dari Reva, Ia sempat mengira perempuan itu akan memarahinya karena terlalu kelihatan menghindar. Tetapi Rafael akui sih, Reva itu memang cantik. Hanya sayang saja, sifatnya itu buruk sekali.
"Sudah buruan, ayo kita pesan dulu makanannya."
Rafael melihat tangannya yang ditarik Reva ke sebuah stand makanan, anehnya Ia hanya diam saja tidak berani menolak. Bukannya mengantri, perempuan itu dengan santainya malah menerobos antrian melewati yang lain.
"Reva, jangan begini. Ayo kita antri," bisik Rafael tidak enak dengan yang lain.
"Ya elah lama kalau antri," dengus Reva.
"Tapi--"
"Sudah jangan pikirin, mereka juga gak akan berani marah."
Mau marah bagaimana, toh Reva memang terkenal siswi bar-bar tukang bully. Rafael lalu menoleh ke belakang, tersenyum canggung pada beberapa orang di belakangnya. Seolah menyampaikan permintaan maaf karena sudah menerobos antrian.
"Heh Rafael, lo jangan ngelamun mulu. Buruan itu mau pesen apa," tegur Reva sambil memukul bahunya.
"Aduh jangan kasar-kasar dong Reva."
"Ya elah lemah banget sih jadi cowok, dipukul dikit juga sakit. Jadi makin curiga aja nih gue."
Rafael sempat mendengar tawa kecil di belakangnya, mereka pasti menertawakan perkataan Reva tadi kepadanya. Rafael jadi malu, memang perempuan yang satu ini kalau bicara suka seenaknya.
"Aku pesen bakso aja deh Bu, minumannya jus jeruk," ucap Rafael.
"Sebentar ya."
Setelah mereka mendapatkan pesanan masing-masing, langsung pergi menuju kelas Rafael. Sebenarnya pria itu ingin meminta Reva tidak ikut dengannya, tapi nyalinya tidak setinggi itu. Rafael khawatir membuat Reva kembali sensi.
"Wih kelas lo rapih juga ya, banyak hiasan juga," ucap Reva memperhatikan kelasnya.
"Iya, ada bagian dekor sih."
"Cih dasar murid sok rajin," dengus Reva geli sendiri, "Dimana bangku lo?"
"Itu di sana."
"Deket banget sama guru? Kok lo mau sih duduk di sana?"
"Emangnya kenapa?"
"Pasti duduk di sana banyak ditanya sama guru ya? Terus kalau lagi ujian, lo gak akan bisa nyontek dong."
Rafael menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar itu, merasa Reva memang terlalu frontal dan bukan tipe cewek yang menjaga image, selalu mengungkapkan isi hatinya. Rafael malah ngeri dengan perempuan seperti ini.
"Enggak, biasa saja," gumam Rafael.
"Biasa aja soalnya lo pinter," ketus Reva.
Mereka makan di bangku Rafael, tapi Reva membawa kursi lain di sebelahnya. Keduanya pun mulai makan. Anehnya cara makan dua orang itu seperti berkebalikan. Rafael yang pelan, dan Reva yang terkesan buru-buru.
"Kenapa lihatin gue mulu? Mau?" tanya Reva.
"Bukan, kamu pelan-pelan makannya."
"Kenapa emangnya?"
"Nanti keselek lagi."
Reva memutar bola matanya malas, "Gue mah gak jaim an."
Terbukti tidak lama mie ayam pesanan Reva sudah habis, setelah minum jusnya perempuan itu pun langsung bersendawa keras. Rafael yang melihat itu langsung menutup hidungnya sambil mengernyit menahan jijik.
"Hehe maaf, kebiasaan," ucap Reva.
"Reva jangan gitu, kamu kaya bukan cewek aja."
"Terus harusnya gimana? Bergaya anggun dan malu-malu gitu? Iuh enggak banget, cewek begitu biasanya centil dan suka cari perhatian."
"Ya gak gitu juga, tapi jadi cewek normal aja."
Reva langsung menggetok kepala Rafael, "Emang gue gak normal apa? Perlu bukti?"
Saat melihat perempuan di depannya yang membuka jasnya, membuat Rafael bingung sendiri. Tetapi saat Reva akan membuka kancing atas seragamnya, Rafael langsung mengerti dan dibuat panik sendiri. Repleks pria itu berteriak dan langsung menahan tangan Reva.
"Kenapa? Tadi katanya perlu bukti kalau gue cewek," tantang Reva sambil menyeringai.
"E-enggak usah, aku percaya kok kamu cewek."
"Beneran nih?"
"Iya, sudah jangan dilanjutin."
Rafael lalu melihat ke arah teman kelasnya yang dari tadi ada di sana, duduk di bagian paling pojok. Memang dasar Reva ini bar-bar sekali, padahalkan ini di sekolah. Rafael hampir sesak nafas dibuatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nah kan pasti waktu ini Rafael dan Reva udah nikah nih,Mereka tinggal berdua appartemen..
2023-05-23
0