NovelToon NovelToon

Kesalahan Satu Malam

Pelecehan

"Permisi, mau pesen apa?" Tanya Widia yang sudah berulang kali ia katakan pada seorang lelaki yang duduk yang sedari tadi hanya duduk disana dari sejam yang lalu. Lelaki itu dengan tidak sopannya malah mengangkat kedua kakinya ke atas meja seperti dirumah nenek moyangnya. Dan itu cukup membuat Widia kesal.

Lelaki dengan jaket jeans dan celana jeans hitam yang dirobek-robek, persis seperti seorang brandalan. Dan jangan lupa anting hitam dikedua telinganya yang makin memperlihatkannya layaknya seorang brandal.

Widia akui memang lelaki itu sangat tampan dengan mata berwarna hazel tapi sama sekali tidak merubah apapun kalo dia hanya seorang brandalan dimata Widia.

Widia mencoba cukup sabar menghadapi lelaki itu yang sudah menguji emosinya. Dia berpikir jika khodamnya keluar dia pasti akan kena masalah nantinya. Jadi, sekuat tenaga Widia mencoba menahan amarahnya pada lelaki yang menyebalkan yang hanya datang, duduk sambil memandanginya. Walau ingin sekali dia melayangkan pukulan ke wajahnya yang tengil itu.

Ini sudah menjadi puluhan kali Widia bolak-balik tapi dia masih saja belum memesan apapun dan yang membuatnya tambah kesal adalah kekasihnya disebelahnya malah menertawakannya seakan lelucon yang memang pantas ditertawai karna mengerjai seorang pelayan sepertinya.

Lelaki itu menatap Widia dengan wajah tengilnya, menyeringai miring. "Lo kayaknya suka banget ya sama gue? Dari tadi bolak-balik, pengen ngeliat muka gue apa gimana?" Kata lelaki itu dengan kepedean yang luar biasa.

Wajar saja kan dia bolak-balik seperti ini karna kan dia pelayan. Juga dari tadi dia terus memanggil dirinya tapi tidak memesan apapun. Dasar baji**** tidak tahu malu!

Sekali lagi Widia mencoba menahan amarahnya yang sudah berada diubun-ubun, dia menarik nafasnya lalu membuangnya lagi. Lalu dia kembali menatap lelaki di hadapannya dengan senyuman paksa yang begitu kelihatan.

"Maaf ya, kak. Saya cuma pelayan tapi kakaknya yang manggil saya terus-terusan padahal kakaknya gak mesen apa-apa. Kakaknya cuma mau numpang wifi apa gimana?" Sahut Widia, menyindir lelaki dan kekasihnya yang berada disebelahnya.

"Sayang, masa kita cuma dibilang numpang wifi?" Kekasihnya merasa tidak senang mendengar sindiran Widia.

Lelaki itu hanya melirik kekasihnya sebentar lalu menatap Widia lagi dengan senyuman smirknya. "Gue tau gue ganteng, tapi jangan ngelak juga lah. Gue tau lo naksir gue kan mangkanya deketin gue mulu padahal gue gak mau mesen apa-apa." 

Dan perkataan lelaki itu malah membuat kekasihnya melototkan matanya menatap Widia dengan sinis. 

Benar-benar, rasanya Widia ingin sekali melayangkan tonjokkan ke wajahnya yang sok tampan itu. Tapi Widia harus tetap sabar, dia harus menjaga image-nya. Ini demi pekerjaannya. Dia harus profesional. 

"Oh, kakaknya belum mau pesen apa-apa ya? Kalo gitu mending kakaknya pulang aja. Karna disini kami tidak menyediakan layanan gratis untuk berandal kayak kakak dan pacarnya." Kata Widia lalu beranjak pergi dari meja para lelaki berandal itu.

"Woi gue serius mau mesen nih!" Teriak lelaki itu lagi dimana membuat langkah Widia kembali terhenti.

