Dia benar-benar dibuat senang, Amee memperlakukannya dengan penuh perhatian. Amee membuatkan makanan khusus untuknya.
"Kamu harus makan yang bergizi, tapi benar gak ada mual-mual gitu?" Aileen menggeleng, dia sedang menikmati sarapannya. "Mbak lega, sih." Beberapa detik kemudian tatapan Amee menjadi sayu. Wajahnya mendadak murung, tetapi dia tetap memaksa untuk tersenyum.
Aileen menyadari perubahan Amee. "Mbak kenapa?" tanya Aileen penuh perhatian. Dia mengusap tangan Amee.
"Gak apa-apa, Mbak cuma sedih saja sampai pernikahan Mbak dan Mas Randu yang kelima ini, Mbak masih belum dikasih kepercayaan untuk hamil!"
Aileen menghela napas pelan. Dia juga merasa kasihan juga menyesal atas apa yang terjadi. Dia terus saja memperhatikan kemesraan Randu dan Amee. Pria itu sungguh mencintai Amee dan terus saja menghibur istrinya dengan mengatakan jika mereka sebentar lagi akan memiliki anak. Tentu saja anak yang dimaksud itu anak yang dikandung Aileen.
Amee setuju dengan usul Randu untuk mengasuh bayi Aileen nantinya.
"Kak Randu benar, nantinya Mbak Amee bakal jadi ibu juga."
Amee menatap Aileen sedih. "Tapi kamu yakin mau menyerahkannya nanti setelah melahirkan?" Aileen melirik Randu sekilas dan mengangguk. "Terima kasih, Mbak janji akan rawat dan sayangi dia seperti anak kandung sendiri."
Aileen tersenyum masam, meski begitu dia senang Amee tidak mengucilkannya. "Setelah melahirkan aku mau melanjutkan pendidikan ke luar negeri, Mbak!" putus Aileen.
"Kamu yakin?"
"Tentu. Aku mau jadi wanita sukses dan buat mama bangga!" Aileen penuh harap dengan impiannya itu, meski keraguan terlalu besar mengusik hati dan pikirannya.
"Jangan mimpi!" Ketiganya terkejut mendengar suara seseorang yang begitu sarkas.
Aileen menelan ludah kasar, nyalinya menciut melihat siapa yang datang pagi-pagi sekali ke rumah.
"Tadi Mama dengar ada yang hamil, siapa?" tanya perempuan dengan riasan yang selalu mencolok, meski begitu dia memiliki tubuh yang kurus dan tinggi. Persis seperti Amee yang memiliki postur tubuh tinggi.
Sika bertanya dengan melirik tajam kepada Aileen yang menunduk. Dia lekas bergabung bersama mereka.
"Amee katakan siapa yang hamil? Kamu?" Amee menggeleng. "Mama gak lapar. Mama ke sini karena kangen kamu!" Dia menolak saat Amee hendak mengambilkan sarapan untuknya. Sika terus saja menatap Aileen dengan tatapan tidak suka.
"Aileen yang hamil, Ma," ungkap Aileen dengan nada bicara bergetar. Dia menggigit bibirnya kuat menahan diri untuk bisa tegar mendengar ucapan selanjutnya dari Sika.
"Apa?" Perempuan itu menggebrak meja makan kuat. Randu yang memilih diam dengan menyelesaikan sarapannya menjadi terganggu dan berdeham rendah. Beruntungnya ada Amee yang mencoba menenangkan Sika.
"Ma, jangan emosi!"
Sika tersenyum tipis menanggapi kecemasan Amee. Dia menjauhkan tangan Amee dari lengannya dan menatap Aileen dengan tatapan remeh.
"Mama hanya terkejut saja, tapi Mama sama sekali gak kaget, ya kamu tahu sendiri, Am, gimana mama Aileen dulunya? Ibaratnya buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Dan sekarang terbukti, kelakuan Aileen sama persis seperti mamanya!"
Tangan Aileen mengepal erat. Dia memberanikan diri menatap wajah perempuan yang sangat disayanginya itu. Aileen berusaha menahan diri untuk tidak menangis. "Katakan pria beristri mana yang sudah kamu goda?" tanya Sika geram.
Aileen bungkam. Mana mungkin dia mengaku jika kakak iparnya sendiri yang sudah menodainya.
Randu merasa tercekik, dia melonggarkan dasinya dan menenggak habis air minumnya. Dia terus memperhatikan Aileen yang tetap diam, sedangkan dirinya sendiri pun tidak akan mampu untuk mengakui.
"Kenapa diam?" Aileen menggeleng. Dia melirik sekilas Randu yang tidak pernah lepas memperhatikannya dan memilih pergi meninggalkan mereka.
Aileen sampai kapan pun tidak akan sanggup untuk melawan atau hanya mengatakan kebenaran kepada Sika. Perempuan itu teramat membenci Aileen yang dianggap sudah merusak kebahagiaan keluarganya.
"Ma, astaga. Kenapa Mama bilang gitu sama Aileen? Dia pasti sedih!" Amee kesal dengan ucapan Sika yang pasti telah melukai Aileen.
"Ma, Aileen gak goda suami orang!"
"Lalu? Kalau dia gak goda suami orang, dia hamil anak siapa? Setan?" tanya Sika dengan suara keras. Aileen yang berjalan ke kamarnya masih mendengar jelas, tetapi dia memilih diam.
"Semua salah pacar Aileen yang gak mau tanggung jawab! Mama kalau ke sini buat keributan mending pulang deh," usir Amee kesal.
"Saya pergi kerja dulu. Sayang, kamu temani Mama sarapan!" Randu melarang Amee mengantarnya sampai ke depan. Dia lekas pergi meninggalkan keduanya di ruang makan.
Sika memperhatikan Randu yang tampak berbeda. Setelah menantunya itu keluar dari rumah. "Mama sudah bilang, harusnya kamu gak perlu ajak Aileen tinggal di rumah ini! Gimana kalau Randu nantinya terpikat sama dia? Atau ternyata tanpa sepengetahuan kamu Randu berkhianat? Kamu sadar gak, sih?" geram Sika kepada putri kandungnya itu.
"Ma, kalau Aileen gak tinggal sama aku, dia mau tinggal di mana? Mama loh sudah gak mau lagi Aileen tinggal di rumah kita!" Amee mencoba melakukan pembelaan.
"Dia bisa sewa apartemen atau apa gitu. Lagipula dia gak ada hak atas rumah itu!"
"Mama salah, justru rumah itu atas nama Aileen. Papa yang beli atas nama Aileen! Rumah atas namaku dan Mama sudah Mama jual untuk bayar utang berlian! Mama lupa?"
Sika merasa terpojok. Dia makin kesal dan benci kepada Aileen, putri kandungnya sendiri lebih membela anak dari perempuan yang telah merusak keluarganya.
"Aku mau ke kamar dulu. Mama sarapan saja sendiri," ujar Amee yang sudah malas beradu argumen dengan Sika.
***
Aileen memutuskan pergi menemui seseorang yang dia yakini sebagai dalang atas kejadian yang merenggut kehormatannya. Dia akhirnya bisa pergi setelah Sika pulang karena Amee yang bekerja.
Amee memiliki sebuah usaha bersama dengan seorang teman prianya. Sebuah usaha distro.
Aileen tampak jenuh setelah hampir setengah jam duduk sendiri di tempat janjian mereka. Bahkan kandung kemihnya tampak terisi penuh karena banyak minum.
Masih belum melihat sosok yang ditunggunya datang, Aileen memutuskan pergi ke toilet terlebih dahulu. Sayangnya, Aileen dibuat jengkel karena keadaan toilet yang jorok padahal cafenya sangat kekinian.
"Buat apa dibuat bagus begini, kalau toiletnya saja gak rajin dibersihkan!" Aileen menggerutu kesal. Dia masih ingat saat melihat ada pembalut yang dibuang asal, lalu bau pesing yang kentara. Bahkan di wastafel banyak tisu serta rambut dibuang asal.
"Parah banget, cafe begini kok direkomendasikan sih ke sosmed!" Dia masih saja kesal. Apalagi orang yang ditunggunya masih belum juga sampai.
"Hai, tunggu lama? Maaf telat, tadi macet banget!" Aileen menatap kesal perempuan dengan pakaian yang minim bahan itu, senyum menawan perempuan itu tidak membuat kekesalan Aileen mereda.
Aileen hanya mengangguk dan memintanya duduk. Dia terus memperhatikan apa yang perempuan itu lakukan.
"Kamu gak bosan atau sesak dengan image kamu sekarang?" tanya Aileen setelah waiters pergi.
Perempuan itu menatap Aileen bingung. "Memang aku kenapa?"
"Mungkin orang asing akan kagum sama kamu, kamu yang cantik, manis, suara lembut, bahkan terlalu dermawan. Tapi, apa kamu lupa kalau yang sudah kenal kamu akan berpikiran berbeda?" Perempuan itu menatap Aileen penuh tanya. Dia masih belum memahami ucapan Aileen untuknya.
