Perkataan Milaine menusuk hati Fiona, kekuatannya dan Milaine jelas berbeda jauh. Terlebih lagi di tubuh Milaine mengalir darah Lysander. Meskipun dirinya dahulu seorang pelayan, tidak dapat dipungkiri bahwa Milaine tetap berdarah murni keluarga Lysander.
“Lancang! Bagaimana pun juga aku ini Ibumu. Beraninya kau menatapku dengan sorot mata meremehkan itu!” bentak Fiona.
“Aku hanya berkata sesuai fakta. Bukankah begitu, Ibu?”
“Jangan panggil aku Ibu! Aku bukan Ibumu!” sentak Fiona. “Aku tidak menganggapmu sebagai anakku,” tekannya lagi.
Milaine terdiam sepersekian detik, perlahan senyum tanpa emosi terukir di bibirnya. Bukan pertama kali dia mendengar Fiona berkata demikian. Namun, Milaine sudah terbiasa mendengarnya, ia tak lagi sakit hati mendengar perkataan menyakitkan itu.
“Ya sudah kalau begitu. Aku juga akan menganggap kalau aku tidak punya Ibu. Sekarang aku di sini hanya untuk melindungi Nigel dan membuatnya sebagai pewaris. Tolong jangan mengusikku, apalagi sampai memukulku layaknya yang kau lakukan di masa lalu.”
Fiona tertegun, ketegasan Milaine membuatnya diam seribu bahasa. Gadis itu berlalu pergi begitu saja tanpa menggubris ekspresi Fiona. Dia sudah cukup bertahan dalam penyiksaan Fiona sehingga ini menjadi terobosan pertama baginya melupakan Fiona sebagai Ibu kandungnya.
‘Ada apa dengan anak itu? Dia sangat dingin. Maksudku, dia memang dingin, tetapi sekarang ekspresi dinginnya itu seolah-olah menghancurkanku dari dalam,’ pikir Fiona merasakan bulu kuduknya merinding.
***
Milaine berdiri di depan sebuah potret keluarga, dia menatap foto kedua saudara laki-lakinya yang sudah lama meninggal. Ada banyak hal mengganjal di otaknya. Sebuah konspirasi kematian saudaranya sehingga membuat dia sebagai tersangka utama. Milaine merangkai satu persatu bayangan ingatan tentang kenangan indah yang pernah dia cicip meski sesaat.
‘Tenang saja, Kak. Aku pasti akan menemukan siapa dalang di balik terbunuhnya kalian berdua. Dan juga jangan khawatir, aku bisa melindungi diri sendiri dan melindungi Nigel dari marabahaya yang mengincar nyawanya,’ batin Milaine.
Kemudian tiba-tiba saja Veno datang membuyarkan lamunannya. Tampaknya dia membawa sesuatu untuk dikatakan kepada Milaine.
“Nona, Tuan besar sedang menunggu Anda di ruangannya. Bisakah Anda menemui beliau sekarang?”
Veno tersentak saat mengangkat wajah memandangi Milaine. Entah mengapa, Veno sedikit terganggu oleh sorot mata gadis itu. Tajam dan berselubung kematian, itulah yang dia pikirkan kala itu.
“Ayah ingin menemuiku? Baiklah. Aku akan segera ke sana sekarang juga.”
Milaine berlalu pergi meninggalkan Veno yang masih terpaku diam di tempatnya. Dia ingin segera menyelesaikan pertemuan dengan Conrad sebelum melangkah ke rencana selanjutnya.
Sepanjang jalan menuju ruang pribadi Conrad, tiada satu pun mata yang memalingkan tatap dari Milaine. Tidak bisa dipungkiri bahwa sosok Milaine memanglah sangat cantik, dia mewarisi kecantikan Fiona. Tidak satu pun orang yang menyangkal parasnya. Terlepas dari sifat kejamnya, semua orang selalu memuji rupa indah itu.
“Pesonanya tidak main-main. Walaupun dia diam tanpa ekspresi, tetap saja pancaran kecantikannya mendominasi.”
“Lupakan soal kekejamannya, aku rasa dia akan mencuri hati banyak pria dari keluarga terpandang.”
“Hei, apakah kau lupa? Reputasi Nona Milaine sebagai pembunuh saudaranya sekaligus pembunuh Bibinya tidak bisa ditutupi lagi, itu sudah tersebar ke penjuru negara Helsper.”
Milaine mendengar pembicaraan para pelayan tersebut. Seiring jalan, Milaine hanya mendengar bisikan mengarah pada paras cantiknya. Meski begitu, Milaine mengabaikannya karena itu tidak mengusiknya.
