Setelah keluar dari sebuah rumah yang ternyata rumah sewaan Randu, pria itu menepati janjinya kepada Aileen yang ingin makan steik.
Mereka berada di sebuah cafe mewah tidak jauh dari rumah, Aileen tidak peduli selama dia menikmati makanannya. Bahkan Aileen melupakan keberadaan Randu yang hanya memperhatikan dirinya makan dengan lahap.
"Kamu sengaja meminta saya untuk mengusap ini!" Randu menunjukkan noda saus di ibu jarinya setelah mengusap lembut sudut bibir Aileen. Dia lalu membersihkan dengan tisu.
Aileen cemberut mendengar ucapan Randu, sejak awal pertemuan mereka pria itu tidak pernah berkata baik kepadanya. Selalu saja memojokkan. Ucapan itu membuat Aileen mendadak tidak bernafsu untuk menghabiskan makanannya.
"Kenapa?" tanya Randu heran saat Aileen meletakkan garpu dengan kasar dan menumpuk kedua tangannya di atas meja, jangan lupakan wajah kesal Aileen.
"Pikir saja sendiri!" Setelah mengatakan itu Aileen memilih pergi meninggalkan Randu.
"Ada apa dengan perempuan hamil, sensitif sekali," gumam Randu tidak mengerti. Padahal yang dia tahu, Aileen termasuk gadis yang masa bodo dengan apa pun ucapan orang kepadanya. Dia sudah terbiasa mendapat umpatan atau pun kata-kata yang begitu menyakitkan, sedangkan yang Randu katakan semuanya fakta dan dia langsung merajuk begitu.
Randu gegas membayar makanan Aileen dan keluar dari cafe. Dia bernapas lega saat melihat Aileen sedang berdiri di dekat mobilnya ketika pikirannya sudah takut jika Aileen akan mengambil kesempatan dengan memilih kabur.
"Masuklah, udara malam tidak bagus untuk wanita hamil!" Aileen tidak berkata apa-apa. Dia langsung masuk ke dalam mobil, bahkan membiarkan saja saat Randu memasangkan sabuk pengaman untuknya.
Aileen benar-benar terkejut saat Randu mengusap perutnya yang sedikit membuncit, pria itu lantas menatap matanya dengan penuh tanya. "Kenapa?" Aileen menggeleng. Randu menyentil kening Aileen dan terkekeh pelan. "Jangan melamun!"
"Apaan deh!"
Tidak mau membuang waktu lagi, apalagi waktu sudah beranjak malam dan Amee sudah terus saja mengirim pesan menanyakan keberadaannya berserta dengan Aileen juga.
Randu memberitahu Amee jika adiknya sudah ditemukan dan sedang bersama dirinya. "Amee pasti akan senang sekali melihat kamu lagi," ucap Randu untuk mencairkan suasana yang begitu sunyi.
"Yakin banget," jawab Aileen dengan nada ketus.
"Kenapa tidak?" Randu mengusap rambut Aileen dan segera ditepis. Pria itu hanya membalas dengan tersenyum tipis.
"Gimana kalau Mbak Amee tahu kita sudah nikah? Terus sekarang aku lagi hamil anak suaminya?" tanya Aileen dengan tatapan menantang Randu yang sedang fokus menyetir.
"Saya jamin kamu tidak akan berani melakukannya!"
"kenapa? Aku orang yang nekat dan bisa saja aku kasih tahu Mbak Amee. kita lihat siapa yang bakal dia percaya!" tantang Aileen makin berani.
Randu menoleh sekilas ke arah Aileen dan kembali fokus menyetir. "Karena saya tahu kamu sangat menyayangi Amee. Hanya dia yang peduli denganmu, di saat yang lain menganggap kamu hanya angin lalu, bahkan mama!"
Ucapan Randu berhasil membuat Aileen bungkam. Yang dikatakan Randu memang benar, dia tidak akan mungkin menyakiti hati Amee yang sudah berbesar hati menerima dirinya di saat mamanya begitu membenci. Semua karena dia hanyalah anak dari istri kedua papanya yang menikah secara diam-diam.
"Kak Randu benar!" Dengan cepat Aileen mengusap air matanya dan memilih memperhatikan jalanan.
"Maafkan saya!" Randu merasa menyesal karena telah membuat Aileen yang sekarang menjadi istrinya bersedih. Seharusnya dia tidak berkata hal itu, dia sendiri tahu bagaimana perlakuan mertuanya kepada Aileen.
Randu menyentuh lengan Aileen dengan lembut, tetapi dengan cepat perempuan itu tarik. "Aku ngantuk, bangunkan kalau sudah sampai!"
Randu mengangguk. Keadaan menjadi senyap kembali. Randu hanya melihat Aileen yang tertidur, meski dirinya sendiri ragu jika Aileen memang benar-benar tidur atau hanya pura-pura saja.
Randu mengerem mendadak saat ada orang yang menyebrang sembarangan. Saat dia hendak memastikan keadaan Aileen, dia dibuat makin menyesal dengan kelakuan istri barunya itu yang masih tetap saja tertidur, seolah tidak terganggu sama sekali dengan apa yang baru saja dilakukannya.
"Kamu baik-baik saja, Nak?" tanya Randu pelan sambil mengusap perut Aileen kembali. Dia lalu memperhatikan wajah damai Aileen dan mengecup pelipisnya.
"Saya akan hati-hati!"
Randu benar-benar menepati janjinya, seperempat perjalanan menuju ke rumah, dia membawa mobilnya dengan begitu hati-hati.
Sesampainya di rumah, Randu masih menyaksikan Aileen yang tertidur. Namun, saat hendak membangunkannya, perempuan itu membuka mata dan melepas begitu saja sabuk pengamannya.
