Skandal Termanis
Aileen baru saja pulang dari pasar setelah beberapa drama terjadi selama di pasar. Dia kembali dikejutkan dengan kedatangan sebuah mobil mewah di depan halaman kontrakannya.
Tanpa merasa curiga, Aileen menghampiri seorang pria berpakaian rapi seperti pekerja kantoran.
"Permisi?"
Detik berikutnya wajah Aileen mendadak pucat mengetahui siapa orang yang bertatapan dengannya itu.
Pria tersebut melepaskan kacamata hitamnya, menatap Aileen dengan tatapan datar. Terkesan menyeramkan.
"Kak ...."
Aileen gugup, saking gugupnya dia tidak sadar menjatuhkan keranjang belanjaan. Mendengar suara jatuh yang disebabkan oleh dirinya sendiri, Aileen menunduk dan berdecak sebal. Pria di hadapannya itu menatap dengan wajah datarnya itu.
Aileen kembali menatap pria tersebut dan memperlihatkan cengirannya. Dia buru-buru mengambil keranjang belanjaannya dan gegas menuju ke kontrakan, Aileen memilih mengabaikan pria tersebut yang masih saja diam.
Saat pintu baru saja dibuka dan hendak masuk, pria tersebut menahan Aileen dengan mencengkeram erat pergelangan tangannya.
"Kita perlu bicara!" ucap pria tersebut dengan suara yang sarat penekanan. Tidak untuk ditolak.
Aileen mencoba melepaskan cengkeramannya, tetapi nihil karena tenaganya yang tidaklah sebanding.
"Kak, lepas, dong!" seru Aileen kesal. Dia menatap sebal pria yang sekarang memperlihatkan seringai licik di sudut bibirnya.
"Kak!"
"Jangan teriak," balas pria itu. Namun, dia tidak juga melepaskan tangan Aileen.
Aileen celingukan, dia memperhatikan jalanan karena takut ada orang yang melihat dan bisa saja mereka menuduhnya yang aneh-aneh.
"Kenapa?" Pertanyaan pria di hadapannya itu membuat atensi Aileen teralihan. Dia menggeleng. "Katakan, Ai!"
"Mbak Amee?"
"Kenapa dengan dia?" Aileen menggeleng. "Kalau begitu jangan menghindari saya. Kita perlu bicara!" Pria berperawakan tinggi dengan tubuh yang atletis karena rajin olahraga itu melonggarkan cengkraman pada tangan Aileen.
"Buat apa?"
"Jangan pura-pura lupa!" Tatapan tajam pria itu membuat Aileen makin gugup. Dia sampai menelan ludahnya kasar dan mengangguk pasrah.
Pria tersebut akhirnya melepaskan cengkeramannya dan ikut masuk ke dalam rumah kontrakan Aileen.
"Jangan ditutup, Kak!" larang Aileen saat melihat pria tersebut hendak menutup pintu. Dia tidak mau ada orang yang curiga dan malah membuatnya dalam masalah besar.
Pria itu menaikkan satu alisnya. "Nanti kalau ada orang yang lihat kita bisa kena masalah," imbuhnya.
Tidak ada tanggapan apa pun pria itu lantas membiarkan saja pintu kontrakan terbuka dan dia langsung duduk di sofa. Tatapannya terlihat kesal saat Aileen masih saja berdiri dan melamun.
"Duduklah!" Aileen menggeleng.
"Aku begini saja deh. Lagian Kak Randu ngapain ke sini?" Aileen mulai berani menatap pria yang bernama Randu itu dengan tatapan curiga. Dia telah bersiap siaga dengan berdiri di dekat pintu kamar.
Pikir Aileen jika Randu akan berbuat macam-macam dia akan langsung masuk kamar dan menguncinya. Dia tidak mungkin lari keluar mengingat saat ini sedang hamil muda.
Teringat sesuatu Aileen menatap Randu makin curiga. "Siapa yang beritahu Kak Randu aku di sini? Kak Randu suruh orang, ya?" tebak Aileen sambil menunjuk wajah tampan Randu.
Pria itu dengan santai mengangguk dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Dia menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala, menatap Aileen yang kesal.
"Ngapain, sih? Sumpah kurang kerjaan!" kesal Aileen. dia bersedekap dengan bibir manyun.
"Saya melakukan itu karena kita harus bicara!"
"Tentang?"
Kesabaran Randu terasa diuji, sejak awal perempuan di hadapannya itu tiba-tiba menghilang membuatnya kelimpungan. Bukan karena adanya perasaan cinta atau apa, Randu hanya merasa perlu tahu dan tanggung jawab atas apa yang pernah terjadi di antara mereka. Sekarang dengan mudahnya Aileen seakan melupakan begitu saja.
Randu melihat ada perubahan pada Aileen. Aileen terlihat sedikit gemuk lalu dia memperhatikan perut Aileen yang sedikit membuncit meski tidak begitu terlihat.
"Sudah berapa bulan?" Aileen menganga mendengar pertanyaan Randu lalu berusaha menutupi perutnya.
"Kalau kamu tanya tentang apa, sudah pasti tentang apa yang pernah terjadi di antara kita. Tentang kebodohan kamu yang menjebak saya!" ucap Randu santai.
Aileen melotot mendapat tuduhan yang begitu menyudutkannya. "Mending Kak Randu pergi deh!" usir Aileen. Dia berusaha untuk tidak marah. Sayangnya Randu keras kepala. Pria itu menolaknya.
"Setelah empat bulan saya mencari kamu mana mungkin saya melepaskan begitu saja kesempatan yang ada!"
Aileen mengikuti bicara Randu tanpa suara. Dia sedang meledek Randu.
"Duduk dan dengarkan apa yang mau saya sampaikan!" Dengan malas Aileen menuruti perintah dari Randu. Dia juga merasa kakinya pegal karena terlalu lama berdiri.
"Saya akan menikahi kamu!" Randu sudah duduk dengan tegap. Dia menatap Aileen yang begitu terkejut mendengarnya.
"Jangan ngaco! Lagipula aku gak mau jadi istri kedua, apalagi jadi madu Mbak Amee. No!" tolaknya tegas.
"Jangan beritahu siapa pun tentang pernikahan ini. Setelah kamu melahirkan kita cerai dan anakmu akan Amee asuh!" jelas Randu.
"Cerai? Lahir? Apa maksudnya? Kak Randu kira aku hamil setelah sekali berhubungan sama Kakak?" cecar Aileen. Randu mengangguk, dia lalu mengambil sesuatu dari sakunya.
"Lihatlah. Saya menemukannya di kamar mandi kamar kamu. Jangan kamu kira saya bodoh tidak tahu benda apa itu!" Aileen lagi-lagi dibuat terkejut melihat benda pipih yang diletakkan di atas meja. Aileen merasa bodoh dan tidak menyangka jika dia begitu teledor.
"Saya masih ingat saat itu kamu pergi begitu buru-buru membawa koper dengan alasan akan menginap beberapa hari di rumah temanmu. Nyatanya kamu langsung kabur!"
Aileen menunduk, dia begitu merutuki kebodohan. Akibat gugup dan takut dia memilih pergi begitu saja. "Apa kamu mengira saya akan membiarkan saja kamu pergi dengan membawa penerus saya? Itu tidak akan!"
"Harusnya begitu. Lagipula aku gak mau Mbak Amee sedih dan kalian cerai gara-gara aku!" ujar Aileen tanpa berani menatap Randu.
"Tidak akan. Bagaimanapun bayi itu darah daging saya. Jadi jangan pernah berpikir untuk menjauhkan kami. Sekarang kita harus menikah, setelah itu fokus untuk merawat kandungan kamu. Lahirkan dan pergilah!"
Aileen mengangkat wajahnya dan menatap Randu dengan tatapan tidak percaya. Namun, sialnya dia tidak dapat berbicara apa pun. "Saya tahu kamu tidak menginginkan bayi itu, maka biarkan bayi itu kami yang rawat."
"Mbak Amee gimana? Apa dia gak akan marah kalau tahu siapa bapaknya?" tanya Aileen pelan.
"Rahasiakan. Jangan biarkan siapa pun tahu!"
Randu lantas bangkit dari duduknya dan keluar meninggalkan Aileen begitu saja. Pria itu bahkan tidak peduli dengan perasaan Aileen saat ini.
Tangannya yang tidak pernah dia biarkan untuk mengelus perutnya mendadak tanpa dia duga bergerak mengelus perutnya dengan lembut. Aileen bingung saat merasakan hatinya sakit, rencananya gagal total. Dia bahkan tidak berniat menyerahkan bayinya nanti kepada Randu meski enggan merawatnya.
Aileen lantas menatap punggung Randu dan beranjak bangkit. Dia menutup pintu kontrakannya. Tanpa menghiraukan Randu yang mengetuk pintu dan menyuruhnya untuk membukakan pintu, Aileen memilih masuk ke kamarnya.
Dia berdiri di depan cermin, menatap pantulan tubuhnya dan tatapannya tertuju pada perutnya sendiri. "Meski aku mempertahankan kamu, itu bukan untuk kuserahkan sama Mbak Amee untuk dirawat. Lebih baik kamu kutaruh di panti agar diasuh oleh orang lain. Bukankah dengan begitu kemungkinan kita bertemu akan sangat kecil?" Tanpa terasa air matanya mengalir.
Suara Randu masih saja terdengar. Saat ini suara gedoran terus saja berulang membuatnya kesal.
"Kita pergi dari sini, oke?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
.
aku mampir Thor semoga ceritanya bagus.
2023-01-19
0