“Ayah, ini saya Milaine,” ujar Milaine mengetuk pintu masuk.
“Ya, silakan masuk,” sahut Conrad.
Milaine melangkahkan kakinya masuk ke ruangan. Di sana sudah ada Conrad duduk manis di atas sofa. Pandangan mereka saling beradu, mimik muka datar di wajah keduanya tampak serupa. Milaine pun ikut duduk di sofa berseberangan dengan Conrad. Satu persatu pelayan bergantian masuk menyajikan kudapan serta teh hangat.
“Selamat karena telah bebas dari rumah sakit jiwa,” kata Conrad.
“Ya, terima kasih.”
“….”
Percakapan yang singkat. Selepas itu, mereka tenggelam dalam keheningan. Suasana di antara mereka sangat berat dan menegangkan. Bagaimana tidak? Ayah dan anak sama saja, sama-sama dingin dan terlalu acuh tak acuh.
“Ehem.” Conrad berdehem. “Milaine, kau sekarang sudah resmi menempuh jalur tempur antar calon pewaris. Aku berencana memasukkanmu ke Akademi Eleutheria. Ini merupakan salah satu syarat menjadi pewaris Lysander Group.”
“Nigel juga belajar di akademi itu kan?” tanya Milaine.
“Benar, Nigel juga di sana. Meskipun sudah telat enam bulan, tetapi aku bisa mengurusnya dan memasukkanmu ke kelas tingkat dua.”
Milaine berpikir sejenak. Sebagaimana yang diketahui Milaine, Akademi Eleutheria merupakan sekolah khusus calon pewaris perusahaan. Tidak ada orang biasa yang bersekolah di sana kecuali kalau orang itu masuk melalui sponsor perusahaan.
Di Akademi Eleutheria, terbagi menjadi tiga tingkatan kelas, yakni kelas satu, dua, dan tiga. Kelas satu diisi oleh calon pewaris yang masih belum masuk ke persaingan ahli waris. Kelas dua diisi oleh calon pewaris yang baru saja masuk ke persaingan ahli waris. Kelas tiga diisi oleh mereka yang sudah menempuh persaingan ahli waris selama kurang lebih satu atau dua tahun.
“Itu artinya saya juga akan melawan calon pewaris perusahaan lainnya. Tidak sedikit di antara mereka yang menaruh iri terhadap Lysander Group. Maka saya yakin, saya akan menjadi target utama mereka,” ujar Milaine.
“Aku tidak menyangkal hal itu. Dikarenakan di dalam akademi dilarang adanya pertumpahan darah, mereka akan melakukan trik kotor untuk menjebakmu. Namun, jika itu urusannya dengan luar persaingan keluarga, maka aku sendiri yang akan turun tangan.”
“Tidak perlu. Anda tidak perlu melakukannya, Ayah,” tolak Milaine.
Conrad tercengang tatkala Milaine berkata demikian.
“Mengapa kau menolak bantuanku?” tanya Conrad.
“Karena saya bisa mengatasinya sendiri. Jangan buang tenaga Anda untuk membantu saya melawan mereka. Sebaiknya, Anda meningkatkan kewaspadaan sebab ada puluhan musuh yang mengincar nyawa Anda.”
Conrad tak bergeming, peringatan Milaine terasa sangat serius dan nyata.
“Baiklah, aku akan mengingat peringatanmu.” Conrad meneguk tehnya lalu menaruh lagi cangkirnya. “Lalu satu hal lagi. Semua saudaramu sudah mempunyai tunangan. Aku berencana untuk mengatur pertunanganmu. Bagaimana menurutmu?”
Milaine mengulas senyum sembari menjawab, “Maafkan saya, tetapi saya harus menolaknya. Saya akan menemukan tunangan saya sendiri.”
“Haha, terserah padamu saja. Aku tidak akan memaksamu.”
Pembicaraan mereka berakhir saat Conrad mendapatkan panggilan dari perusahaan. Milaine beranjak meninggalkan ruangan dan berencana kembali ke paviliun kediamanannya. Pada saat dia berjalan di lorong arah paviliun, langkahnya terjeda oleh seseorang yang menjengkelkan.
“Hoho. Lihatlah siapa ini. Betapa tidak tahu malunya gadis gila ini menginjakkan kaki di kediaman Lysander.”
Milaine tersenyum geli, Deysi – sang istri ketiga sengaja mencari gara-gara dengannya.
“Setelah lima tahun tak bertemu, sifat jal*ngmu itu semakin menjadi-jadi saja. Alangkah memalukannya itu, memojokkan anak berumur tujuh belas tahun dan bertingkah seperti penguasa mansion.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
tegas,,,
2024-12-30
0