Randu gegas mengikuti Aileen yang sudah keluar dari mobil. Dia membawa koper Aileen dan membukakan pintu untuknya.
"Ayo masuklah, Amee sudah menunggu!"
Aileen begitu ragu, dia begitu takut dengan banyak tanya yang akan diterimanya sebentar lagi. "Kenapa?"
Aileen menatap Randu penuh permohonan. Mengetahui apa yang sedang dipikirkan Aileen, Randu mengusap pundaknya dan berbicara, "Kamu tenang saja, saya tidak akan membiarkan kamu kesulitan. Ayo," ajaknya kembali.
"Aileen, astaga." Aileen terkejut dan hampir terjatuh ke belakang saat Amee tiba-tiba saja memeluknya dengan erat.
"Mbak ...."
"Diam!" bentak Amee. Perempuan dengan rambut sebahu itu melepaskan pelukannya. "Kamu ke mana saja? Astaga, empat bulan lebih kamu pergi, kamu tega tinggalin Mbak?" cecar Amee.
Aileen menggeleng dan menangis. Dia merasa menyesal. "Hei, kenapa, sih, kok malah nangis? Harusnya Mbak yang nangis dan marahin kamu!" Amee pun itu menangis dan untungnya ada Randu yang mengusap lembut pundak istrinya untuk menenangkan. Randu bahkan mengecup puncak kepala Amee penuh kasih sayang.
"Maafin Aileen, Mbak!"
"Iya!" Amee mencubit gemas pipi adiknya itu. Dia lalu menyadari perubahan tubuh Aileen. Tatapannya tertuju ke perut Aileen.
"Tunggu, kamu sekarang gemukan makanya perutnya buncit atau kamu ... hamil?" tanya Amee hati-hati.
Aileen mendadak lidahnya kelu, dia menatap sekilas Randu meminta bantuan. "Sayang, lebih baik kita duduk dulu. Nanti biar Aileen akan beritahu semuanya!"
Amee awalnya ingin protes, tetapi saat melihat wajah Aileen yang sedikit pucat membuatnya tidak tega. Dia mengangguk, dan menggandeng tangan adiknya.
"Mas tolong kopernya, ya!" Randu terkekeh karena permintaan Amee yang menurutnya selalu saja menggemaskan.
***
Berkali-kali Amee bertanya hal yang sama, tetapi jawaban Aileen tetap saja sama. Dirinya mengandung bayi kekasihnya yang tidak bertanggung jawab dengan pergi meninggalkannya begitu saja. Kepergiannya saat itu karena janji sang kekasih untuk dinikahi.
Aileen merasa makin mahir berbohong, semua yang dikatakannya itu baru terpikirkan saat Amee menggandengnya.
"Katakan siapa nama pacar kamu, biar Mas Randu yang cari orangnya biar dia nikahi kamu!" desak Amee, tetapi sayangnya Aileen tidak akan mungkin memberitahukannya.
Randu gegas mengajak Amee ke kamar setelah melihat Amee yang begitu terpukul, dia menyuruh Aileen seorang diri pergi ke kamarnya. "Nanti biar Kakak yang antarkan koper kamu!" Aileen hanya menurut, dia lekas pergi ke kamarnya yang sudah lama tidak dia tempati.
Baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri, Aileen dikejutkan dengan Randu yang sudah berada di kamarnya.
"Kak Randu!"
"Duduklah!"
Aileen menurut, dia memilih duduk di sofa dan membiarkan Randu duduk di ranjangnya. Dia sadar bagaimanapun Randu suaminya yang harus dipatuhi perintahnya.
"Kamu pandai sekali berbohong. Sekarang katakan mungkinkah yang tadi kamu sampaikan itu kebenaran atau hanya karangan saja? Tapi kapan kamu memikirkannya?"
"Lagi-lagi main tuduh. Apa yang ada di otak Kakak cuma itu? Menuduhku terus?"
"Jadi?"
"Kalau Kakak gak yakin siapa ayah bayi ini mending kita malam ini cerai saja. Lagipula aku gak minta sama sekali pertangungjawaban Kakak," ucap Aileen kesal.
"Sudah saya katakan kalau saya tidak akan menceraikan kamu sampai kamu melahirkan!"
"Terserah, sekarang aku ngantuk. Mending Kakak keluar sekarang daripada nanti ketahuan Mbak Amee," usir Aileen. Dia bangkit dan berjalan ke arah pintu, membukakan pintu untuk Randu keluar.
"Baiklah, maafkan saya karena sudah keterlaluan." Aileen diam saja tidak peduli, dia bahkan enggan bertatapan dengan Randu.
Setelah kepergian suaminya itu, Aileen menutup pintu dan tidak lupa menguncinya. Dia tidak mau kejadian barusan terulang lagi.
Lagi-lagi tanpa diminta, dirinya menangis. Kali ini rasanya makin sakit. Aileen tidak menyangka jika Randu yang dikenal kalem dan penuh perhatian memiliki ucapan yang menyakitkan.
Tuduhannya benar-benar sudah melukai harga dirinya. Aileen tidak akan mungkin menjebak kakak iparnya itu dalam keadaan sadar.
"Tunggu!" Aileen menyadari sesuatu. Dia mengusap air matanya dan mulai mencoba mengingat kejadian kelam saat itu.
"Ya, aku yakin saat itu aku sama sekali gak minum alkohol, tapi kenapa aku bisa mabuk? Yang kasih minuman aku ... astaga!" Aileen mengingatnya. Dia menggeram kesal.
"Nak, besok kita temui perempuan itu. Dia yang sudah menjebakku dan membuatku berada dalam situasi seperti saat ini!" Aileen memukul kasurnya dengan kepalan tangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments