Kembali Ke Klub

Waktu sudah beranjak malam, aku dan Bapak segera pamit untuk kembali pulang ke rumah.

Baby Aldio sudah tertidur setelah berapa lama aku menggendong dan memberinya susu.

Icha juga sudah masuk ke dalam kamarnya, sekarang anak itu enggan bicara padaku, entah mengapa, namun aku pun membiarkannya, tak mau mengganggunya.

"Nanti di depan sana aku turun ya Pak!" ujarku pada Bapak.

Karena sedari tadi perasaanku tidak enak.

"Lho, kamu mau kemana Nak? Ini sudah malam lho!" kata Bapak.

"Ke rumah teman Pak, ada perlu!" bohongku.

Padahal aku berniat pergi ke suatu tempat.

"Ya sudah, apa perlu Bapak antar saja?" tawar Bapak. Aku buru-buru menggelengkan kepalaku.

"Jangan Pak, aku kan mau mengobrol juga, nanti Bapak kelamaan menungguku!" sergahku.

"Tapi nanti kamu pulangnya bagiamana?" tanya Bapak khawatir.

"Aku kan bisa naik taksi online Pak!" sahutku.

"Baiklah, kamu hati-hati ya Nak!" ujar Bapak yang langsung menghentikan mobilnya di pertigaan jalan besar itu.

Aku pun segera turun dari mobil.

Setelah Bapak sudah pergi, aku langsung memesan ojek online di aplikasi ponselku.

Menunggu 10 menit, akhirnya ojek online nya datang menjemputku.

"Ke tempat yang tadi sesuai aplikasi ya Bang!" kataku pada Abang ojek sambil naik ke atas motornya.

"Iya Mbak!" sahut Abang ojek itu singkat.

Kurang lebih 20 menit perjalanan, kami pun sampai di sebuah klub malam yang cukup besar, yang aku tau dulu Kenny sering nongkrong di sini dengan teman-temannya.

Aku lalu turun dan membayar ongkos ojek.

Perlahan aku masuk ke dalam klub malam itu, firasat ku sangat kuat, Kenny pasti ada di dalam sana.

Suara musik yang keras memekakkan telingaku, sebenarnya aku benci tempat ini, tapi mengapa Kenny sering melampiaskan perasaan hatinya melalui tempat ini.

Mataku menjelajah ke seluruh Tempat. Mencari sosok pria yang sering mengusik hatiku itu.

Hingga aku melihat dia di sudut ruangan yang hingar bingar itu, dia sedang duduk sendiri dengan beberapa botol minuman di hadapannya.

Aku lalu mendekati Kenny, wajahnya begitu kusut, matanya merah, entah sudah berapa botol minuman yang ia sudah habiskan.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, takut kalau ada orang tua murid atau orang yang mengenal Kenny.

Reputasi Kenny bisa jelek. Aku dan Kenny sama-sama pendidik, tidak elok jikalau ada yang melihat kami pergi ke tempat seperti ini.

Aku harus membawa Kenny pergi dari tempat ini.

Aku mendekati Kenny, ku tepuk punggungnya pelan, dia terlihat setengah sadar.

"Ken! Ayo kita pulang!" seruku dengan suara keras, karena suara musik di tempat ini juga keras.

"Tidak mau!! Siapa kau berani mengaturku!!" sentak Kenny.

"Ken, kau bekerja di dunia pendidikan, pikirkan reputasi sekolahmu! Apa kau ingin membuat ayahmu malu!!" sengit ku pada Kenny.

Dia diam tanpa menjawab apapun.

Aku ngeri saat melihat, banyak botol kosong yang ada di depan Kenny, itu berarti dia sudah banyak menenggak minuman itu.

Aku tak bisa berlama-lama membiarkan kondisi ini terjadi, sekuat tenaga aku mencoba untuk membuatnya berdiri dan merangkulnya.

Tubuhnya berat memang, karena dia lebih tinggi dariku, tapi aku berusaha untuk membawanya keluar dari tempat ini.

Ku rogoh saku celananya, ku ambil kunci mobilnya. Aku tak perlu bertanya lagi, dia sudah tidak sadar seperti itu, jalannya pun sudah sangat sempoyongan.

