BUKAN PERNIKAHAN IMPIAN
Almeera Rosaline Fernandes,
adalah gadis dengan hati lembut yang selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam segala hal. Sikapnya yang baik dan penurut membuatnya dikenal sebagai sosok yang jarang menimbulkan masalah. Setiap kali diberi tanggung jawab, ia selalu menjalankannya dengan penuh ketekunan dan kejujuran, bahkan saat tugas itu terasa berat sekalipun. Meera adalah pekerja keras yang lebih sering meletakkan kepentingan orang lain di atas kebutuhannya sendiri, dan terkadang, ia bahkan mengorbankan kebahagiaannya untuk kebahagiaan orang lain.
Wajahnya cantik dengan kulit putih merona yang bersinar, rambut bergelombang panjang berkilau yang mengalir lembut, mata bercahaya penuh pesona, dan senyuman lembut yang mampu mencuri perhatian.
Namun, di balik ketegaran dan dedikasinya, Meera menyimpan kerinduan akan kasih sayang yang selama ini ia idamkan dari orang tuanya. Sejak kecil, ia selalu merasa diabaikan, terpinggirkan oleh cinta yang justru lebih banyak mereka curahkan kepada kakak laki-lakinya, dan adik perempuannya. Meera anak tengah dari tiga bersaudara.
Ia tak pernah mengeluh atau marah—sebaliknya, ia menerima kenyataan itu dengan tabah. Tapi jauh di dalam hatinya, ia menyimpan luka kecil yang semakin dalam setiap kali ia menyaksikan perhatian yang diberikan orang tuanya kepada saudaranya. Setiap prestasi yang ia raih, setiap usaha yang ia lakukan, sering kali hanya mendapat sambutan dingin atau sekadar senyuman singkat, sementara sekecil apa pun pencapaian kakaknya selalu mendapat pujian dan kasih sayang yang melimpah.
Karena kurangnya kasih sayang dari orang tua, Meera tumbuh menjadi wanita yang mandiri, percaya pada usahanya sendiri, dan tidak berharap pada orang lain. Meskipun hatinya lembut, ia memiliki kekuatan batin yang besar. Namun, dalam keheningan, ia masih mengharapkan momen sederhana di mana seseorang mencintainya tanpa syarat, menghargainya apa adanya. Meera menjadi sosok yang tampak sempurna di luar, namun di dalam dirinya, ada kerinduan yang tidak pernah hilang—untuk dicintai bukan karena apa yang ia lakukan, tetapi karena siapa dirinya.
Ketika masalah besar melanda perusahaan keluarganya, Meera mendapati hidupnya berubah dalam sekejap. Perusahaan yang dibangun ayahnya, yang telah menjadi simbol keluarga mereka, terancam bangkrut akibat keputusan bisnis yang salah dan persaingan yang semakin ketat. Di tengah tekanan yang menghimpit, ayahnya, putus asa dan merasa terpojok membuat keputusan yang kelak menjadi mimpi buruk bagi Meera.
"Nak berkorban lah," ujar ayahnya dengan nada lembut, namun wajahnya tak menunjukkan secercah pun rasa bersalah. Bagi ayahnya ini adalah keputusan logis, ibu nya mengangguk setuju. Sebuah pengorbanan yang dianggap perlu demi menyelamatkan perusahaan dan reputasi keluarga mereka.
Meera menatap ayahnya dengan pandangan yang sulit di jelaskan, antara bingung, terluka, dan ketidak percayaan yang begitu dalam. Kata-kata ayah nya terasa bagai belati yang menusuk tajam ke hatinya.
Meera menelan ludah, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. Sepanjang hidupnya ia berusaha menjadi anak yang baik dan patuh.
Tapi kali ini permintaan itu terlalu berat, ini bukan soal patuh. Ini tentang menyerahkan seluruh hidup nya pada orang yang tak pernah ia kenal. Namun meski hatinya menjerit, bibirnya tetap bungkam.
Meera tau dia tidak bisa menolak. Entah neraka seperti apa yang sedang menantinya. Entah laut
sedalam apa yang akan ia renang-i.
...
Gavin Maheswara Anderson.
Bayangkan seorang pria dengan aura yang memukau, mata tajam namun penuh kerinduan, yang tampak seolah menyimpan dunia dalam tatapannya. Gavin, memiliki tinggi yang menjulang dengan bahu lebar dan postur yang tegas, menambah wibawa pada kehadirannya. Kulitnya tampak bercahaya, putih dan bersih, membingkai wajahnya yang simetris dengan fitur yang jelas—rahang kokoh, hidung yang terdefinisi sempurna, dan bibir tipis yang mampu menyiratkan senyum samar, menambahkan sentuhan misterius.
Rambutnya sering ditata dengan gaya yang natural, jatuh di dahi atau tersisir ke belakang, menambah kesan maskulin sekaligus elegan. Terkadang, poni yang menjuntai di atas alisnya memberikan sentuhan muda dan penuh daya tarik, kontras dengan tatapannya yang berat dan intens.
Matanya, sorot gelap dan mendalam, seakan bisa membaca jiwa siapa saja yang berani menatapnya kembali. Tatapan tajam yang mampu mengintimidasi, namun di saat lain memancarkan kesedihan yang tak terucapkan, seolah membawa beban yang tak bisa ia lepaskan.
Gaya berpakaiannya sederhana namun memancarkan kelas. Dengan setelan jas atau pakaian kasual, ia mampu menonjolkan sisi elegan tanpa berusaha keras. Tiap gerakannya terukur, setiap langkahnya menggetarkan, seolah ia bukan hanya sekadar sosok yang hadir, tetapi pusat dari narasi yang belum selesai.
