Jika saja belum mengetahui jika dirinyalah yang salah, mungkin saat ini perhatian Randu akan meluluhkan hatinya. Namun, mengetahui hal yang menyakitkan itu membuatnya benar-benar merasa bersalah.
Aileen menolak saat Randu hendak membantunya bangun. Dia bahkan tidak berani untuk menatap wajah pria yang sudah menjadi suaminya itu.
"Tadi kamu pingsan!" Aileen hanya mengangguk tanpa menatap Randu yang terlihat bingung. "Apa perlu ke dokter?"
Lagi-lagi Aileen hanya menjawab lewat pergerakan tubuhnya. Dia menggeleng dan begitu berharap jika Randu lekas pergi.
"Sepertinya kamu butuh istirahat, saya akan keluar. Kalau ada apa-apa kamu bisa panggil saya."
Randu benar-benar pergi meninggalkan Aileen seorang diri di kamarnya. Aileen lekas turun dari ranjang dan mengambil tasnya. Dia merasa tidak pantas berada di antara kedua orang yang teramat baik kepadanya itu.
Aileen memutuskan untuk pergi meski dalam kondisi yang masih lemah. "Kita pergi, jangan buat aku lemah lagi kayak tadi!"
Aileen membuka pintu kamarnya pelan-pelan, dia berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan Randu yang entah ada di mana saat ini.
Beruntungnya dia menempati kamar di lantai satu sehingga tidak menyulitkan dirinya untuk cepat keluar dari rumah. Namun, kesialan terjadi saat dirinya berhasil membuka pintu.
Randu berdiri di hadapannya dengan tatapan yang menyeramkan. Pria itu membawa makanan di tangannya.
Aileen menelan ludahnya kasar karena sudah ketahuan sebelum berhasil keluar dari rumah tersebut. "Mau ke mana?" Randu menarik tangan Aileen masuk.
"Kak ... Kak, lepasin!"
"Kamu mau kabur lagi? Tidak capek?" Randu menuruti permintaan Aileen untuk melepaskan tangannya. Perempuan itu terpojok dan tidak bisa kabur dari Randu. "Kamu kira bisa kabur? Kamu istri saya!" Randu mengingatkan kembali status adik iparnya itu.
"Tapi ...."
"Apa?" Aileen menggeleng. Dia menunduk karena tidak berani berlama-lama bertatapan dengan Randu. "Kenapa diam?"
"Gak, Kak. Aku cuma ... cuma mau ketemu Adis!" ujar Aileen pelan.
Randu mengangkat sebelah alisnya. Dia lalu menghela napas pelan agar emosinya tidak selalu tersulut oleh istri mudanya itu.
"Kamu makan dulu, saya sudah pesankan!" Randu mengusap lembut kepala Aileen dan lekas pergi ke dapur membawa makanannya itu.
Aileen mengangkat wajahnya dan menatap punggung pria itu yang menjauh. Dirinya kembali dilema, jika kabur pasti Randu akan tetap menemukannya, tetapi dia tidak bisa menerima kebaikan dari Randu saat ini. Hatinya benar-benar kacau.
Belum sempat otaknya berpikir, Randu sudah kembali dan menarik tangan Aileen menuju ke meja makan. Pria itu menarik kursi untuk duduk Aileen.
"Makasih, Kak!"
"Sekarang makanlah, setelah itu kita bicara!" Aileen menatap bergantian makanan yang sudah dihidangkan untuknya dan Randu yang duduk berhadapan dengannya. "Kenapa? Kamu tidak suka?"
"Kak Randu kenapa di rumah?" tanya Aileen hati-hati.
Pria itu berdecak kesal, lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Seharusnya saya bertemu seorang klien penting, tapi kamu pingsan di depan mobil saya."
"Maaf!" Bertambah lagi daftar kesalahan Aileen kepada Randu.
"Kenapa minta maaf?"
"Karena aku Kak Randu sekarang di rumah!"
Randu terkekeh pelan. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan menatap lekat mata Aileen yang berusaha menghindari tatapannya. "Kamu tenang saja, ada yang sudah meng-handle pertemuan kali ini. Lagipula saat ini yang paling penting kalian!"
Aileen bingung. "Siapa?"
"Kamu dan janinmu. Siapa lagi?" Randu menegakkan tubuhnya. "Sekarang makanlah. Atau kamu mau makanan yang lain?"
Aileen hanya menggeleng. Dia bahkan tidak selera untuk makan. "Kakak pasti benci aku!"
Randu dengan tegas mengangguk. "Kalau aku gugurin saja kandungannya gimana?" Randu terkesiap mendengar ucapan Aileen. Dia menggeram kesal dengan mata menatap nyalang.
Aileen menelan ludahnya kasar. Tangannya bahkan tidak sanggup dia gerakkan karena reaksi Randu yang mengerikan itu. "Jangan berpikir untuk melakukannya! Kalau kamu berani melakukannya, lihat saja kamu pasti akan terkubur hidup-hidup saat itu juga!" Randu menggebrak meja dan pergi meninggalkan Aileen yang benar-benar ketakutan.
Dirinya tidak menyangka dengan reaksi Randu. Aileen menggeser piringnya menjauh dan menangis saat itu juga. Dia bahkan terlonjak kaget saat Randu menutup keras pintu kamarnya.
Pria itu tidak pernah melakukan hal yang seperti itu. Tidak seperti Randu yang Aileen kenal. Randu yang pendiam dan selalu hati-hati dalam setiap tindakan, dia juga pria yang lembut. Setidaknya hal itu yang selama ini Aileen ketahui.
***
Randu benar-benar tidak habis pikir dengan Aileen. Di depannya, perempuan itu berani sekali mengatakan ingin menggugurkan kandungannya. Padahal sudah sejak awal pernikahan dia menginginkan seorang bayi, sedangkan Amee masih belum juga kunjung hamil.
Randu tidak bisa terlalu egois dengan menekan Amee agar cepat hamil, istrinya itu juga tidak mau melakukan program hamil seperti yang disarankan.
Saat mengetahui jika Aileen hamil, meski hanya dari sebuah benda tipis itu, benar-benar membuat Randu bahagia sekaligus membenci perempuan itu. Namun, mengetahui perempuan itu menghilang begitu saja membuat dirinya seperti kehilangan sebagian hidupnya.
Randu menyadari jika rasa kehilangan itu hadir karena ada sosok yang harus dilindunginya.
"Akh, sial!" Randu mengacak rambutnya sendiri. Dia sudah membanting ponselnya ke lantai, amarahnya tidak terkendali hanya karena ucapan saja.
"Apa dia tidak tahu bagaimana saya mengharapkannya?" gumam Randu.
Pria itu terus saja meluapkan kekesalannya dengan marah-marah, hal yang sudah sangat lama tidak pernah lagi tidak dia lakukan. Saat ini hanya Aileen yang berhasil membangunkan lagi sisi lain dirinya.
Setelah merasa tenang. Randu memilih keluar dari kamar. Dia gegas pergi ke ruang makan dan tidak mendapati Aileen di sana. Hanya ada makanan yang masih utuh, sama sekali tidak tersentuh.
"Di mana dia?" Randu pergi ke kamar Aileen untuk memastikan perempuan itu tidak lagi pergi. Hatinya merasa lega karena prasangkanya salah, Aileen sedang di kamarnya.
Randu masuk ke kamar Aileen dan menutup pintunya perlahan. Dia duduk di sisi tubuh Aileen yang berbaring miring membelakangi dirinya.
Dengan lembut Randu mengusap kepala Aileen membuat perempuan itu menggeliat. Aileen membuka mata dan menyadari ada Randu di sampingnya.
"Maafkan saya!" ucap Randu penuh penyesalan.
Aileen hanya diam, dia tidak tahu harus berkata apa. Bingung. "Kamu marah?" Aileen tetap diam. "Baiklah, saya benar-benar minta maaf. Pasti kamu terkejut, tapi saya marah karena ada alasan dan itu karena ucapan kamu!"
Aileen membiarkan saja Randu yang menghapus air matanya. Dia tidak sanggup berkata-kata. Hanya menangis yang mampu dia lakukan.
Aileen baru bangun saat Randu hendak keluar dari kamarnya. Dia menahan Randu dan meminta agar pria itu tetap di kamarnya untuk sementara. "Dia pengin dielus!" ucap Aileen malu.
Aileen mengumpat kesal karena tiba-tiba saja dirinya ingin Randu menyentuh perutnya. Dia makin kesal saat melihat wajah tengil suaminya itu.
"Benarkah? Bukan kamu?" canda Randu.
"Kalau gak mau, ya, sudah! Sana Kakak pergi!" Aileen mendadak kesal, sebelum Aileen berubah pikiran Randu menuruti permintaannya.
"Apa saya boleh tahu kenapa kamu tadi pingsan di jalan?"
Tatapan mereka bertemu, Randu sedang berjongkok di depannya dengan tangan menyentuh perutnya. "Saya membebaskan kamu melakukan apa pun, tapi bisakah kamu tidak pergi tanpa pamit. Bagaimana kalau dia terluka?"
"Maaf!"
Randu mengangguk. Dia mengecup perut Aileen. "Kak Randu kenapa bisa berubah baik padahal tadi bilang benci sama aku?"
"Entahlah. Mungkin karena dia!"
Jawaban yang sedikit masuk akal.
"Gimana kalau yang Kak Randu katakan selama ini benar!" Randu menghentikan kegiatannya dan menatap Aileen heran.
"Tentang apa?"
Aileen menggigit bibirnya, dia takut untuk mengatakannya. "Kenapa menggigit bibir? Menggodaku?"
Aileen menggeleng. Suka saja tidak, bagaimana mau menggoda? Aileen bukan perempuan penggoda, meski sebenarnya dirinyalah yang menggoda Randu sehingga hal yang tidak diinginkan terjadi.
"Aku sudah tahu kenapa tentang kejadian malam itu! Ada yang kasih obat ke minumanku!"
Wajah Randu menegang.
"Lanjutkan!"
"Apa yang Kakak katakan memang benar. Aku yang sudah menggoda Kakak sampai kita melakukan hal itu. Seharusnya aku bisa kendalikan diri, tapi pengaruh obatnya buatku gak bisa kontrol!" Randu hanya diam mendengarkan ucapan Aileen. "Kak, aku benar-benar minta maaf. Kakak harus nikahi aku gara-gara kesalahanku sendiri. Aku minta maaf karena sudah buat Kakak gak setia sama Mbak Amee, dan aku ...."
"Jangan diteruskan!" bentak Randu. Pria itu berdiri membuat Aileen mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Randu.
"Katakan siapa orang yang sudah melakukan hal itu?"
"Untuk apa? Seharusnya kalau mau marah cukup Kakak lakukan sama aku karena aku yang gak bisa kendalikan diri saat itu!" tegas Aileen. Meski dirinya pun ingin agar El mendapatkan hukuman, tetapi dia tidak berharap kedua pria tersebut bertemu.
Aileen tidak mau jika ada orang yang tahu siapa orang yang membuatnya hamil.
"Kenapa kamu melindungi dia?" Tatapan Randu begitu tajam dan menghunus. "Kamu mencintai pria itu? Seharusnya kalian yang melakukannya, kan?" Aileen mengangguk begitu saja.
Tidak ada ucapan apa pun yang keluar dari bibir Randu, pria itu memutuskan pergi dari kamar Aileen.
"Aileen bodoh. Mana benar kamu cinta sama cowok kayak El yang rambut lempar samping itu," cibir Aileen pada dirinya sendiri. Dia memukul bibirnya saking kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Elok Pratiwi
baru awal sudah tidak menarik .... bikin cerita kok seperti nya wanita itu rendah
2024-02-06
1