“Kamu tahu sendiri, Rana. Betapa rapuhnya adikmu ini sejak dulu. Bahkan sejak kalian dilahirkan Rania terlihat jauh lebih kecil darimu seolah kamu yang menyerap semua nutrisi di dalam rahim Mama dan tidak menyisakannya untuk adikmu!”
Kembali diungkit dengan masalah itu membuat hati Rana terasa tertusuk duri. Memang ini bukan kali pertamanya ia mendengar penjelasan mamanya tentang seberapa kecilnya Rania dulu saat dilahirkan dan seberapa besarnya Rana saat itu.
Tapi tetap saja ia merasa sakit tiap kali mama mengungkitnya, seolah mamanya menyalahkannya atas setiap kesialan yang Rania hadapi.
Meski begitu, Rana tetap membesarkan hati mamanya dengan terus berusaha menenangkannya,
“Aku tahu, Mama … Aku tahu. Tapi bukan berarti Mama harus meratapi nasib Rania seperti ini. Justru itu akan membuat Rania semakin merasa sedih, Mama. Tugas kita sekarang adalah membesarkan hatinya, menariknya keluar Rania dari lubang kedukaannya, dan menghiburnya sebisa yang kita bisa hingga Rania dapat kembali tersenyum seperti dulu lagi.”
Sambil menghapus air mata dengan jemarinya, mama kembali berdiri tegak. Ia menatap Rana dan Rangga secara bergantian,
“Apa kamu mau melakukan apapun demi bisa membuat Rania kita kembali tersenyum lagi?” tanyanya.
“Iya, Mama. Selama aku bisa aku akan melakukan apapun untuknya,” jawab Rana tanpa mengetahui maksud terselubung dari pertanyaan mamanya itu.
“Termasuk menyerahkan suamimu itu pada Rania?”
Tentu saja hal itu membuat tidak hanya Rana tapi juga Rangga tersentak. Bahkan Rangga langsung merangkul pinggang Rana seolah tidak ingin melepaskannya hanya karena Rania.
“Tidak, Ma! Aku akan melakukan apapun kecuali yang satu ini!” tegas Rana.
Menyerahkan suaminya pada adiknya itu? Ia tahu selama ini kasih sayang mama padanya memang timpang sebelah, tapi ini yang terbjuruk sampai-sampai mamanya itu mengabaikan perasaan Rana hanya demi Rania.
“Hanya untuk sementara, Rana. Hanya sampai kondisi Rania berangsur normal, dan ingatannya sedikit demi sedkit kembali memaik lagi. Dan Mama harap saat itu Rania sudah tidak terlalu sedih lagi dengan kepergian Samu dan Jingga,” pinta mama.
Benarkah? Dulu juga mama mengatakan hal yang sama tiap kali Alter Egonya Rania mengambil alih kepribadiannya saat adiknya itu menjadi Rana. Mama selalu meminta Rana untuk membiarkan Rania bersama dengan kekasih Rana, ‘Hanya untuk sementara’ itulah yang selalu digaungkan mamanya kala itu.
Tapi apa yang terjadi selanjutnya? Mereka semua jatuh ke dalam pelukan Rania. Semuanya! Kecuali Ananta. Dan Rana tidak mau kejadian serupa terjadi lagi sekarang.
Bukan berarti ia meragukan cintanya Rangga padanya, ia tahu persis betapa dalamnya cinta suaminya itu padanya. Tidak mudah Rangga mendapatkan hati Rana dan membuatnya mampu move on dari Ananta, hingga berhasil membawa Rana ke pelaminan.
Rangga bukan tipe pria yang melepaskan begitu saja apa yang telah pria itu dapatkan dengan susah payah. Dan keyakinan Rana itu dipertegas dengan penuturan Rangga,
“Saya juga tidak akan pernah setuju, Ma. Saya tidak akan mempermainkan rumah tangga saya hanya demi menghibur Rania. Saya tahu Rania sedang berduka, tapi banyak cara yang dapat kita lakukan selain dari cara gila yang Mama tawarkan tadi.”
“Apa kalian berniat menolak permintaan Mama?”
“Ya! Mungkin Rana masih terlihat ragu-ragu. Tapi tidak dengan saya. Saya akan tegaskan sekali lagi atas ketidaksetujuan saya pada ide gila itu. Cukup Mama turut campur dalam masalah anak, saya tidak akan membiarkan Mama merecoki rumah tangga saya dan Rana lebih dalam lagi!”
Napas mama tercekat. Tidak pernah sebelumnya Rangga meninggikan suaranya di depan mama, bahkan tidak di depan Rana sekalipun. Tapi sepertinya saat ini emosi Rangga tengah berada di puncaknya.
“Maaf saya menginterupsi kalian sebentar. Silahkan lanjutkan diskusi kalian, saya harus visit pasien saya yang lainnya!” seru sang dokter yang tidak ingin terlibat ke dalam masalah rumah tangga pasiennya sebelum melangkah keluar dari ruangan itu bahkan sebelum mereka menjawabnya.
Suasana yang untuk sesaat terlihat tegang dan seketika sunyi setelah penegasan Rangga tadi dipecahkan oleh suara tangisan Mama. Rana bahkan tidak dapat menghindar lagi saat tiba-tiba mama bersimpuh di kakinya,
“Tolong, Rana. Tolong lakukan saja demi Rania … ” pintanya.
Sontak saja Rana segera jongkok untuk membantu mamanya berdiri tapi mama tetap bersikeras bersimpuh di kaki Rana sambil terus terisak pilu.
“Ma! Jangan membuat aku menjadi seperti anak durhaka. Mana ada seorang ibu yang bersimpuh di kaki anaknya. Ayo berdiri, Ma!”
Meski Rana sekuat tenaganya berusaha membuat mamanya kembali berdiri, tapi mama tetap bergeming,
“Mama akan terus bersimpuh seperti ini sampai kamu dan Rangga menuruti keinginan Mama!”
Terjadi lagi …
Mamanya yang memohon-mohon demi kebahagiaan Rania dan mengabaikan kebahagian Rana. Adakah ketimpangan kasih sayang dari mama lain seperti halnya ketimpangan yang Rana rasakan dari mamanya sendiri?
Tidak hanya satu atau dua kali saja, tapi berkali-kali di sepanjang hidupnya bersama dengan mamanya itu.
“Ma, jangan seperti ini, tolong ngertiin aku sekali saja, Ma … ” pinta Rana dengan suara parau.
Rangkulan tangan Rangga semakin mengencang di pinggangnya, pria itu berusaha menguatkan istrinya, tapi tetap saja tidak mampu mempertahankan pendirian Rana yang mulai goyah lagi akibat dari rengekan mamanya itu.
“Berikan aku dan mas Rangga waktu untuk mendiskusikannya, Ma," lirihnya.
“Beb … ”
“Kita harus bicara, Mas!” Rana memotong perkataan Rangga yang baru saja akan mengajukan keberatannya itu.
Barulah saat itu mama mau berdiri kembali meski dengan susah payah dan Rana harus membantunya. Sementara Rangga sama sekali tidak mau mengulurkan tangannya untuk membantu mertuanya itu.
Pria itu terlihat memberengut kesal, Rana tidak pernah melihat suaminya semarah itu. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak bisa membiarkan mamanya terus bersimpuh di kakinya.
“Apa kamu sudah gila, Rana!!” geram Rangga saat mereka telah berada di luar ruangan.
“Aku tahu aku memang sudah gila, Mas. Tapi aku tidak bisa melihat Mama terus bersimpuh seperti itu! Tolong mengerti posisiku, Mas!”
“Apa kamu mengerti posisiku, Beb? Aku seperti sebuah barang yang bisa dipindahkan begitu saja sekehendak hati kalian! Yang bisa kalian pinjamkan pada siapapun yang kalian inginkan!"
“Aku mengerti, Mas. Aku mengerti! Dan aku minta maaf untuk itu. Aku minta maaf atas sikap Mamaku juga. Tapi semua Mama lakukan demi Rania, hal yang wajar dilakukan seorang ibu pada putrinya."
“Apa kamu bukan putrinya?"
Melihat Rana yang hanya terdiam dan asik dengan pikirannya sendiri, Rangga kembali menegaskan,
"Mas tanya sekali lagi, apa kamu bukan putrinya? Mamamu bisa dengan mudahnya memohon kebahagiaan Rania meski dengan cara mengambil kebahagiaanmu! Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana dengan kebahagiaanmu sendiri?”
***
Jangan lupa follow IG si_nicegirl yaa …
Happy reading and have a nice day.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
anisa
owalahhh mama kok egois 😣
2024-01-04
0
Abie Mas
mama yg sinting dab tdk waras
2023-02-20
0
🍊𝐂𝕦𝕞𝕚
ko kesel ya kenapa sangat sangat menjengkelkan sekali ini
melihat ibu yang egois seperti ini
2023-01-22
0