Semangat Pagi

"Mas Rangga, bangun sudah siang! Katanya kamu harus berangkat ke kantor lebih pagi lagi hari ini karena harus mempersiapkan presentasimu di depan klien barumu itu!" seru Rana sambil menyibak selimut yang menutupi tubuh suaminya yang hanya mengenakan celana boxernya saja.

Rangga memang lebih senang tidur seperti itu, dia tidak akan bisa tidur dengan lelap kalau dengan berpakaian lengkap.

Rana memekik pelan saat Rangga menariknya hingga jatuh ke atas tubuhnya, dan suaminya itu langsung memeluknya dengan erat,

"Berikan mas semangat pagi dulu, baru mas mau turun dari tempat tidur yang nyaman ini," godanya.

Semangat pagi yang Rangga maksud itu adalah olahraga kasur yang biasa mereka lakukan di hampir setiap pagi. Tapi kali ini mereka tidak dapat melakukannya,

"Mas, aku sedang datang bulan!" keluh Rana sambil mencoba melepaskan diri dari dekapan erat suaminya itu, yang bukannya melonggarkan dekapannya tapi malah memeluknya semakin erat.

“Ah, kamu membuat mas tidak bersemangat hari ini," gumam Rangga tapi masih terus memeluk dan menciumi istrinya itu.

"Lepas, Mas. Kamu harus mandi sekarang, Mama sudah menunggu kita di bawah."

Diingatkan dengan mama mertua yang sudah hampir satu bulan ini tinggal di rumah mereka membuat Rangga mendesah pelan,

"Apa mas bisa skip makan pagi mas, Beb? Mas malas kalau Mama kembali membahas masalah anak lagi."

Rana dan Rangga memang sengaja menunda untuk memiliki momongan terlebih dahulu, karena Rangga yang bukan hanya belum siap menjadi seorang ayah, tapi juga merasa kalau ia belum terlalu mapan untuk itu.

Dan mamanya, hampir dua minggu ini selalu menuntut mereka untuk segera memberikannya cucu, seperti halnya Rania yang telah memberikannya seorang cucu perempuan yang lucu.

Satu hal yang sangat Rangga benci, seseorang memaksakan kehendaknya padanya, seperti halnya mama yang memaksanya untuk segera memberikan anak pada Rana, dan cucu untuknya.

Lebih dari sekali Rana harus terlibat pertengkaran kecil dengan Rangga karena desakan mamanya itu, meski pada akhirnya Rana yang selalu mengalah dan meminta maaf terlebih dahulu.

Ya mau bagaimana lagi? Secara penyebab pertengkaran mereka adalah mamanya, dan Rana yang telah membujuk Rangga untuk mengizinkan mamanya itu tinggal di rumah mereka.

"Mas, sabar yaa. Kan hanya tinggal hari ini saja. Nanti siang Rania akan menjemput Mama untuk tinggal di Kuala Lumpur selama satu bulan," bujuk Rana.

Rana dan Rania memang telah sepakat untuk menjaga mama mereka itu secara bergantian. Besok giliran Rania yang akan menjaganya, itu makanya hari ini Rania bersama dengan suami dan putrinya akan datang menjemputnya.

"Tapi tetap saja, Beb ... "

"Mas!"

Rana kembali memekik pelan saat Rangga membalik posisi mereka hingga Rana berada di bawahnya saat ini,

"Setidaknya berikan mas ciuman penyemangat pagi mas, Beb," bujuknya sambil terseyum menggoda.

Rana menyipitkan kedua matanya,

"Hanya ciuman saja ya!"

"Iya, memangnya mas bisa apalagi dengan adanya tamu tak diundang itu? Kenapa sih harus datang setiap bulan?" keluh Rangga dan Rana terkikik pelan,

"Kalau tamu ini tidak datang, nanti kamu sendiri yang kelimpungan karena itu tandanya aku hamil."

Rangga menyeringai lebar, "Benar juga ya."

Ia mendekatkan wajahnya untuk ******* bibir Rana hingga erangan wanita itu keluar dari tenggorokannya,

"Kamu menginginkannya juga, ya kan?" tanya Rangga dengan suara parau.

Melihat wajah Rana yang mulai dipenuhi gairah membuat Rangga menjauhkan dirinya dan turun dari tempat tidur,

"Ya Tuhan, godaannya terlalu berat. Lebih baik mas mandi air dingin saja!" serunya sebelum melangkah ke kamar mandi dan Rana kembali terkikik geli.

Ia turun dari tempat tidur untuk menyiapkan kemeja dan stelan jas yang akan dipakai suaminya hari itu. Memastikan kalau jas dan pentolannya benar-benar rapi dan bersih.

Lalu mencarikan dasi, kaos kaki, serta memastikan juga kalau sepatunya telah benar-benar mengkilap hingga Rana bisa melihat pantulan dirinya di sepatu hitam Rangga itu.

