Setelah menyiapkan air hangat untuk Gavin, Elana bergegas memanggil pria itu agar segera mandi. Untung saja tadi ia sempat mengganti bajunya sebelum Gavin kembali, jadi ia tak perlu kerepotan memakai gaun pengantinnya yang sangat berat.
Elana masuk ke dalam kamar, melihat Gavin yang berbaring di kasur. Elana membasahi bibirnya sebentar sebelum memanggil pria itu.
"Air hangatnya sudah siap Tuan," ucap Elana memberitahukan.
Gavin hanya meliriknya sekilas, tanpa mengatakan apapun, Gavin berlalu begitu saja dengan hanya bertelanjang dada. Elana menahan nafasnya saat pria itu lewat di sampingnya, Elana malu karena Gavin tidak memakai baju.
Setelah pria itu masuk, Elana mengendurkan bahunya yang tegang. Ia baru saja akan beranjak ketika mendengar suara Gavin memanggilnya lagi.
"Hei kau! Siapa yang menyuruhmu pergi?" Gavin mengerutkan dahinya seraya memandang Elana tajam.
"Saya Tuan?" tanya Elana menunjuk dirinya sendiri.
"Siapa lagi?" tanya Gavin mengangkat alisnya.
"Memangnya ada apa Tuan? Apa suhu airnya kurang pas?" tanya Elana menebak apa alasan Gavin memanggilnya lagi.
"Mandikan aku," ucap Gavin terdengar santai tanpa beban.
Namun, tidak untuk Elana yang membulatkan matanya lebar-lebar. Perintah konyol apalagi ini? Mana bisa ia memandikan seorang pria, sedangkan Elana sendiri tidak pernah melihat seorang pria te lan jang. Bertelanjang dada saja ia baru melihat Gavin kaki ini.
"Dasar gadis bodoh! Kenapa kau hanya diam saja!" Gavin membentak kesal melihat Elana yang lagi-lagi bengong.
"Maaf Tuan, tapi apakah saya harus memandikan Anda? Anda bisa mandi sendiri bukan?" ucap Elana memberanikan dirinya menolak permintaan Gavin yang ia rasa tidak masuk akal.
Gavin berdecak kesal, ia melangkahkan kakinya lebar-lebar mendatangi Elana yang ketakutan. Ia lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kuat.
"Kau pikir siapa dirimu berani mengaturku?" sentak Gavin memandang Elana penuh emosi.
"Ma-maf Tuan," ucap Elana sedikit meringis karena cengkraman Gavin yang sangat kuat.
"Apa aku perlu mengingatkanmu kembali bagaimana posisi mu saat ini? Kau hanya wanita yang di jual untuk melunasi hutang keluargamu, jadi jangan coba-coba melawan perintahku!" ujar Gavin terus menekan dagu Elana.
"Maaf," Elana tak tahu harus berkata apalagi, ia saat ini menahan sekuat tenaga air matanya agar tidak menangis di depan Gavin.
"Simpan saja air matamu itu, dan jangan pernah bermimpi untuk berdiri di sampingku, karena posisimu akan selalu dibawah dan selamanya akan menjadi gadis penebus hutang bagiku," sergah Gavin menghempaskan wajah Elana kasar.
Elana mengusap air matanya yang keluar tanpa di cegah, ia lalu memandang Gavin dengan tatapan sendunya.
"Kau boleh memandang rendah diriku Tuan, aku tidak akan marah, karena memang itulah aku," ucap Elana sangat sadar sekali posisinya saat ini.
Ia memang hanya gadis yang dijual oleh ibu kandungnya sendiri untuk melunasi hutang. Jadi julukan itu memang sangat pantas untuknya, meski semua ini menyakitkan, tapi memang itulah kenyataannya.
"Jangan banyak bicara, lakukan saja tugasmu. Jangan buat aku rugi karena membeli barang yang tidak berguna," ucap Gavin tak sadar jika perkataannya itu sangat melukai hati Elana.
Elana mengangguk pasrah. Ya, memang itulah dirinya, wanita yang sama sekali tidak ada gunanya sampai Gavin menilai dirinya layaknya barang yang diperjual belikan.
Elana tak ingin menangis lagi, sekarang dia sudah menjadi milik Gavin. Bagaimana pun sikap majikannya nanti, Elana harus siap menerimanya. Ia harus tetap mengangguk meski hatinya menjerit menolak semua ini.
"Pijatlah dengan benar, apa kau tidak punya tenaga?" sergah Gavin memejamkan matanya saat Elana membantunya keramas seraya memijat kepalanya lembut.
Elana menurut, ia menambah sedikit kekuatan pijatannya di kepala Gavin. Sejak tadi ia tak berani menatap ke depan karena tahu jika Gavin saat ini tidak menggunakan apapun.
"Begini baru enak, lain kali lakukanlah seperti ini terus," ucap Gavin merasa lebih rileks dengan pijatan Elana.
"Iya," sahut Elana tak tahu sampai kapan Gavin meminta terus dimandikan, padahal hanya mandi begini saja tidak bisa, batinnya kesal.
"Sudah, sekarang gosok punggungku," ucap Gavin merasa sudah cukup acara keramasnya.
Elana tak menyahut, tapi ia segera membilas kepala Gavin lalu mengambil sabun untuk menyabuni punggung pria itu. Ia juga memijat lembut bahu pria itu tanpa di suruh.
"Sudah Tuan," ucap Elana sudah menyabuni seluruh badan Gavin bagian belakang.
"Yang depan belum," ucap Gavin tersenyum jahil.
"Apa?" Elana hampir saja menjerit saat Gavin memutar tubuhnya menjadi menatap dirinya.
"Jangan berpura-pura polos, bukankah kau sudah terbiasa melihat pria seperti ini," ucap Gavin tersenyum sinis melihat Elana yang tidak mau melihatnya.
"Mana mungkin aku melihatnya, memangnya orang gila mana yang akan te la njang di depanku?" Elana menggerutu kesal, bisa-bisanya Gavin tidak malu memamerkan tubuhnya kepada Elana.
"Kau pikir aku bodoh? Setiap malam kau bekerja di bar, kau pasti sudah sering melayani tamu mu," ucap Gavin sudah menyelidiki latar belakang Elana sebelum mereka menikah.
"Aku memang bekerja di bar, tapi bukan berarti aku melihat semua tubuh tamuku," kata Elana tak terima di samakan dengan wanita murahan seperti itu.
"Lalu apa kau pikir aku akan percaya padamu?" Gavin menggelengkan kepalanya tak percaya jika Elana sama sekali belum pernah melihat pria te lan jang.
"Terserah Anda Tuan, jika Anda sudah selesai, saya akan permisi dulu," kata Elana beranjak pergi begitu saja, tapi Gavin langsung menarik tangannya hingga Elana terjatuh di bath up.
"Akhh!!!" Elana berteriak kaget, bajunya kini basah kuyup karena kelakuan Gavin.
"Siapa yang mengizinkanmu pergi? Tugasmu belum selesai Elana," ucap Gavin mengertakkan giginya erat, bukan karena apa-apa, tapi saat Elana jatuh, bokong wanita itu sempat menyenggol juniornya yang mendadak langsung turn on.
"Bolehkah saya menolak kali ini saja Tuan?" tanya Elana ragu jika harus memandikan Gavin lagi.
"Kau sama sekali tidak boleh menolak, semua yang keluar dari mulutku adalah perintah," ucap Gavin tak ingin melepaskan Elana begitu saja.
Elana menelan ludahnya kasar, ia mau tak mau harus menyelesaikan tugasnya memandikan Gavin. Ia menyabuni tubuh pria itu namun matanya melirik ke arah lain, hingga ia tak sengaja menyentuh sesuatu yang keras.
"Apa ini?" gumam Elana langsung melepaskannya begitu sadar dengan apa yang baru disentuhnya.
"Bodoh! Apa yang kau lakukan? Kau sengaja menggodaku ya?" Gavin berteriak kaget saat Elana menyentuh juniornya.
"Maaf Tuan, aku tidak sengaja," kata Elana dengan wajah memerah malu.
"Mati saja kau! Cepat pergi dari sini!" sentak Gavin mengusir wanita itu pergi, ia tak henti mengumpat kesal karena kelakuan Elana.
"Sialan!"
Happy Reading.
Tbc.
Jangan lupa like, komen dan subscribe ya gengs ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Aditya Ivander
abang davin kepegang mulutnya marah2.. hatinya g ada yg tau kecuali mbak author🤣
2023-11-19
1
kholifah ifah
Tongkat sakti kesenggol dikit aja langsung turun on🤣🤣🤣
2023-07-23
2
peonyyy-♡
seru sekalii
2023-02-12
2