Widia kembali membalikkan badannya sambil tersenyum geram dengan lelaki yang tidak berakhlak dan tidak berotak itu. "Oh udah mau mesen ya, kak? Berarti kakaknya tau diri juga rupanya." Cibiran dari Widia untuk lelaki dan kekasihnya yang masih saja menatapnya dengan sinis.

"Gue mau pesen harga diri lo. Bisa gak?" 

Seketika darah Widia mendidih mendengar perkataan yang bermaksud melecehkan dirinya. Widia terdiam, baru kali ini dia mendengar kata melecehkan dari pelanggan dan di hari pertamanya berkerja.

"Tenang aja, gue bisa kasih lo uang berapapun lo mau. Gimana?" Lelaki itu bernegosiasi.

"Maaf kak, disini tidak menyediakan harga diri seseorang. Maaf." Tolak Widia, dia menatap lelaki itu dengan berani.

Lelaki itu menatap Widia dengan sebelah alis terangkat juga dengan senyuman miring seperti tidak yakin dengan perkataan Widia yang menolaknya.

"Kalo begitu saya permisi jika masih belum juga ingin memesan." Widia langsung beranjak dari sana. 

Lagi-lagi lelaki itu kembali memanggilnya dan itu cukup membuat Widia menahan kesabarannya lebih lama lagi, dia tidak bisa menahannya lagi. 

Lelaki itu menompang kepalanya disisi kursi, melipat kakinya. "Gue disini pelanggan, seharusnya lo gak langsung pergi gitu aja. Lo emang gak sopan ya?"

"Tau nih, gak sopan banget jadi pelayan!" Kekasihnya menyahut, mencibir Widia.

Baiklah, ini terakhir kalinya Widia menanggapi mereka. Walau pun rasanya gondok sekali. Tapi it's ok, Widia akan sekali lagi menghampiri meja mereka untuk terakhir kalinya. "Jadi kakak mau pesen apa kak?" Tanya Widia, dia sudah siap menulis pesanan mereka.

"Kita mau pesen coffe americano sama jus mangga sama dessertnya ya mbak jangan lupa." Kata kekasih dari lelaki itu.

"Baik, dimohon menunggu ya kakak-kakak." Setelah menulis pesanan mereka di note book kecil, Widia melangkah pergi dari sana namun secara mengejutkan tiba-tiba tangannya ditarik seseorang begitu saja dimana sontak membuatnya kembali membalikkan badannya.

Mata Widia melotot sempurna ketika dia merasakan benda kenyal dan basah yang menempel dibibirnya. Itu adalah bibir seseorang. Ciuman pertamanya baru saja diambil. Dan yang mengambilnya adalah lelaki yang tidak kenal. Yang dengan lancangnya menciumnya di cafe yang banyak pelanggan melihatnya.

Bahkan kekasihnya saja melihat pemandangan di depan matanya dengan tidak percaya. Dia melototkan matanya tidak percaya bahwa kekasihnya baru saja mencium perempuan lain dan lagi di depan matanya sendiri.

Widia yang sadar itu langsung mendorong tubuh lelaki kurang ajar itu begitu saja. Dia menatap lelaki itu dengan mata memerah lalu selanjutnya dia melayangkan tamparan yang keras dipipi lelaki itu. Widia marah, dia merasa dilecehkan dan dia tidak terima itu. 

"Bajingan!" Teriak Adera penuh emosi dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Lelaki itu tanpa merasa bersalah malah menyeringai. Tangannya bergerak menyentuh pipinya yang terkena tamparan Widia barusan, dia kembali menatap Widia yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca, penuh amarah dan kebencian. 

Tidak tahan lagi, Widia pun akhirnya langsung berlari dari sana. Meninggalkan cafe tempatnya berkerja. Emosinya tak terkendali. Dia marah, malu dan sedih secara bersamaan. Banyak pasang mata yang menyaksikan hal memalukan itu dan dia sangat malu untuk menunjukkan dirinya lagi disana.

Hal memalukan baru saja terjadi dihari pertamanya bekerja. Itu semua karna berandal bajingan yang kurang ajar yang sembarangan mengambil ciuman pertamanya begitu saja. Di depan banyak orang lagi. Ingat di depan banyak orang!