Setelah sampai di parkiran, aku membuka pintu mobil, aku membantu Kenny masuk ke jok depan samping kemudi dengan posisi jok yang di turunkan sehingga dia bisa setengah berbaring.

Setelah itu aku mencoba untuk mengemudi mobil Kenny.

Setelah sekian lama mengemudi, aku lalu berhenti di tepi sebuah jalan, kebingungan mulai menggerayangiku.

Aku tidak mungkin membawa Kenny pulang kerumahnya, Ayahnya pasti akan sedih, apalagi di rumah itu ada anak-anaknya, mereka pasti akan tambah sedih melihat Kenny yang seperti itu.

Tapi aku harus membawa Kenny kemana? Tidak mungkin aku membawanya ke hotel, tidak pantas rasanya kalau aku harus menemani Kenny di hotel.

Kalau Leo belum menikah, mungkin aku akan meneleponnya untuk minta tolong, karena sahabat dekat Kenny hanya Leo.

Tapi kini Leo telah menikah, aku tidak mungkin minta tolong pada Leo.

Akhirnya ku putuskan untuk membawa Kenny pulang ke rumahku, paling tidak itu lebih aman, karena orang tuaku sudah lama mengenal Kenny.

Kembali ku laju kan mobil Kenny menuju kerumahku, waktu sudah menunjukan jam 11 malam.

Kenny nampak tidur memejamkan matanya di sebelahku, bau khas minuman mengganggu penciumanku, Kenny sudah benar-benar tidak sadar.

Rumahku sudah sepi, Bapak dan Ibu sepertinya sudah tidur.

Di rumahku tidak ada asisten rumah tangga, biasanya aku dan ibuku yang mengerjakan tugas rumah, seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah.

"Ken! Ayo turun dulu! Aku tak kuat mengangkatmu! Ayo turunlah!" aku mulai menarik tangan Kenny, berniat akan merangkulnya dan membawanya masuk ke dalam.

Dengan tertatih-tatih dan susah payah akhirnya aku bisa merangkul Kenny dan berjalan pelan masuk ke dalam rumah.

Ibu yang kebetulan sedang keluar kamarnya nampak terkejut saat melihat aku dan Kenny yang baru masuk ke dalam rumah.

"Lho Din, Kenapa Kenny??" tanya Ibu panik.

"Kenny mabuk Bu, ijinkan dia menginap dulu di sini ya, aku tidak tega mengantarnya pulang kerumahnya, keluarganya pasti akan tambah sedih!" jelasku.

"Oh ya sudah, sini ibu bantu bawa ke kamar tamu saja!" kata Ibu yang langsung membantuku memapah Kenny masuk ke kamar tamu.

Setelah itu, aku dan ibu langsung membaringkan Kenny di tempat tidur.

"Kok bisa begini sih Kenny, kasihan dia, belum bisa terima takdir!" ucap Ibu.

"Iya Bu, kasihan Kenny, makanya aku bawa dia kesini, aku bingung mau membawanya kemana lagi!" timpal ku.

"Ibu ke belakang mau buat teh hangat dulu buat Kenny ya Din, kamu tolong jaga dia dulu di sini, kasihan, mulutnya bau minuman!" kata Ibu yang langsung bergegas keluar dari kamar tamu itu.

Aku lalu membuka sepatu dan kaus kaki Kenny, mengendorkan sedikit kancing bajunya.

Aku sangat kaget saat tiba-tiba Kenny terbangun dan langsung memelukku.

Dia menangis sambil membenamkan kepalanya di dadaku.

Aku mendorongnya tapi dia menahannya dengan kuat. Dia menangis.

"Apa artinya aku hidup tanpa mu Fell? Kenapa kau tidak membawaku pergi bersamamu?? Kenapa Fell??" tangis Kenny.

Dadaku sakit mendengar ucapannya, sekuat tenaga aku tepis kan rasa sakit itu, aku lalu membelai lembut rambutnya. ada perasaan hangat yang menjalar di dalam hatiku.

Sampai hari ini aku masih sangat mencintai Kenny.

"Mbak Felly sudah pergi Ken! Kau mau menangis seperti apa, bahkan kau rusak tubuhmu sendiri, tetap dia sudah pergi, dan tidak akan mungkin kembali!" bisik ku sambil memeluk kepala Kenny dalam dadaku.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!