Supir Nyonya Yolanda
"Kamu di pecat!"
"Di pecat, Pak? Tapi, apa salah saya? Bukankah selama ini saya-"
"Ini gajimu bulan ini. Jumlahnya lebih dari kesepakatan awal. Anggap saja itu kompensasi karena selama menjadi supir nyonya, kau bekerja dengan baik!"
Otis tidak bisa menerima pesangon yang diberikan pria di depannya begitu saja. Walau jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama satu bulan. Tapi, tetap saja rasanya tidak tenang jika harus di pecat tanpa sebab seperti ini. Otis merasa selama ini dia bekerja sesuai prosedur yang ditetapkan. Bersikap sopan dan ramah. Lalu, dimana kesalahannya?
"Saya ingin bertemu dengan Nyonya. Saya harus tahu kenapa saya di pecat!" protes Otis lagi.
"Yang memintaku untuk memecatmu bukan Nyonya, Otis. Tapi, Tuan." Pria berkemeja biru itu memijat dahinya dengan lembut. "Sudah aku bilang sejak awal. Bekerjalah dengan baik. Gunakan masker atau apapun itu bila perlu. Jangan perlihatkan wajahmu yang tampan itu di depan Nyonya!" jelas pria itu.
"Jadi saya di pecat karena saya tampan, Pak?" Walau sedikit kaget, tapi ada sedikit rasa bangga di hati Otis. "Nyonya suka sama saya? Lalu, Tuan marah dan cemburu?" Perjelas Otis lagi. Padahal sebenarnya hal itu tidak perlu diucapkan.
"Aku akan membantumu mencari pekerjaan lagi. Sekarang, pergilah. Kau bisa pulang ke rumah kontrakanmu. Sambil menunggu kabar dariku, kau bisa mencari pekerjaan lain."
Otis meraba dagunya dan memandang wajahnya sendiri yang terpantul di kaca meja. Pria itu merasa kalau wajahnya biasa saja. Tidak ada yang spesial. Bagaimana bisa wanita berkelas dan cantik seperti nyonyanya sampai tertarik?
"Otis, pergi sekarang juga. Sebelum Tuan dan Nyonya pulang dari luar negeri!" ujar pria di depan memperingati.
"Baik, Pak." Otis mengambil amplop cokelat itu dan menghitung isi di dalamnya. Ia memasukkannya ke dalam tas selempang berwarna hitam yang kini ia kenakan. "Terima kasih, Pak. Berkat bantuan anda, selama dua bulan ini saya bisa mendapatkan penghasilan."
"Baiklah, Otis. Hati-hati di jalan," ucap pria itu dengan senyuman. Ia memandang punggung Otis sampai pria itu menghilang di balik pintu.
"Otis Otis. Punya wajah jelek ya salah. Wajah tampan ya salah. Memang orang miskin seperti kita ini, hidupnya selalu serba salah."
Sebenarnya dia tidak tega melihat Otis menjadi pengangguran lagi. Pria itu berasal dari kampung. Tidak sekolah tinggi dan tidak memiliki keterampilan selain mengemudikan mobil. Hanya wajah tampannya saja yang bisa di andalkan. Di jaman sekarang, wajah tampan saja tidak bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji halal yang berjumlah besar.
Otis memperhatikan rumah mewah yang menjadi tempat kerjanya selama dua bulan terakhir. Sebenarnya dia masih betah tinggal di rumah itu. Selain pekerja di sana ramah-ramah, Otis juga selalu mendapatkan perlakuan istimewa dari nyonyanya.
"Sekarang aku harus ke mana? Tidak mungkin balik ke kampung. Ke kontrakan juga gak mungkin. Aku sudah nunggak selama dua bulan." Kali ini Otis berpikir keras. Dia butuh pekerjaan baru sebelum yang berjumlah lima juta rupiah itu habis. Sambil berjalan pelan Otis teringat akan sesuatu.
"Pak Rahmad! Ya. Semalam Pak Rahmat sempat menawariku pekerjaan untuk jadi supir." Otis mengambil ponselnya dari saku. Pria itu duduk di trotoar sembari mencari nomor Pak Rahmad yang sempat dia simpan.
"Halo, Pak. Selamat pagi. Bagaimana kabar anda hati ini?"
"Siapa ini?" ketus pria di kejauhan sana.
"Ini saya Pak. Otis."
"Oh, Otis. Ada apa?"
"Pak, saya tertarik dengan pekerjaan yang anda tawarkan kemarin. Dimana kita bisa bertemu?"
"Kebetulan sekali. Nyonya butuh supir untuk mengantarkannya ke pesta nanti malam. Aku akan kirimkan alamatnya. Cepat datang. Karena jika kau tidak datang dalam satu jam, pekerjaan ini akan aku serahkan kepada orang lain."
"Baik pak baik. Saya akan segera ke sana." Otis terlihat gembira. Dia memutuskan panggilan telepon itu dan segera memesan gojek. Walau sempat bingung, akhirnya di bisa mendapatkan pekerjaan baru. "Aku harus di terima. Aku sangat butuh pekerjaan ini. Soal gaji aku tidak peduli lagi. Yang penting kerja!" gumam Otis dengan penuh semangat.
...***...
"Ini kunci mobilnya. Ini pakaianmu. Ini kunci kamar. Sisanya tanyakan langsung sama Tika. Dia akan membantumu selama tinggal di rumah ini. Kamarmu ada di ujung. Kau bisa dengan mudah mencarinya. Semoga Nyonya suka denganmu," ucap Pak Rahmad sembari memeriksa laporan di laptopnya.
"Suka, Pak?" tanya Otis bingung.
"Maksudku dia cocok. Nyonya sangat sudah orangnya. Sebelum kau, sudah ada beberapa supir yang terpaksa di pecat karena Nyonya tidak menyukainya."
Otis membisu. "Ternyata tidak beda jauh dengan majikan sebelumnya," gumamnya di dalam hati. "Pak, ada yang ingin saya tanyakan."
"Apa Otis? Katakan saja. Jangan canggung seperti itu. Bukankah kita tetangga?"
"Selama bekerja, apa aku boleh pakai topi dan masker? Aku merasa nyaman jika menutupi wajahku, Pak."
Pak Rahmad terlihat kurang setuju. Dia takut Nyonya berpikir kalau supir pilihnya cacat. "Untuk hal ini aku akan tanyakan Nyonya dulu. Jika dia memberi ijin, kau bisa menutup wajahmu dengan masker dan menggunakan topi."
"Terima kasih, Pak."
"Kenapa harus kau harus menutup wajahmu dengan masker? Bukankah wajahmu sangat tampan?"
Otis menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Saya hanya tidak mau di pecat lagi karena tampan, Pak. Nyonya saya yang sebelumnya jatuh cinta pada saya. Saya tidak mau sampai hal itu terjadi pada Nyonya yang sekarang."
Pak Rahmad tertawa geli mendengarnya. Dia sampai menggeleng kepalanya. "Otis Otis. Kau ini percaya diri sekali. Nyonya memiliki suami yang tampan dan kaya. Banyak sekali pria kaya yang mengejarnya. Tetapi dia tidak mau meresponnya. Dia setia pada suaminya. Supir sepertimu tidak akan mungkin di pandang olehnya," jelas Pak Rahmad sambil tertawa lagi.
"Maafkan saya, Pak. Mungkin memang saya terlalu percaya diri."
"Ya sudah. Cepat istirahat sana."
"Baik, Pak." Otis mengambil barang-barang yang ada di meja dan membawanya keluar dari ruangan tersebut. Dia berdiri di depan sana sambil memandang ke kanan dan ke kiri. Lorong itu sunyi. Lorong di sebelah kanan adalah pintu menuju ke rumah utama. Sedangkan lorong sebelah kiri adalah jalan tempat kamar Otis berada. Sedangkan di depannya adalah jalan yang akan menghubungkannya langsung dengan garasi mobil. Otis tidak memiliki akses bebas untuk melihat kemewahan yang ada di dalam rumah. Bangunan itu memang di desain agar lokasi para pekerja dengan pemilik rumah di pisahkan.
"Apa kau yang bernama Otis?"
Otis memandang ke depan. Pria itu mengangguk setuju. "Apa kau Tika?"
"Ya. Ayo akan aku antarkan ke kamarmu. Aku masih memiliki banyak pekerjaan di dapur. Pak Rahmad memintaku untuk mengantarkanmu ke kamar."
Otis tersenyum. "Terima kasih, Tika." Tanpa banyak bicara lagi, Otis segera mengikuti Tika dari belakang. Sambil berjalan pria itu memperhatikan lorong yang sekarang dia lewati. "Sepertinya majikanku kali ini kekayaannya tiga kali lipat dari majikanku sebelumnya," gumam Otis di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Olivia Narahayaan
Hahaha.. Pengen baca novelnya soalnya namaku juga yolanda😂🤣
2023-06-22
0
Ganesha Amb
mampir keknya lucu nih si otis..
2023-04-19
0
Santi Rahma
aku bru mmpir krna nungu end dulu crita nya biar lngsung mraton sngaaaaat
2023-03-14
0