"Berandal bajingan!" Maki Widia begitu dia keluar dari cafe dengan wajah yang penuh amarah. Dia akan pulang, masa bodo dengan pekerjaannya. Dia hanya ingin pulang, dia terlalu malu kepada pelayan lainnya juga dengan para pelanggan yang melihat kejadian memalukan tadi.

Sedangkan di tempatnya, lelaki itu kembali mendapatkan tamparan keras kedua kalinya tapi kali ini kekasihnya yang melayangkannya. Dengan mata berkaca-kaca kekasihnya itu menatap lelaki itu dengan wajah yang penuh dengan kekecewaan. "Dasar sampah!" Ucap kekasihnya lalu juga pergi dari sana meninggalkan lelaki itu disana sendirian.

Lelaki itu malah tertawa dimana membuat semua pelanggan lainnya menatapnya aneh tapi mereka langsung mengalihkan pandangannya begitu lelaki itu menoleh pada mereka.

Lalu lelaki itu menempelkan kedua tangannya di meja cafe. Melihat dari kaca jendela kepergian si pelayan tadi yang semakin menjauh. Sekali lagi dia tertawa namun kali ini dia tertawa pelan.

Ini sungguh menghiburnya. Disentuhnya bibirnya sendiri. Bibir tadi, sangat berbeda dari lainnya. Dia merasakannya. Dan itu cukup menghibur seorang Arthur Chandra Melio.

Menakjubkan!

Arthur Chandra

Namanya Arthur Chandra Melio, dia seorang berandal yang sangat tampan. Kata berandal itu pertama kali disematkan padanya dari seorang gadis pelayan cafe untuknya. Meskipun pakaian dan rambutnya berantakan tidak akan menutupi wajah rupawannya.

Mungkin terdengar lucu, Arthur adalah seorang playboy kelas atas yang selalu mengganti kekasih setiap sehari sekali. Dia bahkan tidak bisa menghitung sudah berapa banyak gadis yang ia sudah pacari. Hanya karna dia selalu merasa bosan berlama-lama punya hubungan dengan seorang gadis.

Diumurnya yang kini sudah beranjak dua puluh tujuh ini seharusnya dia menjalani hidup yang lebih serius. Tapi hingga sekarang seorang Arthur Candra sangat gemar bermain-main. Tidak ada kata serius dalam hidupnya, itu suatu moto dari hidup seorang Arthur Chandra.

Tapi tidak dapat dipungkiri kalau memang Arthur adalah seorang pengusaha muda yang terbilang sukses yang bisa membuat perusahaannya sendiri di umur yang masih muda ini. Dia bahkan sudah membangunkan perusahaannya sebesar sekarang bahkan sudah masuk ke list pengusaha tersukses diposisi ke lima belas di negara ini.

Kesuksesannya tidak main-main walaupun dia mempunyai otak sableng dan suka bermalas-malasan tapi anehnya dia bisa membangun perusahaannya dengan keringatnya sendiri hingga perusahaannya sebesar sekarang.

Sudah tampan, kaya raya. Siapa coba wanita yang berani menolaknya? Bahkan mereka dengan cuma-cuma datang ke Arthur dan merelakan segalanya untuk Arthur termasuk tubuh mereka. Memang ya, pada umumnya wanita adalah manusia murahan.

Dan saat ini lelaki bermata hazel itu berada di mini market, dia ingin membeli minuman disana. Dia mengambil salah satu minuman dingin dari lemari es dan setelah itu langsung membukanya tanpa membayarnya dahulu, meneguk minuman itu hingga tersisa setengah lalu dia pun berjalan ke kasir untuk membayarnya.

Arthur menaruh minumannya yang tersisa setengah itu dimeja kasir. Dia mengambil dompet dari saku celana belakangnya dan ketika dia menatap sang mbak-mbak kasir, Arthur langsung dikejutkan dengan mbak kasir yang tak bukan adalah gadis yang ia temui di cafe lalu.

Ya, dia adalah si gadis pelayan, dia ingat itu. Gadis yang ia cium bibirnya di cafe tempo hari dan sekaligus yang menampar pipinya. Dan sungguh mengejutkan Arthur melihat gadis itu lagi dan lagi yang membuatnya tidak menyangka, gadis itu sudah ganti pekerjaan secepat ini. Menakjubkan!

Gadis itu pun sama terkejutnya dengan Arthur. Dia bahkan sampai melototkan matanya saking terkejutnya.

Namun detik kemudian dia langsung merubah wajah terkejutnya karna selanjutnya dia langsung mengubah ekspresinya menjadi dingin mungkin dia kembali mengingat kejadian tempo hari saat Arthur menciumnya dan mempermalukannya di cafe tempatnya berkerja saat itu.

Ya, dia adalah Widia yang ganti profesi yang tadinya menjadi pelayan di cafe kini menjadi kasir di mini market. Betapa sempitnya dunia ini sampai mempertemukannya lagi dengan berandal bajingan yang telah mengambil kesucian bibirnya tempo hari.

Melihat wajah lelaki itu saja, Widia sudah emosi setengah mati tapi lagi-lagi dia harus menahannya demi menjaga reputasinya di pekerjaannya yang baru ini. Dia tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi untuk kedua kalinya.

"Wah, gila sih. Udah ganti profesi aja lo." Decak Arthur kagum pada gadis itu. Bukan kagum sih, lebih mendominan mengejekya.

Lihat saja wajah menyebalkannya yang mengejek Widia. Benar-benar menyebalkan.

Widia berdecak kesal, dia menatap Arthur dengan wajah datar. "Harganya 13 ribu ya kak. Apa ada lagi kak?" Widia tidak menghiraukan ejekan Arthur tadi.

Arthur tersenyum mengejek sambil menatap gadis dihadapannya dengan kedua tangannya yang melipat diatas meja kasir menjajarkan wajahnya dengan wajah Widia. Dia memberikan uang lima puluh ribu kepada Widia dan langsung dirampas dengan kasar oleh Widia.

"Lo dipecat kemarin, ya?" Tanya Arthur sekaligus ejekan untuknya lagi.

Widia yang sibuk menghitung kembalian dimesin uang, berdecak lagi. "Bukannya dipecat ya kak, saya mengundurkan diri gara-gara bajingan kurang ngajar yang asal nyium orang!" Widia menatap Arthur dengan datar, lalu kembali fokus menghitung kembalian lelaki dihadapannya.

Arthur tertawa kecil. "Lah lo gak suka? Padahal banyak cewek yang bermimpi-mimpi pengen gue cium, seharusnya lo bersyukur."

Widia mengangkat sebelah sudut bibirnya keatas. "Oh gitu? Tapi maaf-maaf aja nih, sayangnya gue bukan salah satu cewek yang bermimpi pengen lo cium." Celetuk Widia. "Nih kembalian lo." Lanjut Widia, meletakan kembalian Arthur diatas meja kasir.

Arthur mengambilnya sambil menyeringai miring lalu dia tertawa pelan menatap Widia yang berwajah datar itu. "Kalo suka bilang aja, gue kasih kesempatan lo buat jadi pacar gue nantinya. Gimana?"

"Maaf ya, tapi gue bukan cewek yang mau jadi pacar lo. Gue gak suka sama berandalan. Jadi sori-sori aja nih ya."

"Begitu?" Arthur menegakkan tubuhnya. Masih menatap Widia. "Emang banyak banget ya, cewek yang gengsinya gede banget dan lo salah satunya." Arthur menunjuk wajah Widia.

Widia menepisnya dengan wajah kesal. "Gak usah sok menilai orang! Lo gak kenal gue!" Ketus Widia.

"Kalo gitu kita kenalan? Gimana?"

Widia mendengus kesal. Dia dengan paksa memberikan senyuman pada Arthur. "Terimakasih kakak atas kunjungannya, silahkan tidak datang lagi. Saya harap kakaknya gak usah datang kesini lagi karna kami tidak melayani seorang berandalan disini." Kata Widia dengan senyuman lebar namun selanjutnya dia kembali memasang wajah datar.

Arthur tertawa kecil, dia menoleh kebelakang dimana banyak orang yang menggantri dibelakangnya. Mau tak mau dia harus beranjak pergi dari sana walaupun ingin sekali dia mengejek atau setidaknya menggoda gadis itu lebih lama tapi yasudah lah.

Akhirnya Arthur pun pergi dari sana setelah mengambil minumannya lagi yang berada diatas meja kasir dan tak lupa dia melambaikan tangannya pada Widia dengan senyuman miringnya.

Begitu melihat Arthur keluar dari mini market Widia berdecih sambil memandangi punggung lelaki itu dari kaca dinding kaca mini market. "Cih! dasar berandal!" Decih Widia.

"Mbak ngatain saya berandal mbak?" Tegur seorang konsumer setelah Arthur pergi.

Widia tersadar dan langsung memasang wajah kikuk. "Ah bukan kok kak, saya bukan mengatai kakak." Sahut Widia, dia menggerakan tangannya di depan konsumer itu. Dia meminta maaf pada konsumer yang salah paham seraya tersenyum kikuk padanya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Masa sih?" Suara Kinata seakan tidak percaya apa yang diceritakan Widia tentang kejadian memalukan yang terjadi menimpa Widia lewat panggilan suara.

Widia yang sedang berbaring diatas kasur lantainya mengiyakan. Dia sudah menceritakan secara detail apa yang terjadi pada sahabatnya saat itu. Widia yang dilecehkan lelaki kurang ngajar tidak beradab di cafe dan dicium dengan tidak sopannya didepan banyak pelanggan cafe. Dia sudah menceritakannya pada Kinata.

"Iya serius. Lo pikir gue ngarang cerita?" Dengus Widia kesal.

Kinata terkekeh disana. "Ya abis gak percaya aja. Terus-terus. Gimana emang orangnya? Ganteng gak?" Tanya Kinata.

Widia berdecak kesal. Seketika pertanyaan Kinata barusan membuatnya mengingatkannya pada wajah menyebalkan lelaki itu yang membuatnya darah tinggi saat ini juga. Dan lagi dalam bayangannya, lelaki itu tengah memonyongkan bibirnya dengan wajah yang menjijikan. ARGHH—— Widia membenci lelaki itu.

"Na, ini bukan masalah ganteng gak nya dia. Gue dilecehin, Na. DILECEHIN! Dan lagi tadi gue ketemu dia lagi di mini market tanpa rasa bersalah sama sekali dia malah ngejek gue. Argg, kenapa akhir-akhir ini hari-hari gue jadi sial ya ampun..." Widia menggebu-gebu, dia geram sendiri.

Kinata tertawa mendengar keluhan dan ocehan Widia. "Mungkin jodoh kali, Wid." Goda Kinata.

"Na, lo ngomong begitu lagi gue gak bakal temenan sama lo lagi. Beneran deh." Ancam Widia.

"Ya jangan dong. Lo kan sahabat satu-satunya gue, hehe." Kinata meringis pelan. "Oh iya, Wid. Mama sama papa gue nanyain lo lagi tuh. Ini udah jadi yang dua puluh kali mama ngajak lo main kerumah."

Widia langsung mengubah posisinya menjadi tengkurap. Mengubah posisinya menjadi lebih nyaman mengobrol dengan sahabatnya lewat telfon. "Na, gue agak canggung nantinya sama keluarga lo. Lo tau kan gue canggungan orangnya."

Kina berdecak. "Ya terus lo mau nolak lagi gitu? Ayolah Wid, sekali aja main kerumah. Mama pengen banget ketemu lo, serius deh. Dia selalu nanyain lo ke gue. Dan juga gue juga mau ngenalin lo ke kakak gue. Pokoknya kali ini gue mohon sama lo, ya?" Rayu Kina.

Kening Widia mengkerut. "Kenalin ke siapa? Abang lo itu?" Tebak Widia.

"Betul sekali! Gue udah pernah kasih fotonya kan? Dijamin lo bakal kepincut sama dia deh. Gue mau ngenalin lo ke dia tau!" Seru Kina, bersemangat.

Widia tertawa mendengar itu. "Oh gitu? Gimana kalo abang lo yang kepincut sama gue?" Pede Widia.

"Oh ayolah, gue yakin kak Galen juga suka lo. Gue udah pernah nyeritain lo ke dia, terus lo mau tau reaksi dia? Dia senyum Wid, SENYUM! Mangkanya pokoknya lo main kerumah gue oke? Gak ada penolakan kali ini. Harus!" Tekan Kina.

"Oke-oke, gue main kerumah lo tapi ada syaratnya. Gue gak suka lo ngebicarain tentang keluarga gue ke keluarga lo ngerti?"

"Iya, gue tau lo gak nyaman. Tenang aja my bestie."

Widia tertawa pelan. "Yaudah gue matiin ya, gue udah ngantuk nih. Besok harus kerja lagi." Keluh Widia.

"Yaudah gue juga sih. Kalo gitu gue matiin ya, dahhh!"

Kina memutuskan panggilan suara mereka. Widia kembali membaringkan tubuhnya seperti semula. Dia menaruh ponselnya di sembarang tempat lalu setelah itu dia memeluk bantal, dia akan tertidur sekarang karna besok dia harus bekerjan lagi.

Sebelum tidur Widia berdoa, berharap jika tidak dipertemukan lagi dengan lelaki berandal itu tidak sopan itu, semoga saja. Widia juga berharap kalau lelaki itu tertelan bumi atau terbang ke langit dan tidak kembali lagi. Karna Widia tidak ingin melihat wajah seseorang yang menyebabkan dia kehilangan kesucian bibirnya yang seksi ini. Dia tidak ingin melihatnya lagi.

Berkunjung

Seperti janjinya kepada sang sahabat, Widia datang ke rumahnya. Setelah menyelesaikan perkerjaannya dan izin pulang cepat. Ya, lumayan kan, sekalian numpang makan berhubung perut Widia kebetulan sangat lapar sekarang dan lagi uangnya pun dalam keadaan gawat darurat.

Sudah Widia bayangkan bagaimana semewah dan sebesar apa rumah Kina. Rumahnya sangat besar, tapi desain dari depan rumahnya terlihat sederhana. Pasti, Mama dari Kinata sangat menyukai sesuatu yang sederhana. Sama seperti dirinya.

Widia tak segan-segan lagi langsung memecet tombol bel yang berteknologi canggih itu lalu dia menunggu seseorang membukakan pintu sambil menggalihkan pandangannya ke sana kemari. Makhlumilah, itu salah satu kebiasaan Widia.

Tidak sampai lima menit menunggu, pintu pun terbuka lebar. Dan terlihatlah sosok cantik Kinata di depan matanya. Kina seketika langsung tersenyum lebar pada Widia. Mungkin mengira Adera tidak akan datang seperti sebelumnya.

Tapi tentu saja tidak, Widia akan datang kerumah Kina dengan makanan yang mungkin sudah menunggunya disana. Bagi Widia makanan sama saja seperti kekasihnya, tidak boleh diabaikan dan tidak boleh dibiarkan. Mubazir kan kalau dibiarkan?

"Akhirnya, lo datang!" Seru Kina memeluk Widia sebentar. "Gue kira lo gak datang, eh ternyata nempatin janji juga rupanya."

Widia hanya menyengir saja, ya iyalah mana bisa dia melewatkan hari begitu Kina bilang banyak makanan disana yang sudah menunggunya dirumahnya.

"Yaudah yuk, langsung masuk, semuanya udah nunggu, loh!" Ajak Kina, mengandeng tangan Widia masuk ke dalam rumahnya.

