Menggapai Hati Sang Duda

Menggapai Hati Sang Duda

Mendung

Sore itu, mendung begitu gelap dan pekat, matahari seolah bersembunyi di antara gelapnya awan.

Aku menghadiri prosesi pemakaman Felly, istri yang amat di cintai oleh Kenny, laki-laki yang sejak kecil telah mencuri hatiku.

Aku sengaja tidak mendekat ke makam itu, aku tidak ingin Kenny melihat keberadaanku.

Kenny begitu hancur dan sedih, wajahnya menyiratkan duka cita yang amat dalam. Aku sangat paham perasaannya saat itu.

Aku tidak tahan melihat wajah sedih itu, karena kesedihannya adalah kesedihanku. Dukanya adalah duka ku, aku hanya berani memandangnya dari kejauhan.

Hingga saat pelayat satu persatu sudah pergi meninggalkan pemakaman itu, aku melihat Leo sahabatnya dan istrinya berada di makam itu, menemani Kenny sebentar.

Tak lama mereka juga pergi meninggalkan Kenny, hujanpun mulai turun perlahan, semakin lama semakin deras.

Aku masih berdiri di bawah sebuah payung besar. Melihat Kenny yang kembali menangis meratapi kepergian istrinya.

Hatiku sakit, hatiku sedih. Aku tidak rela Kenny menderita dan tenggelam dalam kesedihan. Dadaku sesak.

Rasanya aku sangat ingin berlari menghampirinya, memeluk tubuhnya, memberikan dia tenaga dan kekuatan.

Namun aku berpikir, siapakah aku ini? Aku hanya seorang teman kecil yang terbiasa bermain dan mengobrol dengannya, aku tidak pernah ada dalam hatinya, bahkan di sudut yang terkecil sekalipun.

Ya, aku hanyalah sebuah bayangan, bayangan yang hanya bisa menatapnya dari kejauhan.

Setelah beberapa lama aku berdiri, perlahan kakiku melangkah mendekati Kenny. Aku sungguh tidak tahan melihatnya seperi itu, hatiku sakit.

Aku menadahkan payung besar ku di atas tubuhnya yang bersimpuh di makam itu.

Pakaiannya sudah basah kuyup. Rambut dan wajahnya juga basah oleh guyuran air hujan.

Kenny menoleh ke arahku yang berdiri di belakang nya. Matanya nampak merah, mungkin karena terlalu banyak menangis di tambah dengan guyuran air hujan.

Wajah itu nampak pucat, bibirnya yang biasanya kemerahan alami, kini pucat kebiruan, mungkin karena kedinginan terkena air hujan.

"Dini?" gumamnya nyaris tak terdengar.

"Ken, sudah cukup! Kau harus pulang, Icha menunggumu di rumah, dia membutuhkanmu!" ucapku padanya.

Dia hanya diam tanpa memberikan respon apapun.

"Kau pulang saja duluan, mengapa mengurusku?" tanya Kenny dengan tatapan yang dingin. Sedingin cuaca sore itu.

"Aku tidak mengurusmu! Tapi apakah dengan sikapmu seperti ini akan membuat Mbak Felly kembali lagi?? Tidak kan??" ujar ku.

Kenny terdiam beberapa saat lamanya, aku tau apa yang dia rasakan saat ini, tapi aku juga tidak mau dia larut dalam suasana yang akan membuatnya terpuruk.

Perlahan ku tarik tangannya untuk bangkit berdiri, dia berdiri. Tubuhnya yang tinggi membuat aku semakin menaikan payungku.

"Kau harus kuat Ken, demi Icha dan bayimu, mereka sangat membutuhkanmu, siapa lagi yang akan mengurus mereka kalau bukan kau Papinya!" seru ku.

Lagi-lagi Kenny hanya diam saja, dia lalu berjalan meninggalkan makam Felly, keluar dari payungku yang menaunginya.

Aku mengikuti di belakangnya.

Kenny terus berjalan di bawah derasnya guyuran hujan.

Hingga akhirnya dia sampai di jalan besar setelah keluar dari makam.

Aku tau dia tidak membawa kendaraan, mungkin karena pikirannya yang pada saat itu sedang down, membuatnya agak menjadi linglung.

Hujanpun mulai mereda, aku mengeluarkan ponsel di saku bajuku, dan mulai memesan taksi online untuk Kenny.

Kenny masih berdiri di pinggir jalan itu dengan tatapan yang kosong, seolah mati segan hidup tak mau.

Aku juga masih berdiri menunggunya. Kami saling diam tanpa bicara.

