Otis melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Berbeda dari sebelumnya. Kali ini dia tidak berani memandang ke spion untuk melihat apa yang terjadi di jok belakang. Tuan Abraham dan Nyonya Yolanda duduk berdampingan di sana. Otis tidak mau sampai melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat. Walaupun sebenarnya kedua matanya terasa gatal ingin mengintip majikannya.
"Jangan!" tolakan Nyonya Yolanda membuat Otis semakin gregetan. Pria itu menghela napasnya dan berusaha tetap teguh pendirian untuk tidak melihat ke belakang.
"Sebentar saja. Kau akan merasa jauh lebih baik setelah ini. Ayo cepat masukan."
Otis semakin tidak karuan. Sudah seperti cacing kepanasan di permukaan tanah. "Apa yang mereka lakukan di belakang? Aku tahu mereka suami istri. Tapi, bisakah mereka tidak menodai telingaku? Aku ini masih perjaka," umpat Otis di dalam hati.
"Hmmm." Suara Nyonya Yolanda memperburuk keadaan. Otis benar-benar tidak berkosentrasi lagi. Dia ingin perjalanan ini segera berakhir. "Jangan cepat-cepat."
Otis kaget bukan main ketika melihat mobil depan berhenti. Hal itu membuatnya segera mengerem mendadak hingga terdengar suara decitan rem mengikis aspal.
"Otis!" umpat Tuan Abraham marah.
"Maafkan saya, Tuan." Otis berputar dan memandang Tuan Abraham. Kali ini dia tidak penasaran lagi setelah melihat sebotol air mineral di tangan Nyonya Yolanda. Tuan Abraham memegang sepotong roti. Sepertinya Tuan Abraham memaksa Nyonya Yolanda untuk makan agar perutnya yang kosong terisi. Otis merasa menyesal karena sudah berpikir yang aneh-aneh.
"Apa yang kau lakukan? Cepat periksa mobil depan. Dia tidak jalan lagi."
"Baik, Tuan." Otis segera turun dari mobil untuk memeriksa. Langkah pria itu terhenti ketika mobil depan yang sempat ia tabrak belakangnya kembali jalan. Otis sudah berteriak agar mobil itu berhenti. Namun, usahanya sia-sia. Otis memandang mobil milik Nyonya Yolanda yang lecet. Tangannya memijat dahi. Baru pertama kerja tapi gajinya akan segera di potong. Otis segera masuk ke dalam mobil lagi. Tuan Abraham menatap Otis dengan tajam. Nyonya Yolanda memandang keluar sambil sesekali menyeka air mata.
"Kita bicarakan di rumah!" ujar Tuan Abraham. "Cepat jalan!"
"Baik, Tuan." Otis segera melajukan mobil itu lagi. Dia sekarang benar-benar berkonsentrasi dan menutup telinganya rapat-rapat atas obrolan yang terjadi di antara Tuan Abraham dan juga Nyonya Yolanda.
"Kau tidak tahu bagaimana perasaanku tadi. Aku malu. Aku sakit hati!" lirih Nyonya Yolanda.
"Sabarlah Yola. Aku ada di sampingmu. Aku selalu memihakmu. Apa lagi yang kau tangis? Suamimu ini ada di sini membelamu mati-matian," bujuk Tuan Abraham.
"Aku ingin hamil!" teriak Nyonya Yolanda.
Otis mengeryitkan dahi. Satu hal yang memang memenuhi isi kepalanya sejak tadi. Sudah berapa anak majikannya? Jika memang ada, dimana mereka sekarang? Tetapi obrolan Tuan Abraham dan Nyonya Yolanda menjawab segalanya.
Sepasang suami istri itu belum memiliki anak. Dan kini mereka berdua sedang memperdebatkan masalah keturunan. Kemungkinan besar Nyonya Yolanda sakit hati karena seseorang menyinggung soal anak. Terkadang selain hebat, orang kaya juga memiliki mulut yang suka berbicara tanpa pikir-pikir lebih dulu. Mereka semua tidak peduli apakah Perka mereka menyakiti lawan bicaranya atau tidak.
"Secepatnya kita akan memiliki anak. Sabarlah. Berhenti menangis maka semua akan baik-baik saja. Aku tidak sanggup melihat air matamu menetes."
Rayuan Tuan Abraham membuat Otis tersenyum dalam diam. Pria itu sangar seperti itu ternyata sangat menyayangi istrinya. Di saat dia memiliki segalanya, dia masih mengutamakan perasaan istrinya. Wajar saja rasanya Tuan Abraham memberlakukan peraturan konyol seperti itu.
"Sepertinya malam ini tidak menjadi malam yang membahagiakan bagi Nyonya Yolanda," gumam Otis di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Septi Wariyanti
Otis sok tau sih
2023-03-17
0
Sehrazat
Aku juga mikir gitu tis, 😅... apalagi lenguhan itu... we kira ngapain. 🤣🤣🤣🤭
2023-02-25
0
L A
makasih updatenya otor Siska ...
2023-01-06
0