DOR!
Bahana ledakan pistol menggetarkan permukaan lantai paviliun. Rentetan suara peluru melesat ke segala arah ruangan. Sejumlah orang berapakaian pelayan berlarian menuju pintu keluar. Sebagian dari mereka menderita luka parah di bagian tubuh tertentu.
"KYAAAA!" Seorang pelayan tersungkur dan memekik ketakutan di hadapan seorang gadis kecil bersurai biru gelap. Pelayan itu beringsut terus ke belakang demi memperjauh jarak di antara dirinya dan si gadis.
Sepasang manik merah menyala menatap dingin si pelayan wanita. Piyama putih yang dia kenakan dipenuhi bercak darah segar. Di tangan sebelah kanan menggenggam sebuah pistol yang diduga sebagai pistol yang sebelumnya menyebabkan kekacauan. Bahkan muka mulusnya kini dinodai warna merah darah, entah kenapa gadis kecil itu terlihat begitu menakutkan.
"Kau harus mati, tidak hanya kau tapi seluruh pelayan yang berada di paviliun ini harus mati," ucap si gadis kecil dengan pandangan dingin serta mata sayu yang dikuasai kemurkaan.
"Tidak, Nona, saya meminta maaf atas apa yang terjadi sebelumnya. Tolong ampuni nyawa saya, saya mengaku khilaf sudah merundung Anda selama ini. Beri saya satu kesempat—"
DOR!
Belum sempat pelayan tersebut menyelesaikan perkataannya, gadis kecil itu melepaskan pelurunya dan menembus jantung si pelayan. Dia mencoba menarik pelatuknya lagi, tapi tidak ada peluru yang keluar dari sana.
"Tidak berguna!" Gadis kecil itu melempar pistol yang tidak lagi memiliki peluru di dalamnya.
Kemudian gadis itu pun bergerak meraih sebilah belati yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berpijak. Netranya mengedar ke sepanjang lorong paviliun, mata bulat nan indah miliknya memutar ke segala arah mencari keberadaan para pelayan yang tadi berhasil kabur dari pandangannya.
"Bau darah dari manusia hina itu sangat menjijikkan."
Di sepanjang lorong, cairan merah berlumuran di mana-mana. Ada beberapa mayat pelayan tergeletak meregang nyawa seusai gadis itu melepas pelurunya. Dia tidak bodoh, meski para pelayan itu sedang bersembunyi, tetapi dia tahu di mana para pelayan itu berada.
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini? Kenapa kalian tidak jadi keluar?" Gadis itu pun menongolkan kepalanya ke belakang sebuah lemari besar dan memergoki tempat persembunyian para pelayan.
"Nona Milaine, k-kami—"
"Diam! Dan cepat keluar dari sana sebelum aku bunuh kalian."
Mereka memanggil gadis kecil itu dengan nama Milaine yaitu Nona dari kediaman tempat mereka bekerja. Milaine mengarahkan pisaunya kepada keempat pelayan tersebut. Akhirnya, mereka terpaksa keluar seraya meratapi nasib buruk yang akan menimpa mereka selanjutnya.
"Nona, tolong ampuni nyawa kami, setelah ini kami janji—"
"Aku tidak mau mendengar suara kalian! Beraninya kalian berbuat seenaknya padaku. Menggelapkan dana paviliun, memberikan padaku makanan yang tidak layak konsumsi, bahkan kalian juga mencoba merundung Adikku. Selama ini kalian sudah cukup menghinaku dan Ibuku, sekarang waktunya kalian menemui alam neraka!"
Para pelayan itu pun gemetar dan kesulitan bernapas. Mereka sudah mencoba kabur lewat pintu keluar tapi pintunya terkunci rapat. Milaine sengaja mengunci seluruh pintu lalu menyembunyikan kunci tersebut di tempat yang tidak diketahui banyak orang. Bayangan kematian sedang mengincar mereka serta bersiap untuk segera menerkam ke arah mereka. Kaki mereka kaku seolah dijerat batu besar, pergerakan mereka terkunci di tengah ruangan yang kini dipenuhi mayat.
"Nona, satu kali saja, saya mohon kepada Anda, beri kami satu kali kesempatan lagi untuk menebus dosa kami kepada Anda. Saya mohon teramat sangat, saya masih belum mau mati," lirih seorang pelayan wanita seraya bersujud di bawah kaki Milaine.
"Sebaiknya kau tebus dosamu di neraka, aku hanya sedang menyingkirkan parasit dari dunia ini."
Milaine mengayunkan belatinya, ujung belati nan tajam menggores dalam tubuh masing-masing pelayan. Gerakan tangan nan lincah berayun seperti seorang malaikat maut tengah mencabut nyawa manusia. Kematian para pelayan itu pun berakhir tragis di tangan Milaine.