Sekitar 10 menit taksi yang ku pesan datang, dia berhenti tepat di hadapanku.

"Sebentar ya Pak!" kataku pada supir taksi itu. Dia pun Menganggukan kepalanya.

Aku langsung menghampiri Kenny lalu menarik tangannya untuk masuk ke dalam taksi.

"Kau langsung pulang Ken! Ganti bajumu dan bersikaplah yang tenang! Ingat, kau punya dua anak yang saat ini sangat membutuhkanmu!" ujar ku untuk mengingatkannya.

Dia tanpa bicara langsung naik ke dalam taksi.

"Pak, antarkan dia ke alamat yang sudah saya share tadi, dia sedang sedih, jadi jangan mengajaknya bicara, pastikan dia benar-benar masuk ke dalam rumah nya!" tutur ku pada supir taksi itu, supir taksi itu pun Menganggukan kepalanya.

Setelah taksi yang membawa Kenny beranjak pergi, aku mulai memesan taksi untuk diriku sendiri lewat aplikasi di ponselku.

Sedikit lega karena Kenny akhirnya mau kembali pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, aku langsung bergegas mandi dan berganti pakaian.

Belakangan ini aku sering menghindari ngobrol dengan Bapak dan ibuku, bukan apa-apa, di usiaku yang saat ini sudah menginjak 28 tahun, mereka selalu saja membicarakan masalah jodohku.

Entah mengapa, hatiku selalu tertutup terhadap setiap pria yang mendekatiku, termasuk Leo.

Aku tau Leo sudah lama menyukaiku, namun aku hanya menganggapnya sebatas teman, tidak lebih.

Kini aku senang, akhirnya Leo menemukan jodohnya. Dia bahkan menikah duluan, tinggal aku sekarang yang masih jomblo.

Tok ... Tok ...Tok ...

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku.

Aku segera beranjak dari tempat tidurku dan langsung membukakan pintu.

Ibu sudah berdiri di depan pintu sambil membawa segelas teh hangat untukku.

"Tadi kamu kehujanan kan, pasti kedinginan, ini di minum dulu tehnya!" Ibu menyodorkan aku segelas teh hangat itu. Aku langsung meneguknya sampai habis.

Kini tubuhku terasa hangat. Namun Ibu masih belum beranjak dari tempatnya.

"Din, ibu boleh masuk? Mau ngobrol sebentar!" ujar Ibu.

Aku agak ragu untuk mengiyakan, pasalnya pasti akan menanyakan masalah jodoh lagi, aku bosan.

"Ibu mau ngobrol apa?" tanyaku.

"Ya ngobrol saja, masa tidak boleh!" sahut Ibu. Akhirnya aku Menganggukan kepalaku.

Ibu berjalan di belakangku lalu kami duduk di tepi tempat tidurku.

"Bapak mana Bu?" tanyaku.

"Bapak masih di rumah Pak Banu, sejak melayat dia belum pulang, mungkin karena hujan, memangnya tadi tidak ketemu?" tanya ibu balik.

Aku hanya menggelengkan kepalaku.

Bagaimana bisa ketemu, aku tidak pernah datang ke rumah Kenny, aku langsung datang ke makam, itu pun aku menghindar dari keramaian, aku takut orang lain mempergunjingkan kehadiranku. Walau bagaimana, aku ini adalah mantan pacar Kenny dulu.

"Kasihan ya nasibnya Kenny, belum lama menikah sudah di tinggal mati istrinya, malah sekarang statusnya malah jadi duda beranak dua!" kata Ibu.

Aku hanya diam saja, aku masih belum mengerti arah pembicaraan ibu.

"Kamu masih ada hati sama Kenny Din?" tanya Ibu.

Aku terkesiap mendengar pertanyaan ibu, pertanyaan yang tak bisa aku jawab.

Saat ini Kenny sedang berduka, tapi kenapa ibu menanyakan hal yang kurang elok seperti itu.

"Tidak Bu, untuk apa ibu menanyakan itu? Tidak pantas rasanya! Aku capek Bu, boleh aku istirahat sebentar?!" Aku langsung merebahkan tubuhku di atas ranjang ku.

Ku lihat ibu hanya menggelengkan kepalanya lalu keluar meninggalkan kamarku.

*****

Jangan lupa dukungannya guys ...

Terpopuler

Comments

Delisa Aprillia

Delisa Aprillia

fix ini mah pasti kenny jodohnya dini dlm cerita ini hanya di bikin lika liku cerita cintanya antara kenny dan dini karna cinta dini yg tertunda buat kenny 🙊

2023-01-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!