Milaine Sang Gadis Pewaris
DOR!
Bahana ledakan pistol menggetarkan permukaan lantai paviliun. Rentetan suara peluru melesat ke segala arah ruangan. Sejumlah orang berapakaian pelayan berlarian menuju pintu keluar. Sebagian dari mereka menderita luka parah di bagian tubuh tertentu.
"KYAAAA!" Seorang pelayan tersungkur dan memekik ketakutan di hadapan seorang gadis kecil bersurai biru gelap. Pelayan itu beringsut terus ke belakang demi memperjauh jarak di antara dirinya dan si gadis.
Sepasang manik merah menyala menatap dingin si pelayan wanita. Piyama putih yang dia kenakan dipenuhi bercak darah segar. Di tangan sebelah kanan menggenggam sebuah pistol yang diduga sebagai pistol yang sebelumnya menyebabkan kekacauan. Bahkan muka mulusnya kini dinodai warna merah darah, entah kenapa gadis kecil itu terlihat begitu menakutkan.
"Kau harus mati, tidak hanya kau tapi seluruh pelayan yang berada di paviliun ini harus mati," ucap si gadis kecil dengan pandangan dingin serta mata sayu yang dikuasai kemurkaan.
"Tidak, Nona, saya meminta maaf atas apa yang terjadi sebelumnya. Tolong ampuni nyawa saya, saya mengaku khilaf sudah merundung Anda selama ini. Beri saya satu kesempat—"
DOR!
Belum sempat pelayan tersebut menyelesaikan perkataannya, gadis kecil itu melepaskan pelurunya dan menembus jantung si pelayan. Dia mencoba menarik pelatuknya lagi, tapi tidak ada peluru yang keluar dari sana.
"Tidak berguna!" Gadis kecil itu melempar pistol yang tidak lagi memiliki peluru di dalamnya.
Kemudian gadis itu pun bergerak meraih sebilah belati yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berpijak. Netranya mengedar ke sepanjang lorong paviliun, mata bulat nan indah miliknya memutar ke segala arah mencari keberadaan para pelayan yang tadi berhasil kabur dari pandangannya.
"Bau darah dari manusia hina itu sangat menjijikkan."
Di sepanjang lorong, cairan merah berlumuran di mana-mana. Ada beberapa mayat pelayan tergeletak meregang nyawa seusai gadis itu melepas pelurunya. Dia tidak bodoh, meski para pelayan itu sedang bersembunyi, tetapi dia tahu di mana para pelayan itu berada.
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini? Kenapa kalian tidak jadi keluar?" Gadis itu pun menongolkan kepalanya ke belakang sebuah lemari besar dan memergoki tempat persembunyian para pelayan.
"Nona Milaine, k-kami—"
"Diam! Dan cepat keluar dari sana sebelum aku bunuh kalian."
Mereka memanggil gadis kecil itu dengan nama Milaine yaitu Nona dari kediaman tempat mereka bekerja. Milaine mengarahkan pisaunya kepada keempat pelayan tersebut. Akhirnya, mereka terpaksa keluar seraya meratapi nasib buruk yang akan menimpa mereka selanjutnya.
"Nona, tolong ampuni nyawa kami, setelah ini kami janji—"
"Aku tidak mau mendengar suara kalian! Beraninya kalian berbuat seenaknya padaku. Menggelapkan dana paviliun, memberikan padaku makanan yang tidak layak konsumsi, bahkan kalian juga mencoba merundung Adikku. Selama ini kalian sudah cukup menghinaku dan Ibuku, sekarang waktunya kalian menemui alam neraka!"
Para pelayan itu pun gemetar dan kesulitan bernapas. Mereka sudah mencoba kabur lewat pintu keluar tapi pintunya terkunci rapat. Milaine sengaja mengunci seluruh pintu lalu menyembunyikan kunci tersebut di tempat yang tidak diketahui banyak orang. Bayangan kematian sedang mengincar mereka serta bersiap untuk segera menerkam ke arah mereka. Kaki mereka kaku seolah dijerat batu besar, pergerakan mereka terkunci di tengah ruangan yang kini dipenuhi mayat.
"Nona, satu kali saja, saya mohon kepada Anda, beri kami satu kali kesempatan lagi untuk menebus dosa kami kepada Anda. Saya mohon teramat sangat, saya masih belum mau mati," lirih seorang pelayan wanita seraya bersujud di bawah kaki Milaine.
"Sebaiknya kau tebus dosamu di neraka, aku hanya sedang menyingkirkan parasit dari dunia ini."
Milaine mengayunkan belatinya, ujung belati nan tajam menggores dalam tubuh masing-masing pelayan. Gerakan tangan nan lincah berayun seperti seorang malaikat maut tengah mencabut nyawa manusia. Kematian para pelayan itu pun berakhir tragis di tangan Milaine.
Milaine berlalu begitu saja meninggalkan seluruh mayat yang bergelimpangan di lantai paviliun. Langkah kecilnya kini tertuju pada ruang makan, wajahnya berekspresi datar, dan netra merah yang terus menatap lurus ke depan. Kemudian Milaine menyingkap pintu sebuah lemari, di dalamnya didapati seorang anak kecil laki-laki tengah menahan tangis dan menahan rasa takut.
"Nah, Nigel Adikku, sekarang semuanya sudah tenang. Kakak telah membereskan orang yang merundungmu. Kemarilah, ayo kita keluar," ucap Milaine menarik lembut tangan sang Adik keluar dari lemari.
Bibir Milaine merekahkan senyum manis, jemarinya bergerak mengusap air mata yang tak sengaja turun dari pelupuk mata Nigel.
"Apa mereka tidak akan menggangguku lagi?" tanya Nigel.
"Mereka sudah aku kirim ke neraka, mereka tidak akan mengganggumu lagi. Jangan khawatir, Kakak akan melindungimu jika ada orang lain yang bermaksud mengusik hidupmu."
Nigel mengangguk pelan, Milaine melakukan semua ini demi menjaga kenyamanan Nigel di paviliun kediamannya. Sekarang Milaine mengajak Nigel pergi, tampaknya Nigel masih belum sadar kalau sang Kakak telah menghabisi seluruh pelayan yang bekerja di paviliun.
"Kenapa piyama Kakak ada bercak darah?" tanya Nigel tiba-tiba
"Ini adalah darah binatang liar yang tadi masuk ke halaman paviliun. Aku akan mengantarmu ke kamar, istirahatlah sampai Ibu kembali. Kau paham?"
"Iya Kak, aku paham."
Milaine membawa Nigel ke dalam kamar, dia pun menyuruh Adiknya berbaring dan perlahan terlelap. Meskipun umur mereka memiliki jarak sekitar satu tahun tiga bulan, tetapi mereka lebih terlihat seperti sepasang anak kembar yang berbeda kepribadian. Milaine hanya bersikap lembut di hadapan Nigel, dia seperti hewan buas jika sedang bersama orang lain.
Hingga malam menjelang, Milaine mendengar derap langkah kaki yang berasal dari lorong utama paviliun. Milaine sudah tahu langkah kaki siapa itu, tapi dia tetap pergi keluar lalu menunggu di ujung lorong sampai orang itu menampakkan diri mereka.
"Milaine!" teriak seorang wanita berambut coklat tua. Wanita itu bernama Fiona yaitu Ibu kandung Milaine.
Terlihat jelas dari caranya menatap Milaine, Fiona tengah dirundung kemarahan besar. Fiona baru saja balik dari luar, tapi dia malah menemukan kondisi paviliun yang dipenuhi mayat pelayan.
"Selamat datang kembali, Ibu." Milaine menarik kedua sudut gaun piyamanya, badannya sedikit membungkuk memberi salam kepada Fiona.
PLAK!
Fiona mendaratkan sebuah tamparan ke pipi Milaine, deruan napas memburu keluar, sepasang manik mata biru memancarkan kemurkaan atas apa yang sudah dilakukan Milaine.
"Apa yang sudah kau lakukan, anak sialan?! Kau membunuh mereka, bukan? Jawab aku!" bentak Fiona.
Milaine mendongakkan kepala, tamparan yang dilayangkan Fiona menyisakan bekas luka di sudut bibir Milaine.
"Benar, tetapi itu karena mereka merundung Nigel, aku hanya memberi mereka hukuman," jawab Milaine tak berekspresi.
"Kurang ajar! Dasar pembunuh! Aku tidak tahu apa dosaku sampai aku harus melahirkan anak mengerikan seperti dirimu. Kau harus dihukum, aku akan membawamu ke ruang penyiksaan."
Fiona menarik kasar tangan Milaine, kemarahan Fiona sudah tidak bisa diatasi lagi.
"Nyonya Fiona, tolong berhenti! Anda tidak boleh membawa Nona Milaine ke ruang penyiksaan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Krynnn
mampir lagi kak
2023-04-13
0
Maîra⊰⊹
Perkenalan ceritanya bagus, tolong dilanjutkan ceritanya, K'Author
2023-01-02
1