Setelah beberapa lama aku menggendong baby Aldio, belajar memberinya susu, aku lalu segera keluar dari ruangan NICU itu.
Bu Ira nampak duduk di bangku depan ruangan sambil mengobrol dengan Kenny.
Mereka menghentikan obrolannya saat melihat aku keluar dari ruangan itu.
"Sudah selesai Miss?" tanya Bu Ira.
"Sudah, yuk jalan!" kataku.
"Setelah ini Mister Kenny mau kemana? Langsung pulang? Karena kami mau mengunjungi Icha, sudah lama dia tidak masuk sekolah!" tanya Bu Ira.
"Silahkan kalau mau berkunjung ke rumah, aku mau ke makam!" jawab Kenny.
"Baiklah, kalau begitu kami duluan ya!" ucap Bu Ira yang langsung berdiri.
Aku dan Bu Ira langsung berjalan meninggalkan Kenny yang masih berdiri termangu.
Kenny benar-benar kasihan, kini tubuhnya sudah benar-benar terlihat kurus. Matanya cekung, senyum pun seolah hilang dari wajahnya.
"Kasihan Mister Kenny ya Miss, sudah jadi duda dengan dua anak di usia muda!" cetus Bu Ira tiba-tiba.
"Iya!" sahutku singkat.
Aku tidak ingin membicarakan masalah itu. Semakin banyak orang yang mengasihaninya, aku semakin sedih, tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya.
Setelah dari rumah sakit, aku dan Bu Ira langsung meluncur kerumah Icha.
Ketika kami sampai di rumah itu, aura dukacita juga masih menyelimuti rumah itu.
Perlahan aku memencet bell yang ada di sisi tembok gerbang rumah itu.
Mbok Sumi, asisten rumah tangga keluarga Pak Banu datang dan langsung membukakan pintu gerbang rumah itu.
"Icha nya ada Mbok?" tanyaku.
"Ada di kamarnya, ayo masuk Bu!" ajak Mbok Sumi.
Kami lalu bergegas masuk kedalam rumah yang nampak sepi itu.
Om Banu belum kelihatan, sepertinya dia masih di sekolah, kasihan Om Banu, karena kondisi Kenny, membuat laki-laki paruh baya itu kembali lagi ke sekolah.
"Langsung masuk ke kamarnya saja Bu!" Kata Mbok Sumi.
Kami lalu segera berjalan menuju ke kamar Icha yang letaknya di lantai dua, di sebelah kamar Kenny.
Tok ... Tok ... Tok
Bu Ira mengetuk pintu beberapa kali. Tidak ada sahutan.
Aku lalu mendorong pintu itu, ternyata tidak di kunci.
Icha nampak duduk melamun di sisi tempat tidurnya sambil memandang bingkai foto ibunya.
Aku dan Bu Ira mendekatinya perlahan.
"Icha, ini Bu Ira dan Miss Dini, Icha apa kabar?" tanya Bu Ira.
Icha tidak menjawab pertanyaan Bu Ira, menoleh pun tidak.
"Cha, kok gitu di tanya Bu Ira? Dia wali kelas Icha lho!" kataku sambil mencoba menyentuh pundaknya.
Icha tetap diam tak bergeming.
"Ngapain Bu Ira dan Miss Dini kesini?" tanya Icha tiba-tiba.
"Ya mau jenguk Icha lah, kan Bu Ira dan Miss Dini, juga teman-teman Icha kangen sama Icha!" jawab Bu Ira.
"Aku tidak mau sekolah lagi, jadi jangan menjenguk aku!" cetus Icha.
"Icha sudah mau naik kelas dua lho! Nanti kalau Icha tidak sekolah, tidak bisa ujian, kalau tidak ujian kan tidak naik kelas!" tambah Bu Ira.
Icha lalu mendekap bingkai foto ibunya itu, kemudian dia menangis.
"Untuk apa aku sekolah dan jadi anak pintar?? Mami juga tidak akan pernah melihat aku!!" pekik Icha.
Melihat Icha menangis hatiku menjadi perih, ikut merasakan apa yang dia rasakan.
"Cha, Mami bisa lihat Icha dari surga! Kalau Icha seperti ini Mami pasti akan sedih!" ucap Bu Ira.
"Pokoknya aku tidak mau sekolah!! Teman-teman pasti katain aku tidak punya Mami, dulu waktu aku tidak punya Papi, teman-teman juga katain aku!!" seru Icha.
"Tidak akan ada yang membuli Icha!" sahutku.
"Katena Icha punya banyak Ibu di sekolah, ada Bu Ira, Bu Iren, Miss Dini dan masih banyak yang lainnya!" lanjutku.
"Benar Cha, harusnya Icha semangat sekolah, buktikan kalau Icha kuat dan pintar! Mami Icha pasti bangga sama Icha!" timpal Bu Ira.
"Bukan cuma Icha yang kehilangan Mami, Dedek Aldio juga, masih kecil sudah kehilangan Mami!" ucapku.
Tiba-tiba Icha membalikan tubuhnya, matanya menyiratkan kemarahan.
"Aku benci Dedek Al!! Gara-gara dia Mami meninggal, Aku bencii!!" jerit Icha.
Aku langsung memeluk Icha untuk menenangkannya.
"Cha! Jangan seperti ini Cha! Icha harus menyayangi dedek Al, nanti Mami Icha sedih!" kata Bu Ira.
"Tidak!! Aku benci Dedek!!" teriak Icha.
Mbak Nur, pengasuh Icha langsung masuk ke kamar Icha. Dia membawa segelas air putih.
"Icha memang seperti itu Bu belakangan ini, jadi maaf ya kalau sikapnya begitu!" ujar Mbak Nur yang sepertinya merasa tidak enak.
"Sudah Icha istirahat saja!" kata Bu Ira.
Setelah memberinya minum, Mbak Nur lalu mencoba menidurkan Icha di ranjangnya itu.
Setelah di rasa cukup tenang, kami pun keluar dari kamar Icha.
"Saya juga bingung mengapa Icha seperti itu, kalau dulu dia nurut sama Mister, sekarang malah Mister kelihatan rapuh, dia sering melamun sendirian, dan kadang juga tidak mau makan!" ungkap Mbak Nur.
Akhirnya aku dan Bu Ira pamit dari rumah Icha.
"Bu Ira mau langsung pulang kan? Kita pisah di sini dong Bu!" kataku setelah keluar dari gerbang rumah Icha.
"Iya Miss, lagian kita juga beda arah kan, oke sampai ketemu besok Miss!" ujar Bu Ira yang langsung melajukan motornya menuju ke rumahnya.
Sementara aku, tidak bisa membiarkan keadaan seperti ini terus, sebentar lagi baby Aldio pulang ke rumah, Icha juga kondisinya masih belum stabil.
Aku langsung melajukan motorku menuju ke arah makam, aku yakin Kenny ada di sana, dia tidak boleh tenggelam lagi dalam kesedihannya dan dukacitanya, banyak orang yang membutuhkannya, kasihan anak-anaknya. Mau sampai kapan?
Aku memarkirkan motorku di tepi jalan, lalu menuju ke makam Felly dengan berjalan kaki.
Seperti biasa, Kenny terlihat sedang duduk bersimpuh di sisi makam Felly.
Aku lalu segera menghampirinya.
Kenny tetap duduk sambil sesekali meraba nisan makam itu, dia tidak menyadari kini aku ada di belakangnya.
"Ken!" panggilku.
Kenny nampak terkejut, lalu menoleh ke arahku.
"Mau apa kau kesini Din?" tanya nya dingin sambil menatapku datar.
"Kau egois Ken! Icha tidak sekolah dan ikut ujian! Bayimu sebentar lagi akan pulang ke rumah! Tapi kau hanya memikirkan perasaanmu sendiri!!" seru ku.
"Kau pulang saja! Jangan menggangguku!!" ujar Kenny.
"Kau yang pulang!! Apakah dengan kau terus meratapi kematian Mbak Felly, maka dia akan hidup lagi??" tanyaku.
Kenny diam tanpa menjawab pertanyaanku.
"Kalau kau hancur, bukan cuma dirimu saja yang hancur, anak-anakmu juga hancur Ken!! Bersikaplah dewasa!! Kenny yang ku kenal dulu tidak seperti ini!" sentak ku.
Kenny berdiri dari posisinya, dia menatapku tajam. Matanya menyiratkan kemarahan.
"Jangan pernah mencampuri urusan keluargaku!!" serunya.
Setelah itu dia pergi begitu saja meninggalkan aku.
*****
Ayo dong guys tinggalkan jejak ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments