Elana tidak tahu semalam ia tidur jam berapa, begitu terbangun ia terkejut saat sudah berada di pelukan Gavin. Kenapa ia bisa tidur disini? Seingatnya semalam ini tidur di sofa, kenapa bisa berpindah kesini?
Elana lalu menatap tangan dan kaki Gavin yang melingkari tubuhnya dengan posesif. Pantaslah semalam ia bermimpi di kejar-kejar orang gila. Elana mencoba menggeser pelan tangan pria itu, tapi ternyata sangat susah, Gavin malah memeluknya semakin erat layaknya guling.
"Nanti dulu babe, aku masih mengantuk," Gavin bergumam lalu kembali melanjutkan mimpinya.
Elana berdecak kesal, babe apaan? Babi kali ya. Karena tak ingin membuang waktu yang sia-sia, Elana akhirnya diam saja menunggu Gavin bangun. Selama itu, Elana memperhatikan wajah Gavin yang begitu dekat dengannya.
Wajah Gavin terpahat sangat sempurna, memiliki hidung yang mancung dan bibir tipis yang indah. Alisnya tebal dan memiliki bulu mata yang lentik. Wajahnya saja sangat mulus, Elana menjadi merasa tersaingi.
"Dia memang sangat sempurna, bagaimana mungkin aku bisa memilikinya? Bermimpi pun rasanya sangat tidak pantas," batin Elana terus menerus memperhatikan wajah Gavin yang sangat damai ketika tidur.
Mungkin karena merasa terus diperhatikan, Gavin membuka matanya perlahan, ia sempat mengernyit saat melihat wajah wanita di depannya, tapi begitu kesadarannya pulih sempurna, Gavin begitu terkejut sekali.
"Apa yang kau lakukan?" bentak Gavin menjauhkan dirinya dari Elana.
Elana sendiri langsung beringsut menjauh, ia juga bingung kenapa bisa ada di ranjang yang sama dengan Gavin.
"Kau mau menjebak ku? Iya?" Gavin menatap Elana geram.
"Menjebak apa Tuan? Aku juga kaget saat terbangun berada di ranjang dan Tuan memelukku, seingat ku semalam aku tidur di kasur," ucap Elana polos saja.
Gavin memejamkan matanya singkat, sekarang ia ingat, semalam ia yang telah memindahkan Elana karena ia kesal wanita itu memilih tidur di sofa daripada bersamanya. Gavin merasa tak diinginkan dan Gavin tak suka dengan sikap Elana itu.
"Jadi kau menuduhku yang memindahkan mu?" tukas Gavin tak mau mengakui sikap konyolnya semalam.
"Aku tidak berkata seperti itu Tuan," sahut Elana mengernyit, ia tidak menuduh Gavin, kenapa pria itu harus marah.
"Oh shitttt! Kau benar-benar merusak pagiku!" Gavin mengumpat kesal, ia merasa senjata makan tuan, lagipula kenapa ia jadi panik sendiri. Elana sudah menjadi miliknya seutuhnya, ia berhak melakukan apa saja terhadap wanita itu.
"Anda mau kemana Tuan?" tanya Elana memperhatikan Gavin yang berjalan menuju kamar mandi.
"Kau pikir aku mau apa ke kamar mandi? Mau belanja? Dasar wanita aneh," celetuk Gavin rasanya tak bisa berbicara dengan nada biasa kepada Elana.
"Mau aku mandikan lagi?" tanya Elana menawarkan diri, ia tak mau jika nanti dia terlambat dan disalahkan lagi.
Gavin membesarkan matanya, ia menatap Elana yang hanya memasang wajah polosnya. Sumpah demi apapun ia rasanya ingin sekali mengumpat keras di depan wajah Elana. Semalam saja ia masih kepikiran saat juniornya di pegang Elana, jika terus-terusan seperti itu, bisa-bisa otaknya ini bertraveling kemana-mana.
*****
Elana sudah siap dengan pakaian terbaiknya, tadi Gavin mengatakan kalau akan mengajaknya pergi sebentar sebelum menemui kelurga besarnya. Beberapa kali Elana menatap penampilannya yang ia rasa sangat tidak cocok. Tapi mau bagaimana lagi, baju ini adalah baju terbaiknya.
"Elana!" teriakan Gavin terdengar hampir saja membuat Elana melompat.
"Ya Tuan," sahut Elana mengambil tasnya dan bergegas menemui Gavin.
"Kenapa belum siap juga?" tegur Gavin menajamkan tatapannya melihat penampilan Elana yang menggunakan baju kumuh itu.
"Aku sudah siap Tuan," ucap Elana sedikit meringis, ia menatap kembali penampilannya yang ia rasa tidak ada yang salah.
"Kau jangan bercanda, aku sudah bilang akan mengajakmu menemui orang tuaku, kenapa memakai baju seperti ini? Cari yang lain!" kata Gavin memandang penampilan Elana dengan sinis.
"Tapi ini baju terbaik saya Tuan," ucap Elana mengigit bibirnya.
Gavin sedikit terkejut, ia menatap kembali penampilan Elana yang menggunakan kemeja putih dan rok span hitam. Apa tadi katanya? Baju seperti ini yang terbaik? Lalu bagaimana baju terburuknya?
"Dasar orang miskin, membeli baju bagus saja tidak bisa. Untung aku sudah memungut mu dari ibumu, mungkin kalau aku terlambat sedikit saja, kau sudah jadi gelandangan," ucap Gavin asal saja, ia heran sebenarnya seberapa miskin Elana sampai membeli baju bagus saja tak mampu.
Elana tersenyum kecut, sakit? Tentu saja, mana mungkin dirinya tak sakit hati dikata-katai oleh suaminya sendiri seperti itu.
"Halo Dirga, carikan aku desainer terkenal, suruh dia datang ke rumahku. Ya, kau bawa sekalian surat kontraknya," Gavin menghubungi asistennya untuk mengurus Elana, ia tak akan membiarkan Elana menemui Mamanya dengan baju kumuh seperti itu.
Hampir satu jam lebih Elana hanya berdiri memandang Gavin yang sibuk dengan tabletnya. Kakinya sudah sangat kram tapi ia bingung harus berbuat apa. Ingin bertanya pada Gavin pun ia takut kalau pria itu akan marah.
"Tuan?" panggil Elana memberanikan dirinya.
"Hm ..." Gavin hanya menyahut dengan gumamam rendah.
"Apakah aku boleh duduk?" tanya Elana sudah tak tahan jika harus berdiri lebih lama.
"Duduk saja, kenapa harus bertanya dulu?" sahut Gavin menekuk wajahnya. "Jangan bilang sejak tadi kau berdiri di situ?" tanya Gavin mengernyitkan dahinya.
Elana meringis seraya mengangguk pelan, Gavin berdecak kesal.
"Kau ini memang bodoh sekali, kenapa harus bersikap seperti itu, dasar aneh," ucap Gavin.
"Tuan tidak marah?" tanya Elana lagi membuat Gavin mendengus.
"Aku marah jika kau membuat kesalahan," sahut Gavin singkat.
"Baiklah, aku akan duduk. Terima kasih Tuan," ucap Elana mengulas senyum manisnya, ia lega sekali karena sudah diizinkan duduk.
Gavin terdiam, baru kali ini dia melihat Elana tersenyum, dan ternyata, dia sangat cantik jika tersenyum seperti itu. Kenapa sekarang Gavin baru sadar kalau Elana memiliki wajah yang sangat manis.
*****
"Apa ini Tuan?" tanya Elana tak mengerti saat Gavin menyodorkan map yang berisi kertas yang cukup banyak.
"Itu surat perjanjian pernikahan kita, kau bisa menandatanganinya sekarang," ucap Gavin dengan sikapnya yang dingin.
Elana menatap Gavin sekilas, ia lalu membaca poin-poin yang tertulis di surat itu.
1. Pihak B harus menuruti semua perintah yang diberikan pihak A.
2. Pihak A berhak berbuat apapun kepada pihak B dan tidak boleh ada penolakan.
3. Jika pihak B membantah, maka harus membayar ganti rugi sebesar dua miliar kepada pihak A.
4. Selama masa perjanjian ini berlangsung, Pihak B tidak berhak menuntut apapun terhadap pihak A.
5. Masa berlaku kontrak tergantung pihak A yang menentukan. Jika pihak A belum mengakhiri kontrak, maka pihak B tidak boleh menggugat atau melakukan tindakan yang melawan pihak A.
Elana menatap Gavin dengan wajah tak percaya, semua isi kontrak ini hanya menguntungkan satu belah pihak dan sangat tidak adil.
"Kenapa? Kau ingin protes? Silahkan, kau harus membayar ganti rugi padaku 2 miliyar dan kau juga harus membayar uang yang aku berikan kepada ibumu sebesar 800 juta. Apa kau sanggup?" ucap Gavin memandang Elana dengan senyum sombongnya.
Elana membuang pandangannya, uang sebanyak itu mana mungkin ia punya. Sekarang saja ia tidak memiliki uang sepeserpun.
"Tidak Tuan," ucap Elana lirih.
"Sudah aku duga, kau tak akan sanggup Elana. Lagipula kau sangat beruntung bisa menjadi istriku, tenang saja, semua kebutuhanmu tetap akan aku cukupi selama kau menurut padaku. Kau mengerti 'kan?" ucap Gavin puas sekali melihat Elana sudah tak berdaya seperti itu.
"Mengerti Tuan," sahut Elana menangguk lemah, mungkin bagi orang yang melihat hidupnya sangat beruntung menjadi istri Gavin yang kaya raya, tapi jika Elana bisa meminta, ia tak akan mau di posisi seperti ini.
Happy Reading.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
kholifah ifah
Hahahaha mau ketemu mertua pakaiannya seperti SPG hitam putih🤣🤣🤣🤣
2023-07-23
1
Tika Rotika
aq suka cerita nya thor👍❤
2023-07-04
1
Wicih Rasmita
sabar Alena bersakit" dahulu bersenang senang kemudian🤗
2023-02-25
2