Kecelakaan

“Rana, kamu jangan terlalu memanjakan suamimu, jangan terlalu menuruti kemauan suamimu itu. Ingat usiamu semakin lama semakin tua, kesuburanmu pun akan semakin berkurang, Rana. Jadi cepatlah kamu bujuk suamimu itu agar mau segera memiliki anak!” bujuk mama.

Sesuai dengan dugaan Rangga tadi, Mama kembali mencecarnya dengan permintaannya itu.

“Ma, tolong jangan pernah membahas masalah anak di depan Mas Rangga lagi. Kesabaran Mas Rangga juga ada batasnya, Ma. Alasan kami Menunda memiliki anak karena aku yang belum siap hamil, aku masih takut, jadi Mama jangan pernah menyalahkan Mas Rangga untuk itu lagi ya,” pinta Rana.

Menjadikan dirinya sendiri sebagai alasan adalah cara terampuh untuk saat itu. Setidaknya mulai hari ini Rana yang akan dicecar mamanya di setiap harinya untuk segera memiliki anak, dan bukannya Rangga.

Meski pada kenyataannya, keinginan terbesar Rana saat ini adalah memiliki momongan, tapi kalau suaminya sendiri belum siap ia bisa apa?

Lagipula niat Rangga baik, ia merencanakan secara matang masa depan keluarganya. Memastikan keuangan mereka stabil dan lebih dari cukup sebelum hadirnya buah hati mereka.

Meski sebenarnya Rana telah membantu Rangga dalam hal finansial, tetap saja itu tidak membuat Rangga berani mengambil risiko untuk menghadirkan buah hati mereka dalam waktu dekat ini.

“Tapi, Rana … “

“Ma, Please!“

Terdengar helaan berat napas berat mama sebelum berkata,

“Baiklah, Mama hanya mengiginkan yang terbaik untukmu. Jadi tolong pikirkan lagi baik-baik niatmu menunda memiliki anak. Jangan sampai ketika kamu siap nanti semuanya malah telah terlambat, mengingat manusia semakin menua bukan bertambah muda.”

Apa yang dikatakan mama memang ada benarnya. Namun sebagai seorang istri, ia tetap harus mengutamakan keinginan suaminya terlebih dulu.

Rana baru akan merespon penegasan mamanya itu ketika ponselnya berdering dengan nomor asing yang tertera di layar ponselnya namun ia memilih mengabaikannya.

Selama ini, Rana memang tidak pernah mengangkat panggilan masuk dari nomor telepon asing, tapi saat ponselnya kembali berdering untuk yang ketiga kalinya dengan nomor yang sama, ia pun segera menerimanya.

Karena kalau nomor asing itu berasal dari marketing salah satu perusahaan pasti nomor yang muncul di layar ponselnya adalah nomor dengan deretan angka yang acak, random.

“Ya, saya sendiri. Maaf dengan siapa saya bicara?” tanya Rana saat wanita diseberang sana memastikan kalau ia adalah Rana.

Dan ponsel yang berada di tangannya nyaris saja terjatuh saat mendengar kabar buruk dari wanita yang ternyata seorang dokter di sebuah rumah sakit yang mengabarkan kalau Rania terlibat kecelakaan.

Dengan tangan dan juga suara yang bergetar, Rana mencoba untuk berbicara meski dengan terbata-bata,

“La … Lalu Bagaimana dengan keadaan mereka sekarang?”

“Sebaiknya anda segera ke rumah sakit, karena ada surat pernyataan yang harus anda tanda tangani untuk prosedur tindakan kami selanjutnya,” jawab dokter itu.

“Lakukan apapun yang harus kalian lakukan, saya akan mengizinkannya selama itu dapat menyelamatkan nyawa mereka!” Seru Rana.

Ia mengalihkan perhatiannya ke mamanya yang sudah terlihat memucat. Mama pasti sudah dapat menebaknya kalau telah terjadi sesuatu pada anak bungsunya, putri kesayangannya.

“Kami memang akan menyelamatkan nyawa ketiganya semampu kami, tapi kami tetap membutuhkan tanda tangan anda untuk menyetujui tindakan darurat yang akan kami lakukan pada mereka.”

“Baiklah saya menuju ke sana sekarang!” seru Rana sebelum mematikan sambungan teleponnya.

“Ada apa dengan Nia, Na? Apa terjadi sesuatu dengan adikmu itu dan juga anak suaminya?” cecar mama.

"Taksi yang ditumpangi Rania terlibat kecelakaan beruntun, Ma. Dan kini keadaan ketiganya sangat mengkhawatirkan. Lebih baik kita ke sana sekarang!”

