Love And Scandal
Rana baru saja meletakkan tasnya di atas meja makan sebelum mengambil gelas dan mengisinya dengan air hangat, hari ini ia pulang kerja lebih cepat dari biasanya karena sedang tidak enak badan.
Baru dua teguk Rana meminumnya saat terdengar ******* seseorang dari lantai atas, ******* seperti orang yang tengah kepedasan itu terdengar saling bersahutan.
Ia melirik jam tangannya, sudah pasti itu bukan suara Rangga, karena suaminya baru pulang ke rumah setelah pukul tujuh malam, sementara mamanya saat ini tengah bermalam di rumah salah satu saudarinya.
'Apa Rania sedang makan keripik pedas itu lagi bersama dengan temannya?'
Rana meletakkan gelasnya di atas meja sebelum kembali meraih tasnya dan melangkah pelan mendekati sumber suara yang berasal dari dalam kamar adiknya yang dulunya adalah kamar Rana bersama dengan suaminya.
Suara ******* itu semakin kencang saat mengalun keluar dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat.
"Aahh ... Bagaimana? Kamu suka?"
"Ya ... Terus mas, lebih dalam lagi, yaa begitu yaa ... "
Seketika itu juga Rana mengepalkan kedua tangannya, ia mengerti sekali apa yang sedang terjadi di dalam kamar, berani sekali adiknya melakukan itu di rumahnya.
Ia mempercepat langkahnya, lalu membuka lebar pintu kamar Rania hingga terbanting, membuat kedua insan yang sedang asik berhubungan itu tersentak kaget karenanya.
Dengan tergesa-gesa sang pria mencabut miliknya dari dalam Rania sebelum menarik selimut untuk menutupi dirinya sendiri, sementara kedua pasang mata itu membelalak lebar saat melihat Rana berdiri di ambang pintu,
"Raniaaa!" teriak histeris Rana.
***
Dua bulan sebelumnya.
Rana merasakan tepukan halus Rangga di pundaknya sebelum suaminya itu duduk di sampingnya, di depan pusara papa Rana yang baru saja disemayamkan.
Rangga baru saja kembali dari Milan, setelah meninjau proyek di kota itu selama satu minggu.
"Sabar, Beb. Tuhan lebih sayang dengan Papa, dan yang terpenting sekarang Papa sudah tidak merasakan sakit lagi," ujarnya menenangkan Rana.
"Iya, Mas, " isak Rana sebelum menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya, hingga tangisannya pun kembali pecah.
"Maaf, mas tidak hadir di saat-saat terakhir Papa," ucap Rangga dengan sebersit rasa sesal, sementara jemarinya membelai lembut rambut panjang Rana.
"Papa pasti memakluminya, Mas. Bagaimanapun juga Papa pergi semendadak itu, jangankan Mas yang berada di benua yang berbeda dengan Papa, aku saja yang masih satu kota tidak dapat menemani di saat-saat terakhir Papa. Kenapa Papa mendadak sekali perginya, kami semua belum siap kehilangannya, Mas?!"
"Iya, mas mengerti perasaanmu saat ini, Beb. Tapi lihatlah Mama dan Rania, mereka sama terpukulnya sepertimu. Di antara kita Mama lah yang paling merasakan kehilangan Papa. Kalau kamu ada aku yang menghiburmu dan Rania ada Samu yang menghiburnya, lalu siapa yang menghibur Mama? Tidak ada, Beb. Jadi, tenangkan dirimu dan hibur Mama, yaa," bujuk Rangga.
Ya, Rangga benar. Tanpa adanya papa, tidak ada lagi yang menghibur mama selain anak-anaknya, juga kedua adik mama.
Rana menghapus air matanya lalu pindah ke samping mamanya yang langsung menghambur ke dalam pelukannya,
"Mama bisa apa tanpa Papamu, Rana?" isaknya.
Rana hanya bisa menepuk lembut punggung mamanya, mau merespon mamanya pun tidak ada satupun kata pun yang dapat keluar dari mulutnya, semua tertahan di tenggorokannya, selain dari air matanya yang masih saja terus mengalir tanpa henti.
Hingga mereka kembali ke rumah mama, mereka sama-sama merasakan kehampaan, rasa kehilangan sosok suami dan ayah yang baik bagi mereka. Rumah itu dipenuhi kenangan akan papanya.
"Apa Mama tidak sebaiknya tinggal bersama denganmu saja, Rana? Kasihan kalau Mama tinggal sendiri di rumah sebesar ini," saran Rania.
Apa karena mereka saudara kembar hingga apa yang ada di dalam pikiran Rania juga sama dengan yang tengah Rana pikirkan saat ini.
Dengan tingkat kejahatan yang terus meningkat, rasanya Rana tidak akan bisa tenang meninggalkan mamanya seorang diri, meski ada beberapa asisten rumah tangga, belum lagi supir dan tukang kebun, tapi tetap saja Rana masih merasa was-was.
Ia menatap lekat-lekat Rangga untuk meminta persetujuan suaminya itu. Bagaimanapun juga itu rumahnya bersama dengan Rangga, Rana tidak dapat memutuskannya begitu saja tanpa persetujuan Rangga.
"Apa kamu mau Mama tinggal bersama dengan kita?" tanya Rangga dengan lembut.
"Kalau Mas tidak keberatan tentu saja," jawab Rana.
"Mama juga adalah mamaku, kamu pun pasti akan melakukan hal yang sama dengan Mommyku seandainya yang ada diposisi ini adalah Mommy, ya kan? Jadi ya, tentu saja aku akan mengizinkannya, Beb."
Refleks Rana segera beringsut dan mendekap Rangga dengan erat,
"Terima kasih, Mas!" serunya dengan penuh kelegaan.
Rangga tersenyum lembut pada mama sebelum berkata,
"Mau kami bantu membereskan perlengkapan Mama?" tanyanya.
"Tidak perlu, Rangga. Biarkan saja Mama tinggal di rumah ini, Mama masih merasakan kehadiran Papa di rumah ini," jawab mama.
Dengan kedua mata yang kembali berkaca-kaca mama menyapukan pandangannya ke sekitar rumahnya, rumah yang ia tempati bersama dengan papa sejak hari pertama mereka menempuh hidup baru.
Rana dan Rania pindah duduk ke samping mama, mengapit mama di antara mereka sambil menggenggam erat tangan mama,
"Ma, tolong pahami kekhawatiran kami, Ma. Kami tidak akan bisa tenang kalau Mama hanya sendirian saja di rumah ini, maksudnya tanpa satupun keluarga yang menemani Mama," desah Rana.
"Ya, Rana benar, Ma. Rania juga tidak akan tenang meninggalkan Mama di sini. Setidaknya kalau Mama tinggal di rumah Rana, ada Rana dan Rangga yang akan selalu mengawasi Mama," tambah Rania.
"Mama ridak mau merepotkan Rana dan Rangga," ujar mama lirih.
"Ma, aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Dan seperti yang sudah Mama dengar dari mulut mas Rangga sendiri tadi, kalau mas Rangga pun tidak merasa keberatan Mama tinggal bersama dengan kami. Selama ini Mama sudah membesarkanku dengan sangat baik, jadi tolong berikan aku kesempatan untuk berbakti kepada Mama," pinta Rana setulus hati.
Pandangan mama memandang bergantian dari Rana ke Rania, lalu ke Samu dan Rangga hingga kembali ke Rana,
"Ya, Mama akan tinggal di rumahmu. Tapi kalau Mama mau menginap di rumah tantemu, kamu dan Rangga tidak akan melarangnya kan?" tanyanya.
Sambil tersenyum lebar Rana menepuk pelan punggung tangan mamanya saat menjawab,
"Tentu saja kami tidak akan melarangnya, Ma. Selama tujuan Mama jelas kami tidak akan melarang Mama untuk bepergian. Bagaimanapun juga Mama butuh liburan."
"Nah, dengan begitu aku dan mas Samu baru akan merasa tenang di Kuala Lumpur nantinya!" seru Rania dengan riang.
"Loh, Samu jadi pindah tugas ke Kuala Lumpur, Rania?" tanya Rana.
"Ya, itu makanya aku meminta Mama untuk tinggal bersamamu, Rana. Hanya Mama saru-satunya orang tua yang aku miliki sekarang, jadi tolong jaga Mama baik-baik untukku," jawab Rania.
"Ya, tentu saja aku akan menjaga Mama dengan sepenuh hatiku, itu juga sudah kewajibanku sebagai seorang anak."
***
Dear readers kesayangan ...
Terima kasih telah mampir ke novel terbaru Nice, jangan lupa dukungannya yaa dengan vote voucher, hadiah, serta tinggalkan jejak di kolom komentar dan juga like di tiap babnya yaa ...
Terima kasih, happy reading and have a nice day with Nicegirl.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
anisa
sdh lama ngulik2 nama pena kamu Nicegirl...tp blm ada novel baru lg, baru ini nemu nih, telat bgt akutuh
2024-01-04
0
💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥
mampir kak Nice..
2023-09-23
0
Memyr 67
mmh, ini novel kapan ya?
2023-07-29
0