"Kamu itu, kan, nyatanya jorok. Pemarah, parahnya lagi kamu itu kasar!" Aileen terkekeh pelan lalu menyesap minumannya perlahan.
Dia tersenyum tipis saat melihat lawan bicaranya menggeram kesal. "Terserah kamu. Sekarang apa yang mau kamu katakan? Sudah empat bulan lebih kita gak komunikasi, kan?"
Aileen mengangguk. "Sebenarnya aku malas ketemu sama kamu, tapi aku penasaran. Kamu pasti masih ingat, dong, kejadian saat pesta ulang tahun abangmu itu? Di situ kamu kasih aku minuman jus ...." Aileen menghentikan ucapannya, dia memperhatikan perempuan di hadapannya itu tampak cemas. "Tapi, anehnya aku malah merasa tubuhku panas dan aneh, bahkan Adis bilang aku mabuk. Untung, sih, ada orang baik yang tolong!"
"Itu ... itu!"
"Apa? Kamu mau jelaskan bukan?"
"Kamu pasti lupa kalau setelah minum jus kamu rebut minuman Adis yang beralkohol!" Aileen mengangkat satu alisnya menatap penuh selidik.
"Lisa, kamu tuh gak pintar bohong. Pasti ada yang kamu sembunyikan! Adis bahkan bukan seorang peminum!" Perempuan itu menggeleng. Dia hendak pergi meninggalkan Aileen, tetapi dengan cepat lengannya dicengkeram oleh Aileen yang menyadari pergerakannya.
"Aileen, lepas!"
"Duduk atau aku akan buat kamu malu seumur hidup!" ancam Aileen dengan tatapan tajam. Perempuan itu bergidik ngeri mendengar ancaman Aileen lalu duduk kembali. "Nah gitu, dong! Kan, enak. Sekarang bisa kamu jelasin?"
"Aku, sebenarnya ...." Lisa kembali bungkam saat waiters mengantarkan pesanannya.
"Minum!" perintah Aileen. Lisa langsung menurutinya.
Aileen terkekeh geli dalam hatinya. Dia tidak menyangka dengan sebuah ancaman dan juga sorot mata tajam saja sudah membuat lawan bicaranya ketakutan. "Jadi?"
"Maaf, Aileen. Sebenarnya minuman itu sudah dikasih obat perangsang!"
"Siapa yang suruh?"
"Bang El!" Mata Aileen membulat. Dia tidak sangka jika pelakunya si pemilik acara itu sendiri.
"Kamu gak bohong?" Lisa menggeleng. "Oke, aku percaya. Sekarang kasih tahu aku apa alasan Bang El lakuin itu!"
Lisa menelan ludahnya kasar. Dia menunduk karena merasa terintimidasi dengan tatapan Aileen. Sayangnya tidak ada yang memperhatikan mereka, apalagi mereka duduk di meja paling pojok dan sedang sepi pengunjung. "Bilang, kenapa malah diam? Kamu kira aku bohong sama ancamanku tadi? Kamu lupa aku punya bukti betapa menjijikan apa yang kamu dan pacarmu itu lakuin? Aku punya video kalian asal kalian tahu!"
"Jangan, tolong. Aku akan jujur!" Lisa menatap Aileen dengan tatapan memohon.
Aileen benar-benar tidak bisa menahan tawanya yang ingin meledak, tetapi dia berusaha untuk menahannya.
"Bang El suka sama kamu. Sebenarnya ... sebenarnya dia mau melakukan sesuatu sama kamu biar kamu gak bisa lepas dari dia lagi, tapi sebelum obat itu bereaksi sepenuhnya kamu sudah keburu pergi."
Aileen menggebrak meja, mengabaikan tatapan pengunjung yang terkejut karena tindakannya itu dan lekas pergi begitu saja meninggalkan Lisa karena sudah tidak mau lagi mendengarkan ucapan Lisa. Dia merasa benar-benar menyesal. Ternyata yang dikatakan Randu bukan hanya tuduhan yang memojokkannya. Dia pasti yang sudah menggoda Randu karena obat itu, meski saat itu posisinya Randu juga dalam pengaruh alkohol.
Aileen merasa hancur, dia telah menghancurkan rumah tangga kakaknya. Ucapan Sika benar, dia tidak jauh berbeda dengan perempuan yang telah melahirkannya. Dia bahkan tidak peduli dengan umpatan dari pengendara dan suara klakson kendaraan karena dirinya yang menyebrang sembarangan.
Aileen tiba-tiba saja pingsan tepat di depan sebuah mobil yang mengerem mendadak sebelum menabrak tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments