Benang Merah Takdir
Tuk. Tuk. Tuk.
Terdengar suara sepatu seseorang yang sedang terburu-buru. Seorang wanita sedang terburu-buru karena terlambat ke kantor. Dengan tak sabar ia memencet tombol lift.
"Duh.." gumamnya tak sabar menunggu lift turun. Sesekali dia melirik ke arah jam tangannya.
"Buruan dong.." gumamnya semakin tak tenang.
Secara bersamaan, ponselnya berbunyi. "Ya, hallo." wanita itu menjawab panggilan dengan cepat.
"Iya pak, sebentar. Saya masih nunggu lift." katanya dengan gelisah.
"..."
"Maaf pak, saya segera naik." begitu pintu terbuka. Dia segera masuk dan mematikan teleponnya.
Sampai di lantai 7. Dia segera menuju meja kerjanya. Lalu menyiapkan beberapa berkas yang akan ia bawa ke ruangan bos-nya.
"Terlambat lagi?" tanya Sisil, teman kantornya.
"Hmm..." wanita itu menganggukan kepalanya dengan cepat.
"Aku ke ruangan bos dulu." pamitnya segera meluncur.
Sisil yang melihat itu hanya tersenyum kecil sembari menggelengkan kepalanya. Dalam seminggu sudah tiga hari temannya itu terlambat. "Dasar.." gumamnya.
Sementara itu, Virginia Alenka Pramesti atau sering dipanggil Alenka. Dia segera berlari ke ruangan bos-nya. Hari ini bos-nya ada meeting dengan klien baru. Dan bahan meeting itu ada ditangan Alenka.
Tok. Tok. Tok.
"Masuk!" seru Andreas sang bos.
"Pak maaf saya terlambat lagi!" ucap Alenka begitu masuk ke ruangan Andreas.
"Begadang lagi? Lihat bola lagi?"
Alenka nyengir mendengar pertanyaan bos-nya. "Iya.." ucapnya.
"Hah.." Andreas tak habis pikir kenapa seorang wanita bisa sangat tergila-gila dengan bola.
"Desain yang aku minta udah siap?" tanya Andreas.
"Udah dong." Alenka segera menyerahkan desain-desainnya kepada bos muda-nya.
Andreas memeriksa desain tersebut. Senyumannya melebar. Untung saja karya-karya Alenka sangat luar biasa sehingga itu bisa menutupi kekurangan yang sering terlambat.
"Oke.. Aku selalu suka karya-karya kamu." tutur Andreas.
"Makasih pak."
"Tapi, kamu harus tetap dikasih hukuman! Kamu ikut aku meeting dan kamu yang jelasin semua karya kamu ini." Andreas mengangkat dokumen tersebut sembari menggoyang-goyangkannya.
"Sa...saya pak? Saya mana bisa?" Alenka pesimis. Dia memang seorang desainer, tapi dia belum pernah presentasi di depan klien.
"Kamu pasti bisa. Lagipula, desain ini kan kamu yang buat, jadi kamu lebih tahu setiap derail dari desain kamu dan arti dari desain kamu ini." Andreas menaruh kepercayaan penuh kepada Alenka.
"Ta..tapi pak.."
"Saya yakin kamu pasti bisa. Desain perhiasaan kamu ini unik lho. Klien kita pasti akan puas." Andreas terus memberi dukungan kepada Alenka.
"Sekarang kamu siap-siap! Sejam lagi kita akan berangkat ketemu klien!"
"I..iya pak." Alenka sebenarnya masih ragu. Apakah dia bisa menjalankan tugas ini. Tapi, dia juga harus siap menghadapi semua resiko yang terjadi.
Tangan Alenka masih gemetaran saat dia menyiapkan berkas untuk meeting bersama bos-nya. Gimana tidak, menurut informasi. Klien-nya ini adalah pemilik perusahaan besar. Mereka tertarik untuk bekerja sama dengan perusahaan tempat Alenka bekerja karena reputasi perusahaan Alenka yang begitu baik di bidang desain.
Alenka, adalah salah satu aset berharga di perusahaan tersebut. Dia menjadi desainer utama di perusahaan tersebut. Selain perhiasaan, Alenka juga pandai mendesain busana, dan juga interior. Kemampuan itu telah mampu membuat perusahaan yang dulunya kecil, sekarang bisa berkembang pesat.
"Kenapa mukanya kusut gitu?" tanya Sisil.
"Bos minta aku buat presentasi di depan klien."
"Bagus dong, kamu bisa tunjukin lebih banyak kemampuan kamu."
