Alter Ego

"Kami telah melakukan semua yang terbaik untuk pasien, Bu. Sekarang hanya tinggal keinginan hidup yang besar dan juga dukungan dari keluarga yang akan sangat membantunya, juga doa yang tidak pernah terputus untuknya yang akan membantunya keluar dari zona nyamannya.”

“Sudah pasti kami akan selalu mendukungnya, Dok. Sampai kapanpun kami akan tetap berada di sisinya,” ujar Rana dengan suara serak.

Dan ternyata zona nyaman Rania berlangsung dengan lumayan lama hingga satu bulan sudah kecelakaan itu terjadi, barulah Rania membuka kedua matanya. Saat itu Rana, mama dan juga Rangga sedang menjaganya bersama-sama karena hari Minggu jadi Rangga tidak bekerja.

Gerakan tangan Mama yang sedang membersihkan lengan Rania dengan waslap basah terhenti di udara saat melihat gerakan spontan jemari putri bungsunya itu. Pun demikian dengan Rana dan Rangga yang langsung mendekati sisi tempat tidur Rania dan memusatkan perhatian mereka pada tangan Rania yang tidak lama kemudian kembali bergerak.

Sontak saja mereka memekik girang saat melihatnya, disusul dengan kedua kelopak matanya yang bergetar sebelum akhirnya terbuka lebar.

“Rania!” Pekik Rana, mama dan juga Rangga secara bersamaan.

Rania mengedarkan pandangannya ke sekitar ruang rawatnya dengan tatapan bingung, sebelum akhirnya matanya tertuju pada Rana, lalu ke mama dan terakhir ke Rangga yang membuat kedua matanya berbinar ceria,

“Mas Rangga!” Serunya dengan suara yang terdengar berat dan kering, mungkin karena terlalu lamanya ia terbaring koma.

“Iya, Rania saya Rangga,” sahut Rangga dengan wajah sumringah.

“Rania? Apa kamu lupa dengan istrimu sendiri, Mas? Aku ini Rana, istrimu! Bukan Rania!” Sungut Rania membuat Rana, mama dan Rangga saling bertukar pandang dengan kening yang sama-sama mengkerut bingung.

Seketika itu juga seringaian yang tadi menghiasi wajah Rangga perlahan menghilang, demikian juga denga Rana.

“Kamu Rania, ini baru Rana istri saya," sangkal Rangga.

“Aku Rania? Bukan aku bukan Rania tapi Rana, Mas!” tegas Rania sebelum menatap galak Rana,

“Apa kamu mau mencoba merebut suamiku, Rania? Kamu … Arrgghh kepalaku sakit sekali!!” teriak Rania sambil menekan kepalanya yang masih dibalut dengan perban itu sebelum akhirnya kembali tidak sadarkan diri.

“Kenapa putri saya bisa menjadi seperti itu, Dok? Kenapa dia mengira dirinya sendiri sebagai Rana?” tanya Mama.

“Dari hasil CT Scan memang ada sedikit pembengkakan di bagian kepalanya, dan kami sudah memprediksi kalau putri anda kemungkinan besar akan menderita amnesia yang bersifat sementara. Tapi ternyata di luar prediksi kami, putri anda malah mengira dirinya sebagai kembarannya. Apa pernah terjadi seperti ini sebelumnya?”

“Mereka memang sering bertukar peran saat masih kecil untuk mengecoh saya dan suami saya. Awalnya kami kira itu hal yang wajar dan hanya sebagai bentuk keusilan dari mereka saja. Tapi lama-kelamaan kami baru menyadari kalau ada yang aneh dengan Rania karena seringnya ia mengira dirinya sendiri sebagai kakaknya, Rana. Meski Rana sedang tidak ingin bermain tukar peran itu."

Mama mendesah pelan sebelum kembali melanjutkan,

“Saya dan suami saya membawanya ke psikiater, dan ternyata Rania mengidap dissociative identity disorder, kepribadian ganda, atau istilah Psikologinya Alter Ego. Saat Alter egonya mengambil alih kesadarannya, Rania akan menjadi pribadi yang lain, menjadi Rana dalam hal apapun, termasuk menjalankan keseharian kakaknya itu seperti biasanya. Apa itu berpengaruh, Dok?”

Dokter itu untuk sesaat seperti tengah menghubungkan kepribadian Rania dengan yang terjadi barusan saat Rania mengira dirinya sebagai Rana.

“Saya mengira kalau benturan keras di kepalanya yang menyebabkan kenangan masa lalunya menjadi rancu. Ingatannya menjadi acak. Dan karena mereka saudara kembar biasanya ikatan batin mereka sangatlah kuat. Mereka cenderung dapat merasakan satu dengan yang lainnya.”

Sang dokter menatap Rania secara menyeluruh,

“Tapi kalau ternyata Rania mengidap Alter Ego, bisa saja saat ini Alter Egonya sedang mengambil alih kesadarannya. Jadi, sebaiknya kita tunggu saja perkembangannya sampai Rania kembali siuman nanti. Saat ini tubuhnya masih lemah, mungkin juga dengan ingatannya, terlebih lagi ada sedikit benjolan di kepalanya,” sarannya.

“Bagaimana kalau ternyata Rania masih mengira kalau dirinya adalah aku?” tanya Rana dengan panik.

Dulu …

Mamanya selalu memintanya untuk mengalah setiap kali Rania mengklaim kekasih Rana sebagai kekasihnya saat Alter Egonya mengambil alih kepribadian adiknya itu.

Bahkan Rania tidak ragu-ragu mencium kekasih Rana di depan matanya sendiri, seolah Rana tidak memiliki hati dan perasaan.

Dan sialnya semua kekasih Rana memanfaatkan hal itu dengan balas mencium Rania. Mereka semua sama saja kecuali Ananta.

Yaa, Ananta selalu berbeda dalam segala hal dibandingkan dengan mantan kekasih Rana lainnya.

Apa kali ini mamanya akan memintanya untuk kembali mengalah pada adiknya itu? Terlebih lagi kondisi Rania saat ini lebih mengkhawatirkan lagi dari percobaan bunuh dirinya dulu, ketika Ananta menolaknya dengan tegas saat Rania berniat untuk menciumnya dan menjadikannya sebagai kekasihnya.

“Kalaupun hal itu terjadi, besar kemungkinan akibat dari trauma psikisnya atas kecelakaan yang menimpanya hingga menyebabkan suami dan juga putrinya meninggal, yang menyebabkan Alter Egonya kembali. Karena Alter Ego dapat mengambil alih kontrol tubuh dari penderitanya kapan saja. Biasanya stress, takut dan marah yang menjadi pemicu kambuhnya kepribadian gandanya itu.”

Tubuh mama seketika melemah, ia nyaris saja ambruk ke lantai kalau Rangga tidak dengan sigap menopangnya,

“Ya Tuhan! Mama tidak dapat membayangkan akan sehancur apa hati Rania saat mengetahui Samu dan Jingga sudah meninggal. Mereka sudah meninggalkannya untuk selamanya,” isak mama dengan pilu.

“Kami mohon maaf, Bu. Tapi, Rania telah mengetahui kematian suami dan putrinya karena saat itu mereka berada di dalam ruangan yang sama. Rania berada di sana dan kemungkinan besar mendengar saat kami menyatakan kalau suami dan putrinya tidak dapat diselamatkan lagi. Karena sesaat setelah kami mengeluarkan pernyataan itu, Rania langsung tidak sadarkan diri selama satu bulan ini."

Mama melepaskan diri dari Rangga lalu menghambur ke arah Rania dan memeluk tubuh putri kesayangannya itu. Sedu sedannya mungkin dapat terdengar hingga ke lorong rumah sakit dan mama terlihat tidak peduli. Mama hanya ingin meluapkan kesedihannya sekeras-kerasnya.

“Rania! Malang sekali nasib kamu, Sayang. Sadarlah Rania, Mama akan memberikan apapun untukmu, apapun selama kamu dapat bertahan hidup dan tidak meninggalkan Mama … ” lirihnya.

Sambil berlinangan air mata, Rana menghampiri mamanya dan mengusap lembut punggung mamanya yang bergetar karena isakannya itu,

“Sabar, Ma, Rania pasti kuat kok menghadapi semua cobaan ini,” ujarnya menenangkan.

“Kamu tahu sendiri, Rana. Betapa rapuhnya adikmu ini sejak dulu. Bahkan sejak kalian dilahirkan Rania terlihat jauh lebih kecil darimu seolah kamu yang menyerap semua nutrisi di dalam rahim Mama dan tidak menyisakannya untuk adikmu!”

Kembali diungkit dengan masalah itu membuat hati Rana terasa tertusuk duri. Memang ini bukan kali pertamanya ia mendengar penjelasan mamanya tentang seberapa kecilnya Rania dulu saat dilahirkan dan seberapa besarnya Rana saat itu.

Terpopuler

Comments

anisa

anisa

bukan salah Rana itu ma 🥺

2024-01-04

0

Diah

Diah

kasian kalo sampe rana harus ngalah lagi

2023-03-02

0

Abie Mas

Abie Mas

kan bukan salah rana

2023-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!