“Ya Tuhan! Bagaimana bisa? Rania … Setelah Papamu Mama tidak ingin kehilangan lagi, Rana …” isak mama.

“Jangan berpikiran yang terburuk dulu, Ma. Lebih baik kita banyak berdoa sekarang, semoga mereka baik-baik saja!”

Dan Tanpa membuang waktu lagi Mereka segera bergegas ke rumah sakit, tidak lupa Rana menghubungi Rangga untuk segera menyusul mereka sekarang juga setelah menceritakan penjelasan dokter tadi pada suaminya itu.

“Ok, Mas segera ke sana. Kamu tenangkan dirimu dan juga Mamamu. Yakinkan diri kalian kalau semua akan baik-baik saja!” seru Rangga.

“Ya, Mas. Tolong jangan lama-lama kami sangat membutuhkanmu. Sekarang kamulah satu-satunya pria di dalam keluargaku,” pinta Rana dengan suara parau.

Ia berusaha menahan dirinya sekuat tenaga untuk tidak menitikkan air mata, meski tidaklah mudah mengingat di sebelahnya Mama sedang menangis tersedu meratapi putri kesayangannya itu.

Ya, sebagai anak yang tertua, Rana harus terlihat kuat demi mereka. Padahal yang ingin Rana lakukan saat ini adalah sama dengan mamanya, menangis tersedu-sedu untuk meluapkan semua kesedihannya.

Sesampainya di rumah sakit dokter mengabarkan kalau nyawa Samu dan putrinya tidak dapat di selamatkan, sementara Rania hingga kini belum juga sadarkan diri.

Hanya Rania yang selamat dari kecelakaan maut itu. Mengingat luka berat di kepalanya, Rania termasuk beruntung karena nyawanya masih dapat di selamatkan, meski ia harus terbaring koma karenanya.

Selain itu, besar kemungkinan saat Rania sadar nanti, ia akan kehilangan ingatannya.

“Sampai berapa lama, Dok?” Tanya mama di sela isakan tangisnya.

“Berapa Lamanya kami tidak bisa memprediksinya, Bu. Tapi seiring dengan pulihnya luka di kepalanya akibat benturan itu nantinya, kemungkinan besar ingatannya akan kembali secara bertahap.” jawab dokter itu.

Tangisan mama semakin kencang, ia meraih telapak tangan putrinya yang terbaring lemah tak berdaya, Rania terlihat seperti sedang tertidur pulas, adiknya itu terlihat damai seolah tidak memiliki masalah sedikitpun.

Tapi bagaimana jika Rania sadar nanti dan mengetahui kalau dia telah kehilangan dua orang terkasihnya secara bersamaan? Sanggupkah adiknya itu menanggung beban berita duka itu?

“Ya Tuhan! Malang sekali nasibmu, Nak. Kenapa kamu bisa mengalami kejadian buruk seperti ini? Ditinggal suami dan juga putrimu dalam waktu bersamaan."

Isakan mama kembali terdengar. Dengan cepat Rana menghapus air matanya sebelum melangkah mendekati mama dan menepuk lembut punggung mamanya untuk menenangkannya, ia kembali menghapus air matanya sebelum berkata,

“Ma, jangan bersedih seperti ini, kasian Rania. Meski terbaring koma, Rania masih dapat mendengar suara kita, suara di sekitarnya,” bujuknya.

“Itu benar, pasien koma masih dapat mendengar suara di sekitarnya. Itu makanya dibutuhkan dukungan tanpa batas dari keluarga pasien untuk memberikan semangat pada pasien. Suara dari orang-orang terdekatnya sedikit banyaknya dapat membangkitkan semangat hidup pasien untuk tetap bertahan hidup dan tidak menyerah,” timpal dokter tadi.

“Apa putri saya akan bisa kembali normal lagi, Dok?” tanya Mama.

“Semoga saja demikian, Bu. Hanya dengan sadarnya pasien kita bisa mengetahuinya, hal terburuk bisa saja terjadi meski hasil tes menyatakan yang sebaliknya,” jawab dokter.

“Tolong selamatkan putri saya, Dok. Jangan sampai dia cacat, dia akan semakin terpukul apalagi setelah mengetahui kalau anak dan suaminya telah tiada nantinya,” pinta mama di sela isakannya.

Terpopuler

Comments

Abie Mas

Abie Mas

srlamat

2023-02-19

0

🍊𝐂𝕦𝕞𝕚

🍊𝐂𝕦𝕞𝕚

udah deg degan padahal alurnya masih abu abu

2023-01-22

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

awal kehancuran rmh tangga Rana dimulai

2023-01-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!