Kesalahan Satu Malam

Kesalahan Satu Malam

Pelecehan

"Permisi, mau pesen apa?" Tanya Widia yang sudah berulang kali ia katakan pada seorang lelaki yang duduk yang sedari tadi hanya duduk disana dari sejam yang lalu. Lelaki itu dengan tidak sopannya malah mengangkat kedua kakinya ke atas meja seperti dirumah nenek moyangnya. Dan itu cukup membuat Widia kesal.

Lelaki dengan jaket jeans dan celana jeans hitam yang dirobek-robek, persis seperti seorang brandalan. Dan jangan lupa anting hitam dikedua telinganya yang makin memperlihatkannya layaknya seorang brandal.

Widia akui memang lelaki itu sangat tampan dengan mata berwarna hazel tapi sama sekali tidak merubah apapun kalo dia hanya seorang brandalan dimata Widia.

Widia mencoba cukup sabar menghadapi lelaki itu yang sudah menguji emosinya. Dia berpikir jika khodamnya keluar dia pasti akan kena masalah nantinya. Jadi, sekuat tenaga Widia mencoba menahan amarahnya pada lelaki yang menyebalkan yang hanya datang, duduk sambil memandanginya. Walau ingin sekali dia melayangkan pukulan ke wajahnya yang tengil itu.

Ini sudah menjadi puluhan kali Widia bolak-balik tapi dia masih saja belum memesan apapun dan yang membuatnya tambah kesal adalah kekasihnya disebelahnya malah menertawakannya seakan lelucon yang memang pantas ditertawai karna mengerjai seorang pelayan sepertinya.

Lelaki itu menatap Widia dengan wajah tengilnya, menyeringai miring. "Lo kayaknya suka banget ya sama gue? Dari tadi bolak-balik, pengen ngeliat muka gue apa gimana?" Kata lelaki itu dengan kepedean yang luar biasa.

Wajar saja kan dia bolak-balik seperti ini karna kan dia pelayan. Juga dari tadi dia terus memanggil dirinya tapi tidak memesan apapun. Dasar baji**** tidak tahu malu!

Sekali lagi Widia mencoba menahan amarahnya yang sudah berada diubun-ubun, dia menarik nafasnya lalu membuangnya lagi. Lalu dia kembali menatap lelaki di hadapannya dengan senyuman paksa yang begitu kelihatan.

"Maaf ya, kak. Saya cuma pelayan tapi kakaknya yang manggil saya terus-terusan padahal kakaknya gak mesen apa-apa. Kakaknya cuma mau numpang wifi apa gimana?" Sahut Widia, menyindir lelaki dan kekasihnya yang berada disebelahnya.

"Sayang, masa kita cuma dibilang numpang wifi?" Kekasihnya merasa tidak senang mendengar sindiran Widia.

Lelaki itu hanya melirik kekasihnya sebentar lalu menatap Widia lagi dengan senyuman smirknya. "Gue tau gue ganteng, tapi jangan ngelak juga lah. Gue tau lo naksir gue kan mangkanya deketin gue mulu padahal gue gak mau mesen apa-apa." 

Dan perkataan lelaki itu malah membuat kekasihnya melototkan matanya menatap Widia dengan sinis. 

Benar-benar, rasanya Widia ingin sekali melayangkan tonjokkan ke wajahnya yang sok tampan itu. Tapi Widia harus tetap sabar, dia harus menjaga image-nya. Ini demi pekerjaannya. Dia harus profesional. 

"Oh, kakaknya belum mau pesen apa-apa ya? Kalo gitu mending kakaknya pulang aja. Karna disini kami tidak menyediakan layanan gratis untuk berandal kayak kakak dan pacarnya." Kata Widia lalu beranjak pergi dari meja para lelaki berandal itu.

"Woi gue serius mau mesen nih!" Teriak lelaki itu lagi dimana membuat langkah Widia kembali terhenti.

Widia kembali membalikkan badannya sambil tersenyum geram dengan lelaki yang tidak berakhlak dan tidak berotak itu. "Oh udah mau mesen ya, kak? Berarti kakaknya tau diri juga rupanya." Cibiran dari Widia untuk lelaki dan kekasihnya yang masih saja menatapnya dengan sinis.

"Gue mau pesen harga diri lo. Bisa gak?" 

Seketika darah Widia mendidih mendengar perkataan yang bermaksud melecehkan dirinya. Widia terdiam, baru kali ini dia mendengar kata melecehkan dari pelanggan dan di hari pertamanya berkerja.

"Tenang aja, gue bisa kasih lo uang berapapun lo mau. Gimana?" Lelaki itu bernegosiasi.

"Maaf kak, disini tidak menyediakan harga diri seseorang. Maaf." Tolak Widia, dia menatap lelaki itu dengan berani.

Lelaki itu menatap Widia dengan sebelah alis terangkat juga dengan senyuman miring seperti tidak yakin dengan perkataan Widia yang menolaknya.

"Kalo begitu saya permisi jika masih belum juga ingin memesan." Widia langsung beranjak dari sana. 

Lagi-lagi lelaki itu kembali memanggilnya dan itu cukup membuat Widia menahan kesabarannya lebih lama lagi, dia tidak bisa menahannya lagi. 

Lelaki itu menompang kepalanya disisi kursi, melipat kakinya. "Gue disini pelanggan, seharusnya lo gak langsung pergi gitu aja. Lo emang gak sopan ya?"

"Tau nih, gak sopan banget jadi pelayan!" Kekasihnya menyahut, mencibir Widia.

Baiklah, ini terakhir kalinya Widia menanggapi mereka. Walau pun rasanya gondok sekali. Tapi it's ok, Widia akan sekali lagi menghampiri meja mereka untuk terakhir kalinya. "Jadi kakak mau pesen apa kak?" Tanya Widia, dia sudah siap menulis pesanan mereka.

"Kita mau pesen coffe americano sama jus mangga sama dessertnya ya mbak jangan lupa." Kata kekasih dari lelaki itu.

"Baik, dimohon menunggu ya kakak-kakak." Setelah menulis pesanan mereka di note book kecil, Widia melangkah pergi dari sana namun secara mengejutkan tiba-tiba tangannya ditarik seseorang begitu saja dimana sontak membuatnya kembali membalikkan badannya.

Mata Widia melotot sempurna ketika dia merasakan benda kenyal dan basah yang menempel dibibirnya. Itu adalah bibir seseorang. Ciuman pertamanya baru saja diambil. Dan yang mengambilnya adalah lelaki yang tidak kenal. Yang dengan lancangnya menciumnya di cafe yang banyak pelanggan melihatnya.

Bahkan kekasihnya saja melihat pemandangan di depan matanya dengan tidak percaya. Dia melototkan matanya tidak percaya bahwa kekasihnya baru saja mencium perempuan lain dan lagi di depan matanya sendiri.

Widia yang sadar itu langsung mendorong tubuh lelaki kurang ajar itu begitu saja. Dia menatap lelaki itu dengan mata memerah lalu selanjutnya dia melayangkan tamparan yang keras dipipi lelaki itu. Widia marah, dia merasa dilecehkan dan dia tidak terima itu. 

"Bajingan!" Teriak Adera penuh emosi dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Lelaki itu tanpa merasa bersalah malah menyeringai. Tangannya bergerak menyentuh pipinya yang terkena tamparan Widia barusan, dia kembali menatap Widia yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca, penuh amarah dan kebencian. 

Tidak tahan lagi, Widia pun akhirnya langsung berlari dari sana. Meninggalkan cafe tempatnya berkerja. Emosinya tak terkendali. Dia marah, malu dan sedih secara bersamaan. Banyak pasang mata yang menyaksikan hal memalukan itu dan dia sangat malu untuk menunjukkan dirinya lagi disana.

Hal memalukan baru saja terjadi dihari pertamanya bekerja. Itu semua karna berandal bajingan yang kurang ajar yang sembarangan mengambil ciuman pertamanya begitu saja. Di depan banyak orang lagi. Ingat di depan banyak orang!

"Berandal bajingan!" Maki Widia begitu dia keluar dari cafe dengan wajah yang penuh amarah. Dia akan pulang, masa bodo dengan pekerjaannya. Dia hanya ingin pulang, dia terlalu malu kepada pelayan lainnya juga dengan para pelanggan yang melihat kejadian memalukan tadi.

Sedangkan di tempatnya, lelaki itu kembali mendapatkan tamparan keras kedua kalinya tapi kali ini kekasihnya yang melayangkannya. Dengan mata berkaca-kaca kekasihnya itu menatap lelaki itu dengan wajah yang penuh dengan kekecewaan. "Dasar sampah!" Ucap kekasihnya lalu juga pergi dari sana meninggalkan lelaki itu disana sendirian.

Lelaki itu malah tertawa dimana membuat semua pelanggan lainnya menatapnya aneh tapi mereka langsung mengalihkan pandangannya begitu lelaki itu menoleh pada mereka.

Lalu lelaki itu menempelkan kedua tangannya di meja cafe. Melihat dari kaca jendela kepergian si pelayan tadi yang semakin menjauh. Sekali lagi dia tertawa namun kali ini dia tertawa pelan.

Ini sungguh menghiburnya. Disentuhnya bibirnya sendiri. Bibir tadi, sangat berbeda dari lainnya. Dia merasakannya. Dan itu cukup menghibur seorang Arthur Chandra Melio.

Menakjubkan!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!