Sebagai CEO muda yang kaya raya, pria ini memiliki dunia di bawah kendalinya, namun kehidupannya tampak seperti labirin tanpa ujung. Di balik pencapaian luar biasa dan kekayaan yang ia kumpulkan, tersimpan kekosongan yang bahkan kemewahan tak mampu mengisinya. Gedung pencakar langit yang ia miliki memantulkan bayangan dari seseorang yang diakui banyak orang, tetapi hanya sedikit yang benar-benar mengenalnya.
Setiap hari ia menjalani hidup dengan agenda ketat; rapat, negosiasi, dan penandatanganan kontrak besar. Wajahnya selalu tenang, langkahnya mantap, dan bicaranya lugas—tanda dari seorang pemimpin yang telah menguasai seni ketegasan. Namun di balik itu, ada sisi lain yang ia sembunyikan dari dunia, sisi yang hanya terlihat saat dia berdiri sendiri di depan jendela kantornya, memandangi lampu kota yang berkilauan. Dalam keremangan malam, ia seperti terjebak dalam pikirannya sendiri, merenungi keputusan yang pernah ia ambil, orang-orang yang pergi, dan momen-momen yang tak bisa ia ulangi.
Dia pria yang terbiasa mengendalikan segalanya, namun sekaligus dibayangi oleh luka masa lalu yang ia sendiri tak berani selesaikan. Mungkin ada seseorang yang pernah ia cintai tetapi kehilangan, atau janji yang belum ia tepati. Rasa penyesalan itu membuatnya semakin terdorong untuk menaklukkan dunia, seolah kesuksesan bisa menebus kesalahannya. Tetapi semakin tinggi ia mendaki, semakin dalam kesepiannya terasa.
Saat usianya masih belia, ia kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan yang tragis, menyisakan lubang besar dalam hidupnya yang tak pernah benar-benar bisa ia isi. Dalam duka yang mendalam, ia dirawat dan dibesarkan oleh kakeknya—seorang pria tua yang tegar, pemilik sebuah perusahaan besar yang telah ia bangun dari bawah. Kakeknya mendidiknya dengan ketat, membesarkan cucunya dengan disiplin dan ketegasan agar kelak siap menjadi penerus bisnis keluarga. Tapi di balik sikapnya yang tegas, kakeknya menyimpan kasih sayang yang dalam, berusaha menjadi sosok yang bisa menjadi pelindung dan tempat bergantung bagi cucunya yang yatim piatu.
Hidupnya, sejak kecil, jauh dari kata normal. Saat anak-anak lain bermain dan tertawa, ia justru dibimbing melalui pelajaran bisnis, pengambilan keputusan, dan memahami etika kerja yang keras. Ia diajari untuk tidak pernah menunjukkan kelemahan, karena di dunia bisnis, kelemahan adalah celah yang akan dimanfaatkan orang lain. Satu-satunya momen kehangatan yang ia dapatkan adalah saat-saat singkat bersama kakeknya di luar pekerjaan, saat mereka berbagi cerita di depan perapian, atau saat kakeknya mengajaknya mengenang masa-masa kecil orang tuanya yang telah tiada. Kisah-kisah itu memberinya sedikit bayangan tentang cinta yang tidak pernah ia rasakan secara langsung dari orang tua kandungnya.
Namun takdir berputar cepat. Saat ia belum sepenuhnya dewasa, kakeknya tiba-tiba jatuh sakit. Waktu yang seharusnya ia habiskan untuk belajar dan tumbuh menjadi pria dewasa kini berubah menjadi waktu untuk mengasah kekuatan agar bisa menggantikan kakeknya.
Di saat yang sama, Gavin harus kehilangan orang yang di cintainya, gadis anggun dengan rambut bergelombang itu memilih pergi dari pelukannya.
Dalam kesedihan kehilangan seseorang yang ia anggap sebagai rumah dan sandaran hatinya, ia menerima tanggung jawab sebagai pewaris bisnis keluarga, meski hatinya belum siap. Dunia memandangnya sebagai penerus baru yang menjanjikan, tetapi baginya, itu adalah beban yang mengubah masa mudanya menjadi perjalanan yang tak kenal jeda.
Dengan tekad untuk menghormati dan melanjutkan warisan kakeknya, ia menjalani hari-harinya sebagai CEO yang masih muda. Keputusan besar ia ambil dengan dingin dan tegas, menekan setiap emosi dan kelemahan yang mungkin terlihat oleh dunia luar. Ia berhasil mempertahankan bahkan memperluas perusahaan itu, menciptakan nama yang disegani di industri. Namun, di saat yang sama, ia merasa semakin terasing. Ia bekerja tanpa henti, seolah mencari jawaban di balik kesuksesannya, berharap bahwa suatu hari beban yang ia pikul akan terasa lebih ringan.
Meski ia kini berdiri sebagai sosok yang kuat, kesepian dan luka kehilangan tak pernah benar-benar pergi. Bayangan masa kecilnya yang penuh kekurangan kasih sayang, kehilangan kedua orang tuanya, dan kakek yang menjadi satu-satunya pelindung—semua itu menjadi luka yang tersembunyi dalam, menciptakan tembok tebal di sekeliling hatinya. Ia takut mencintai lagi, takut kehilangan lagi, takut membuka hatinya dan harus merasakan rasa sakit yang dulu pernah menghancurkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments