Welcome Baby Aldio

Setelah melalui rapat dengan dewan guru dan pejabat sekolah, kami memutuskan untuk menaikan Icha ke kelas dua, dengan pertimbangan Icha sebenarnya anak pandai dan cerdas, cuma karena kondisi psikisnya sedang sedikit terguncang.

Keputusan itu mendapatkan pro dan kontra, ada sebagian guru yang mengatakan itu tidak adil untuk siswa yang lain, yang berjuang belajar untuk mendapat nilai terbaik.

Namun jikalau Icha tidak di naikan ke kelas dua, bukankah itu akan menambah rasa kurang percaya dirinya? Apalagi dia baru kehilangan ibunya.

Setelah selesai membagikan raport, liburan kenaikan kelas pun tiba, aku menghabiskan liburan di rumah saja dengan membaca banyak buku dan berkebun di halaman rumah.

Sore ini, Bapak mengajakku berkunjung ke rumah Om Banu, karena hari ini, Baby Aldio sudah pulang kerumah.

Aku pun tidak menolak ajakan Bapak, aku juga kangen pada Baby Aldio, Icha juga Kenny.

Biarlah aku simpan saja rasa kengenku pada Kenny, walaupun hanya di dalam hati saja, seorangpun tidak ada yang tau perasaanku, termasuk Bapak dan Ibu.

"Ayo cepat Nak! Kau lama sekali di dalam!" panggil Bapak yang sudah ada di dalam mobilnya, aku pun tergopoh-gopoh menghampirinya dan langsung naik ke dalam mobil.

Ibu nampak berlarian kecil dari arah dalam mendatangi kami yang akan berangkat.

"Ini buat cucu nya Pak Banu!" kata Ibu sambil menyodorkan sebuah kado ke arahku.

"Ya Bu, kami pamit ya Bu!" pamitku pada ibu. Ibu Menganggukan kepalanya sambil melambaikan tangannya.

Kami pun segera berangkat ke rumah Om Banu.

Setelah sampai, Bapak langsung memarkirkan mobilnya di depan rumah Om Banu. Kami pun langsung turun.

Setelah memencet bel rumah, Mbak Nur pun muncul dan membukakan gerbang, kami langsung di persilahkan masuk.

Di ruang keluarga itu, nampak sebuah box bayi besar dengan ditutupi oleh kelambu.

Icha nampak menonton TV bersama Om Banu, Mbok Sumi terlihat sedang melipat pakaian bayi.

"Eh, ada ibu guru!" seru Mbok Sumi.

Om Banu langsung menoleh dan menghampiri kami.

Bapak langsung menjabat tangan Om Banu dan mereka saling berangkulan

"Selamat Banu! Cucumu cantik!" puji Bapak.

"Trimakasih Brata! Ayo duduk kalian! Sumi!! Buatkan minuman!!" teriak Pak Banu.

"Iya Pak!" sahut Mbok Sumi yang langsung bergegas pergi ke arah dapur.

Aku mendekat ke box bayi itu, baby Al nampak lelap tertidur. Begitu mungil dan lucu, rambutnya lebat dan lurus, seperti Kenny.

Ah, Kenny, di mana dia, sudah lama aku tak melihatnya. Tiba-tiba ada perasaan rindu yang menyeruak masuk di relung hatiku.

Perlahan aku mengangkat bayi mungil Aldio, dia nampak sedang tertidur.

"Kau sudah cocok menggendong bayi Din!" celetuk Om Banu tiba-tiba.

"Om Banu bisa saja!" sahutku malu.

Aku langsung duduk bergabung dengan mereka sambil menggendong baby Al.

"Brata, Dini sudah punya calon belum? Jangan biarkan anak gadismu lama-lama sendiri! Nanti kau tidak punya-punya cucu!" ujar Om Banu.

Wajah Bapakku nampak mendung, berapa kali Bapak juga sudah menjodohkan aku dengan anak dari kerabatnya, namun aku yang selalu menolak mereka.

Bagiku hatiku hanya milik Kenny, walau aku tau kami tidak berjodoh dan Kenny tidak pernah sedikitpun memandangku.

"Bagaimana mungkin punya cucu, si Dini itu susah kalo di jodohkan sama orang, aku juga heran!" keluh Bapak.

Baby Al nampak nyaman di pangkuanku, sedari tadi dia tidur sangat tenang.

Mbok Sumi datang menghampiri kami.

"Sini biar Dedek Al Mbok Sumi gendong, kasihan ibu guru nanti pegel!" kata Mbok Sumi sambil menyodorkan tangannya untuk meraih baby Al, aku lalu mendekap bayi itu si dadaku.

"Tidak usah Mbok, biar sama saya saja!" sergah ku.

"Kalau begitu Mbok buatkan susu dulu ya, nanti kalau Dedek Al haus, tinggal minum, sudah waktunya juga!" kata Mbok Sumi sambil beranjak menuju ke arah dapur.

"Banu, di mana Kenny?" tanya Bapak.

"Seperti biasa, paling dia mengurung diri di kamar, sejak istrinya tiada Kenny berubah jadi pendiam, dia nyaris tak pernah bicara apapun!" ungkap Om Banu.

Aku yang mendengarnya jadi sedih, dulu aku pernah cemburu dan sakit hati karena dia memilih Felly, namun ini bahkan jauh lebih sakit dari itu.

Dulu aku selalu berpikir, asal Kenny bahagia sudah cukup, dengan siapapun dia, aku bisa menahan perasaan hatiku sendiri, tapi saat ini dia tidak bahagia, apa yang harus aku lakukan?

Tak lama Mbok Sumi datang sambil memberikan botol susu padaku.

Kebetulan baby Al sudah bangun, dia pasti haus, aku langsung menyodorkan botol susu itu ke mulutnya, benar saja, bayi mungil itu langsung menghisapnya.

"Din, sering-seringlah kau main kesini, kau kelihatannya cocok dengan Aldio, sekalian latihan mengurus anak!" ujar Om Banu.

"Benar Din, dari pada di rumah kerjamu hanya membaca buku dan berkebun, mending mengurus bayi, siapa tau dengan begitu kau akan cepat menikah!" timpal Bapak.

Aku diam saja mendengar perkataan mereka, sesungguhnya aku juga ingin membantu mengurus Baby Aldio.

Tapi aku cukup tau diri, Kenny bisa berpikir kalau aku mengejarnya.

"Brata, aku juga sedang berpikir, kasihan Kenny kalau selalu larut dalam duka, aku ingin mencarikan dia pendamping, kasihan juga anak-anaknya tidak ada yang mengurusnya, Nur selalu sibuk mengurus Icha, Sumi juga sudah terpaku tua untuk mengurus bayi!" ungkap Om Banu.

"Memangnya kau mau menjodohkan Kenny dengan siapa?" tanya Bapak.

"Kau tidak keberatan kan kalau Dini kembali di jodohkan dengan Kenny?" Om Banu menatap Bapak, lalu dia menoleh ke arahku.

"Kau tanyalah sama orangnya, dia mau tidak di jodohkan dengan putramu?" sahut Bapak sambil mengangkat dagunya ke arahku.

Aku jadi salah tingkah, kenapa mereka membicarakan hal itu, di saat Kenny masih sangat mencintai mendiang istrinya.

Tidak, aku memang cinta sama Kenny, tapi bukan berarti aku akan dengan senang hati menerima keinginan mereka begitu saja.

Bagiku kebahagiaan Kenny itu di atas segalanya, Kenny tidak pernah mencintaiku, dia tidak akan bahagia hidup denganku.

"Bagaimana Din??" pertanyaan Om Banu mengagetkan aku.

"Umm ... sepertinya jangan Om, Kenny masih Berduka, lebih baik tidak usah membicarakan perjodohan.

Tiba-tiba Kenny turun dari lantai atas kamarnya, dia sudah mengenakan jaket lengkap, sepertinya dia akan pergi.

"Kau mau kemana Ken? Ini ada Om Brata! Kau berilah salam dulu!" ujar Om Banu.

Kenny segera menghampiri kami dan segera menyalami Bapak.

Dia melirik sekilas ke arahku yang sedang memangku bayinya.

Kemudian tanpa bicara lagi, dia segera pergi keluar dari rumahnya meninggalkan kami.

Tiba-tiba dadaku bergemuruh cepat, aku takut Kenny akan melakukan sesuatu yang ...

Ah, aku tidak berani berpikir.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!