Otis tidak sempat tidur siang karena Tika mengetuk pintu kamarnya dan memintanya untuk menemui sang pemilik rumah di ruang kerja. Otis yang tidak tahu dimana letak ruang kerja sang majikan meminta tolong Tika untuk mengantarkannya. Ini menjadi pertama kalinya Otis menginjakkan kaki di rumah utama.
"Apa yang kau pikirkan pertama kali masuk ke rumah ini, Otis?" Tika memandang Otis sekilas sebelum ke depan lagi.
"Mewah dan modern. Pemiliknya memiliki selera yang tinggi."
"Ya. Kau benar. Nyonya sangat modern. Dia selalu memberi prabot model terbaru walau prabot lama masih bagus." Tika menghela napas pelan. "Berbeda dengan Tuan. Dia hanya tahu kerja dan kerja. Tidak pernah peduli dengan kondisi rumah. Berapa banyakpun uang yang dikeluarkan Nyonya, Tuan tidak akan marah. Enak ya Otis jadi orang kaya."
Otis tersenyum tipis. "Jangan suka menghayal tinggi-tinggi nanti Ketika tersadar dan jatuh rasanya sakit loh," ledek Otis.
"Kau ini bisa saja." Tika tersenyum. Dia menahan langkah kakinya dan memandang ruangan yang terletak beberapa meter dari posisi mereka berdiri. "Di sana. Pintu warna cokelat. Ketuk saja pintunya lalu sebutkan namamu."
"Baiklah." Otis segera melangkah. Dia meninggal Tika yang masih berdiri di sana.
Otis memperhatikan ke kanan dan ke kiri ketika berjalan menuju ruangan itu. "Aku akan tersesat jika sendirian di rumah ini," gumamnya di dalam hati.
Otis mengangkat satu tangannya ragu-ragu. Ini pertama kalinya jantungnya berdebar tidak karuan ketika ingin bertemu dengan majikan barunya. Entah seperti apa sifat pria kaya raya yang menjadi pemilik rumah mewah dan besar itu. Otis takut. Dia takut tidak masuk kriteria lalu di tolak menjadi supir.
Belum sempat tangannya menyentuh pintu berwarna cokelat itu, tiba-tiba pintu sudah terbuka lebih dulu. Seorang wanita cantik bak bidadari muncul di hadapan Otis. Sejenak pria itu berpikir kalau dia sedang bermimpi. Bagaimana mungkin wanita secantik itu ada di dunia ini. Seperti apa wanita yang sudah melahirkannya.
"Kau yang bernama Otis?"
Suara bariton seorang pria membuat Otis tersadar. Pria yang baru saja mengeluarkan kata itu berdiri di belakang wanita tersebut. Wanita itu tidak tertarik memandang Otis. Dia segera pergi meninggalkan suaminya yang masih berdiri di sana.
"Ya, Tuan. Saya Otis." Otis menunduk untuk memalingkan pandangannya.
"Masuklah." Pria berusia sekitar 45 tahun itu meminta Otis untuk segera masuk. Kesan pertama yang dia dapat adalah ramah. Ya, walau sangat kaya tetapi pria itu masih mau menghormati orang miskin seperti Otis.
"Duduklah." Pria itu lebih dulu duduk di sofa beludru warna hitam.
Otis yang merasa segan justru memilih duduk di kursi kayu yang juga tersedia di sana.
"Mulai nanti malam dan seterusnya kau akan menjadi sopir pribadi istriku. Sebelum kau bekerja, ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan. Kau tidak boleh melanggar aturan yang sudah kubuat. Jika sampai kau langgar, maka kau harus bersedia untuk keluar dari rumah ini. Aku selalu menghargai orang yang bekerja di bawahku. Tetapi aku tidak akan pernah memaafkan orang yang sudah melanggar perintahku."
"Baik, Tuan." Otis menelan salivanya sendiri untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba saja kering. Pria di hadapannya memang terkesan baik tapi perkataan yang keluar dari bibirnya seperti sebuah ancaman. Belum juga bekerja, Otis sudah merasa ketakutan.
"Kau tidak boleh bicara dengan istriku. Apapun yang dia tanya jangan pernah menjawabnya. Kedua Kau tidak diperbolehkan untuk memandang istriku seperti tadi. Yang tadi aku masih bisa memberikan maaf padamu. Tiap kali bertemu dengan istriku menunduklah seperti sekarang. Terakhir. Kau harus sadar kalau kau bekerja di bawahku. Aku yang akan menggajimu. Jadi, kau harus ada di pihakku."
Untuk peraturan yang pertama dan yang kedua Otis paham. Tuannya pasti cemburu. Tidak ada pria di dunia ini yang rela istrinya dipandang oleh pria lain. Apa lagi istrinya cantik seperti bidadari.
Namun untuk aturan terakhir Otis sangat tidak paham sebenarnya apa maksudnya mengatakan hal seperti itu. Sebagai bawahan dia pasti akan lebih memihak tuannya daripada orang lain. Otis berpikir kalau semua orang yang bekerja pasti memiliki pikiran yang sama dengannya.
"Jika kau sudah paham kau boleh keluar. Bukankah kau juga harus banyak istirahat karena nanti malam kau harus mengantar istriku pergi."
"Baik, Tuan."
"Satu lagi. Selalu bawa ponsel yang sudah disediakan untukmu. Itu akan menjadi alat komunikasi kita berdua."
"Baik, Tuan."
"Pergilah," usir pria itu sambil mengibaskan tangannya.
"Permisi, Tuan." Otis segera pergi meninggalkan ruangan itu. Walau ruangan kerja itu terlihat sangat mewah dan canggih, tetapi Otis tidak nyaman berada di dalamnya. Pria itu seperti berada di dalam ruangan eksekusi. Bernapas saja dia takut.
Otis lagi-lagi bertemu dengan Tika yang saat itu sedang membersihkan guci guci raksasa yang menjadi pajangan rumah. Wanita itu melempar senyum ke arah Otis sebelum lanjut bekerja.
Otis tidak mau mengganggu rekannya ketika sedang bekerja. Pria itu segera pergi menuju ke jalan yang pertama kali dia lewati.
"Berhenti!" teriak Tika hingga membuat Otis terpaksa berhenti. Pria itu berputar dan melihat Tika yang kini berlari menuju ke arahnya. "Otis, ini nomorku. Nanti kirimkan pesan singkat agar aku bisa tahu berapa nomormu. Oke?" tanpa menunggu persetujuan dari Otis, Tika memberikan secarik kertas di genggaman Otis lalu wanita itu lanjut bekerja lagi. Otis hanya tersenyum kecil melihat tingkah laku Tika. Bisa dibilang ini bukan pertama kalinya wanita tertarik dengannya. Biasanya Otis akan segera membuang kertas itu dan mengabaikannya. Tetapi Tika berbeda. Wanita itu terlihat sopan dan tulus membantunya. Otis tidak mau sampai melukai perasaan rekan satu perjuangannya itu. Pria itu segera memasukkan kertas tersebut ke dalam saku dan melanjutkan langkah kakinya. Tubuhnya terasa sangat lelah dan Ia memang sangat butuh istirahat saat ini.
Belum sampai di pintu masuk ke rumah tersebut Otis dikagetkan dengan kemunculan wanita cantik yang baru saja ia temui beberapa saat yang lalu. Pria itu langsung segera menundukkan kepalanya karena ia ingat dengan pesan majikannya di ruang kerja tadi.
"Nanti malam aku ingin pakai mobil yang putih. Pastikan mobilnya aman," ucap wanita yang tidak diketahui Otis siapa namanya itu. Ya, memang sampai detik ini Otis belum tahu siapa nama wanita yang menjadi nyonyanya dan siapa nama pria yang menjadi Tuannya.
Otis seperti kebingungan. Sekarang dia tidak tahu harus jawab atau tidak. Posisinya serba salah.
"Aku tahu pasti suamiku yang sudah melarangmu bicara. It's oke. Aku paham. Diam saja sesukamu. Aku juga tidak akan menjadikanmu rekanku. Tetapi kau juga harus ingat kalau aku adalah majikanmu. Kau harus ingat siapa nama nyonyamu. Yolanda! Panggil aku Nyonya Yolanda!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Tetty Muchtar Prawirakusumah
baru mulai baca.. seruuu juga
2023-12-16
0
Willy Yolanda Kutus Tuban
Gmn rasanya dipanggil nyonya ya😂😂
2023-01-03
2