Semuanya menunggu Widia? Entah kenapa Widia merasa seperti ratu yang ditunggu-tunggu. Aneh memang tapi begitu lah Widia, banyak menghalu. Dia bahkan cekikikan sendiri membayangkannya.

"Mah! Pah! Ada tamu sepesial datang nih!" Teriak Kina, dia berjalan ke arah meja makan. Dimana keluarganya tengah makan malam.

"Jeng jeng! Lihat nih, Mah, Pah. Widia datang!" Kata Kina penuh kegembiraan. Memberi tahu kehadiran Widia kepada orangtuanya.

Widia langsung mendekati mereka, menyalimi tangan mama dan papa Kina yang saat ini duduk dimeja makan. Mereka menatap Widia sambil tersenyum.

"Duduk, duduk, sayang. Kita makan bersama." Kata Kira, mama Kina. Mempersilahkan Widia untuk duduk bergabung dengan mereka di meja makan sambil tersenyum hangat.

Pantas saja Kinata sangat cantik, dia menurunkan kecantikannya dari mamanya. Kalau dilihat-lihat juga, Kina mempunyai wajah yang sangat mirip dengan Mamanya jadi tidak heran kalau Kina banyak yang mengejar.

Dan Widia pun duduk dikursi seberang Nathan dan Kira, sementara Kina duduk dikursi sebelah Mamanya. Widia mencoba mengkode Kina agar duduk disebelahnya saja, tapi Kina malah menggelengkan kepalanya sembari menjulurkan lidah saja.

"Mah, kakak kemana?" Tanya Kinata kepada sang Mama.

"Lagi ke toilet, nanti juga balik lagi." Jawab Kira dengan suara yang sangat lembut.

Tak lama kemudian, kakak yang disebutkan Kinata tadi muncul, setelah dari kamar mandi. Dia menatap gadis berambut panjang yang duduk disebelah kursinya dengan satu alis terangkat. Yang kini juga menatapnya.

Widia menoleh kearah kakak dari Kinata itu dan tidak bisa bohongi. Kakak dari Kinata itu benar-benar sangat tampan. Pahatan sempurna yang pernah ada. Bahkan Widia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok tampan itu. Dia terpesona untuk pertama kalinya.

"Galen, ini teman Kinata, yang sering Kinata ceritain." Kata Kira, memperkenalkan Widia kepada Galen.

Yang pernah Widia dengar sih, namanya Galendra Abraham Melio, anak pertama dari Kira dan Nathan yang berumur hampir dua puluh tujuh itu. Widia pernah melihat wajahnya sebelumnya dari foto yang diberikan Kinata tapi siapa sangka jika wajah kakak Kinata itu jauh berkali-kali lipat lebih tampan dari fotonya.

Widia yang masih menatap Galen langsung kesem-sem dan terpesona dengan pesona yang dimiliki Galen. Siapa coba yang tidak terpesona dengan ketampanan yang surgawi milik Galen. Apalagi wajahnya itu terkesan dingin, yang menambah berkali-kali lipat ketampanannya.

Galen menatap Widia lagi sembari mendudukan bokongnya dikursinya tepatnya disebelah Widia. Dia mengangkat sebelah alisnya pada Widia yang menatap sampai begitunya.

Lalu gadis itu tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya sekilas dengan sopan kepada Galen yang dibalas hanya dengan senyuman miring oleh Galen.

"Papa denger kamu kerja?" Tanya Nathan yang tengah menyantap hidangan makan malamnya.

Pertanyaan Nathan membuat Widia langsung mengalihkan tatapannya dari Galen. "Iya om, ini aja baru pulang kerja." Jawab sopan Widia diakhiri dengan cengiran khasnya.

"Kerja dimana?" Tanya Nathan lagi dengan satu alis terangkat.

"Eumm, di asronot—— maksud saya di mini market." Jawab Widia, jawaban ngaco itu membuat lidahnya tergigit.

Nathan, Kira dan Kinata tertawa mendengar jawaban Adera terkecuali Galen.

Ya ampun, Papa Kinata itu sangat tampan padahal umurnya tidak lagi muda, apalagi tubuhnya yang masih gagah dan atletis. Widia yakin saat muda Nathan membuat para banyak wanita terpesona atau mungkin sekarang juga sama?

Dan anehnya sekarang kenapa Widia merasa dirumah ini bibit berlian semua? Dan dia merasa seperti kurcaci disana. Tidak adil!

Widia melihat kedamaian keluarga Kina, benar-benar membuatnya senang sekaligus merasa sedih. Dia tersenyum miris menatap hindangan makan malam didepannya. Seadainya keluarganya masih ada, huft, dia jadi merindukan mereka berdua.

Menyandari Widia hanya terdiam, Kinata langsung berhenti bercanda dengan papanya. "Wid, makan dong. Lo kan tadi semangat banget dateng kesini karna ada makanan kan?" Ucap Kinata kepada Widia.

Widia langsung mendonggakan kepalanya, semua mata mengarah kepadanya termasuk Galen, dia meringis pelan. Kenapa punya sahabat mulutnya comel, dia kan jadi malu. "Ember banget itu mulut!" Gumamnya.

"Iya, Widia, makan yang banyak. Anggap aja rumah sendiri." Kata Kira, tersenyum pada Widia.

"Terimakasih, tante." Widia dengan tidak sungkan lagi langsung melahap hidangan makan malamnya.

"Oh iya, Widia, Nana bilang, kamu jago berantem ya?" Tanya Kira membuat Widia berhenti melahap makanannya.

"Gak kok, tante." Jawab Widia sambil menggerakan tangannya.

Kira menghebus nafasnya. "Mama makasih banget sama kamu, karna udah nyelamatin Nana dari pereman-pereman itu. Kalo gak ada kamu saat itu, mungkin Nana udah kenapa-kenapa." Kata Kira tulus.

Nathan hanya mengangguki perkataan Kira. Dia pun sangat berterimakasih pada Widia karna keberaniannya, dia menyelamatkan Kinata dari preman-preman berhidung belang itu. Kalau tidak, ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada anak perempuan satu-satunya itu.

Itu kan peristiwa yang terjadi tiga tahun lalu, tepatnya pertama kali Widia dan Kinata bertemu. Kenapa mereka masih saja membicarakan itu?

"Iya tante, om. Itu juga murni karna aku pengen nolongin Nana saat itu."

Ditempatnya, Galen tidak bisa berhenti-hentinya menatap gadis berambut panjang disebelahnya. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok gadis disebelahnya itu. Tak tahu alasannya kenapa.

"Mama sama papa pengen ketemu kamu udah dari lama, tapi kata Nana, kamu selalu nolak." Ujar Kira.

Widia tersenyum cangung. "Maaf, ya tante." Sesal Widia.

Kira terkekeh pelan. "Aduh, Nana temen mu ini gemesin banget sih."

"Setuju. Widia, kalo kamu pengen jadi baby sugarnya papa, kasih tau ya!" Nathan menimpali sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Hadeh, mulai lagi tuh, Mah. Papa ngajen!" Kesal Kinata.

"Papa juga mau punya simpanan daun muda, Nana. Ngeliat sahabat kamu secantik ini bikin masa muda papa meronta-ronta."

"Sadar umur!" Celetuk Kira.

"Aku ngehargai umurku, sayang. Mangkanya aku mau nikah lagi, boleh kan?"

"Gak, gak boleh! Widia itu cocoknya cuma sama kak Galen. Iya kan, mah?"

Nathan dan Kira langsung menatap kearah mereka berdua sambil tersenyum penuh arti. Sedangkan Galen dibuat tersentak, langsung meleparkan menatap tajam pada adiknya itu. Juga dengan Widia yang langsung terbatuk karna ucapan Kina barusan.

Tidak mungkin kan dia yang abal-abal dicocokan dengan serbuk berlian seperti Galen. Mana mungkin!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!