"Tapi aku nggak percaya diri. Aku takut klien akan kecewa. Aku kan nggak biasa presentasi walau itu hasil karyaku." jawab Alenka dengan lesu.
Sisil tersenyum kecil. Ia berdiri lalu mendekati Alenka. Dengan lembut menepuk pundak Alenka. "Semangat, kamu pasti bisa." katanya menyemangati Alenka.
"Ish, ngapain sih aku telat segala.." omelnya pada dirinya sendiri. Alenka menggaruk-garuk kepalanya, menyesali kenapa dia datang terlambat.
"Kamu sih begadang nonton bola terus. Cewek kok suka banget sama bola." gerutu Sisil. Dia juga bingung kenapa temannya itu bisa sangat tergila-gila dengan permainan kulit bundar itu.
"Ya gimana lagi, Piala Dunia tahun ini kan Piala Dunia terakhir idola aing, Lionel Messi. Aku nggak mau sia-siain momen berharga ini lah." jawab Alenka lagi.
"Terserah kamu aja. Lebih baik kamu siapin mental kamu untuk presentasi!" kata Sisil lagi.
"Hah.."
Alenka menempelkan kepalanya di meja kerjanya. Dia sangat sangat gugup.
"Lemes amat Al?" tanya Imam salah satu teman kantornya juga.
"Hemm.."
"Nih.." Imam meletakan beberapa lembar uang di depan Alenka.
Mata Alenka langsung berbinar melihat uang tersebut. "Ah, kamu emang paling tahu kesukaanku.." Alenka mencium uang tersebut.
Uang tersebut adalah uang taruhan bola antara Alenka dengan beberapa teman kantornya. "Nj*r langsung seneng dia. Tadi aja lemes banget." ucap Imam.
"Uang merubah segalanya brother.." jawab Alenka kembali mencium uang tersebut.
"Semi final pegang siapa kamu?"
"Argentina dong.. Aku yakin tahun ini juaranya Argentina."
"Dua ribuan.."
"Oke.. Deal." jawab Alenka dengan cepat. Ia menjabat tangan Imam dengan penuh semangat dan keyakinan.
Sisil yang melihat transaksi itu hanya menggelengkan kepalanya. "Bener-bener tuh anak." gumamnya.
Alenka kembali mencium uang taruhan yang ia dapat. "Lumayan buat makan seminggu." gumamnya.
Alenka adalah seorang yatim piatu. Dia memiliki paman yang merawatnya sedari kecil. Namun, semenjak dia lulus kuliah. Alenka mulai keluar dari rumah pamannya. Dia tidak betah hidup bersama bibinya yang merupakan istri dari pamannya. Setiap hari Alenka selalu diperlakukan tidak adil. Mungkin jika hanya diperlakukan tidak adil, Alenka masih bisa terima karena dia sadar dia bukan anak mereka. Tapi, yang membuat Alenka marah dan tak tahan, karena bibinya selalu menghinanya. Bahkan pamannya juga sering dihina oleh bibinya karena dirinya.
Kini, Alenka lebih memilih tinggal di sebuah kontrakan kecil tapi dia merasa aman dan nyaman. Tidak lagi mendengar penghinaan, mendengar keributan. Hidupnya serasa damai.
"Al, malam ini ada acara nggak?" tanya Raymon teman kantor Alenka yang lain.
"Emangnya kenapa?"
"Bantuin aku dong! Bantuin aku buktiin ke mantanku kalau aku udah move on dari dia." kata Raymon.
Alenka menoleh menatap Raymon. "Aku bayar 1 juta.." Raymon seolah tahu apa yang ingin Alenka katakan.
"Oke, bisa diatur." jawab Alenka dengan senang.
"Tapi kamu harus buat dia kesel dan nyesel udah duain aku!" Raymon mengajukan syarat untuk uang satu jutanya.
"Gampang."
"Nih lima ratus ribu dulu, sisanya kalau tugas kamu udah selesai." Raymon memberikan uang kepada Alenka.
"Senang bekerja sama dengan anda." kata Alenka dengan senang.
"Aku tunggu jam 8. Tempatnya nanti aku hubungi lagi! Aku harus cari informasi dimana mantan aku nongkrong malam ini."
"Tsk.. Wa aja nanti!" jawab Alenka.
Selain taruhan bola. Alenka juga menghasilkan uang dari jasa dia menjadi pacar pura-pura temannya. Lumayanlah untuk tambahan uang makannya. Untuk masalah bayar kontrakan, dia bayar dengan gajinya yang juga lumayan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Patrick Khan
,mampir kak 🤗
2023-01-03
1