Hingga akhirnya Rangga keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar, bahkan pria itu sempat mencukur janggutnya, menyisakan warna kehijauan di area dagu, pipi, dan juga lehernya.

"Setuju dengan stelan ini?" tanya Rana sambil menunjukkan jas yang telah ia pilihkan untuknya.

Rangga tersenyum lembut sebelum menjawab,

"Apapun yang kamu pilihkan untuk mas, pasti itu yang terbaik, Beb. Bagaimana mas bisa menolaknya," jawabnya sambil meraih kemeja di tangan Rana dan mencium keningnya.

Kebiasaan Rangga lainnya adalah, pria itu selalu mengenakan kemejanya terlebih dahulu baru mengenakan pakaian dalamnya. Awalnya Rana merasa aneh tapi sekarang ia telah terbiasa melihatnya.

Sementara Rangga mengancingkan lengan kemejanya, Rana membantunya mengikat simpul dasinya,

"Usahakan jangan pulang malam hari ini ya Mas. Tidak enak nanti dengan Rania dan Samu," pintanya.

"Sepertinya hari ini jadwal mas tidak padat, jadi mas bisa pulang lebih cepat."

"Syukurlah ... "

Setelah mereka bergabung dengan mama di meja makan, dengan tatapan penuh kritik mamanya yang ditujukan pada Rana dan Rangga secara bergantian, dan mulai mengeluarkan keluhannya,

"Seandainya saja sudah ada anak di antara kalian, pasti kalian akan terlihat lebih bahagia lagi. Dan kamu, Rangga. Kenapa melarang Rana hamil?"

"Ma, kami hanya belum siap," jawab Rana sementara Rangga tetap fokus pada makanannya, Rana semakin tidak enak karenanya.

"Lalu kapan siapnya? Tunggu rambut kalian sudah memutih semua? Tunggu kiamat?" cecar mama.

Rangga meraih tissue untuk membersihkan mulutnya sebelum berdiri dan mencium kening Rana,

"Mas pergi dulu, Beb. Rapatnya sudah akan dimulai," pamitnya.

"Aku antar!" seru Rana sambil berdiri dan menggandeng lengan Rangga.

“Kenapa kamu selalu menghindar tiap kali Mama sedang membahas masalah anak, Rangga?!” keluh mama, Rana kembali balik badan ke arah mamanya,

“Ma, Mas Rangga bukannya mau menghindar, tapi memang rapatnya akan segera dimulai,” ujarnya.

Bukannya Rana berbohong hanya demi membela suaminya, tapi karena memang ia tahu agenda rangga setiap harinya.

Mama mengibas tangannya dengan tidak sabar,

“Ya sudah pergilah kalau begitu!” serunya.

Sesampainya mereka di depan mobil Rangga, Rana kembali merapika dasi suaminya itu,

"Jangan marah yaa,“ pintanya.

"Tidak, mas tidak marah, Beb. Seperti katamu tadi mas hanya harus bersabar satu hari lagi."

"Terima kasih, Mas.”

“Kamu juga bersabar yaa. Mas tahu setelah mas pergi nanti Mama pasti akan kembali mencecarmu dengan masalah anak, ya kan?” tebak Rangga.

Rana tersenyum kecut sebelum menjawab,

“Ya, tapi tenang saja aku selalu bisa memberikan penjelasan pada Mama. Karena ini adalah rumah tangga kita, jadi sebaiknya Mama tidak ikut campur apalagi memaksa kita untuk segera memiliki keturunan.”

Sebenarnya Rana sangat ingin menimang anak, seperti halnya teman-temannya yang telah menikah sesudah dirinya, yang kini telah memiliki setidaknya satu orang anak.

Tapi demi bisa menuruti keinginan suaminya itu, apalagi semua juga demi kebaikan mereka, demi kesejahteraan anak-anak mereka nantinya, jadi Rana dengan senang hati mendukung keinginan suaminya itu.

“Kamu memang selalu bisa di andalkan,” puji Rangga sambil tersenyum lembut.

Rangga kembali mengecup kening Rana sebelum masuk ke dalam mobilnya. Rana melambaikan tangannya saat supir mereka pak Bayu melajukan mobil dengan pelan hingga perlahan keluar dari pagar rumah mereka.

Terpopuler

Comments

💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥

💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥

aneh ya,koq ada orang menikah gak mw punya anak.Mencurigakan sekali..
Padahal anak itu adalah tanda cinta lho n bakalan mempererat hubungan suami istri

2023-09-23

0

Abie Mas

Abie Mas

anak

2023-02-19

0

🍊𝐂𝕦𝕞𝕚

🍊𝐂𝕦𝕞𝕚

Rangga dan ibunya Rana emang agak bertolak belakang ya

2023-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!