Milaine berlalu begitu saja meninggalkan seluruh mayat yang bergelimpangan di lantai paviliun. Langkah kecilnya kini tertuju pada ruang makan, wajahnya berekspresi datar, dan netra merah yang terus menatap lurus ke depan. Kemudian Milaine menyingkap pintu sebuah lemari, di dalamnya didapati seorang anak kecil laki-laki tengah menahan tangis dan menahan rasa takut.
"Nah, Nigel Adikku, sekarang semuanya sudah tenang. Kakak telah membereskan orang yang merundungmu. Kemarilah, ayo kita keluar," ucap Milaine menarik lembut tangan sang Adik keluar dari lemari.
Bibir Milaine merekahkan senyum manis, jemarinya bergerak mengusap air mata yang tak sengaja turun dari pelupuk mata Nigel.
"Apa mereka tidak akan menggangguku lagi?" tanya Nigel.
"Mereka sudah aku kirim ke neraka, mereka tidak akan mengganggumu lagi. Jangan khawatir, Kakak akan melindungimu jika ada orang lain yang bermaksud mengusik hidupmu."
Nigel mengangguk pelan, Milaine melakukan semua ini demi menjaga kenyamanan Nigel di paviliun kediamannya. Sekarang Milaine mengajak Nigel pergi, tampaknya Nigel masih belum sadar kalau sang Kakak telah menghabisi seluruh pelayan yang bekerja di paviliun.
"Kenapa piyama Kakak ada bercak darah?" tanya Nigel tiba-tiba
"Ini adalah darah binatang liar yang tadi masuk ke halaman paviliun. Aku akan mengantarmu ke kamar, istirahatlah sampai Ibu kembali. Kau paham?"
"Iya Kak, aku paham."
Milaine membawa Nigel ke dalam kamar, dia pun menyuruh Adiknya berbaring dan perlahan terlelap. Meskipun umur mereka memiliki jarak sekitar satu tahun tiga bulan, tetapi mereka lebih terlihat seperti sepasang anak kembar yang berbeda kepribadian. Milaine hanya bersikap lembut di hadapan Nigel, dia seperti hewan buas jika sedang bersama orang lain.
Hingga malam menjelang, Milaine mendengar derap langkah kaki yang berasal dari lorong utama paviliun. Milaine sudah tahu langkah kaki siapa itu, tapi dia tetap pergi keluar lalu menunggu di ujung lorong sampai orang itu menampakkan diri mereka.
"Milaine!" teriak seorang wanita berambut coklat tua. Wanita itu bernama Fiona yaitu Ibu kandung Milaine.
Terlihat jelas dari caranya menatap Milaine, Fiona tengah dirundung kemarahan besar. Fiona baru saja balik dari luar, tapi dia malah menemukan kondisi paviliun yang dipenuhi mayat pelayan.
"Selamat datang kembali, Ibu." Milaine menarik kedua sudut gaun piyamanya, badannya sedikit membungkuk memberi salam kepada Fiona.
PLAK!
Fiona mendaratkan sebuah tamparan ke pipi Milaine, deruan napas memburu keluar, sepasang manik mata biru memancarkan kemurkaan atas apa yang sudah dilakukan Milaine.
"Apa yang sudah kau lakukan, anak sialan?! Kau membunuh mereka, bukan? Jawab aku!" bentak Fiona.
Milaine mendongakkan kepala, tamparan yang dilayangkan Fiona menyisakan bekas luka di sudut bibir Milaine.
"Benar, tetapi itu karena mereka merundung Nigel, aku hanya memberi mereka hukuman," jawab Milaine tak berekspresi.
"Kurang ajar! Dasar pembunuh! Aku tidak tahu apa dosaku sampai aku harus melahirkan anak mengerikan seperti dirimu. Kau harus dihukum, aku akan membawamu ke ruang penyiksaan."
Fiona menarik kasar tangan Milaine, kemarahan Fiona sudah tidak bisa diatasi lagi.
"Nyonya Fiona, tolong berhenti! Anda tidak boleh membawa Nona Milaine ke ruang penyiksaan!"
Langkah Fiona terhenti ketika seorang pria berpakaian rapi datang menghampirinya. Fiona terpaksa melepas genggaman tangannya dari Milaine. Raut muka Fiona tampak tidak senang tatkala pria tersebut menatapnya dingin.
"Apa lagi sekarang? Mengapa Tuan tidak mengizinkanku membawa Milaine ke ruang penyiksaan?! Sejak kapan dia peduli kepada Milaine?"
Kemarahan Fiona tidak lagi terbendungkan, wanita itu meninggikan suaranya meneriaki lawan bicaranya. Namun, ekspresi pria itu masih datar meski dimarahi Fiona. Tugasnya hanyalah untuk memenuhi perintah pemimpin keluarga ini menghentikan niat Fiona menyiksa putrinya.
"Mohon maaf, Nyonya, tapi ini perintah dari Tuan. Apabila Anda ingin protes, maka proteslah kepada Tuan."
Fiona mendengus kesal, dia baru saja kembali dari luar dan berniat beristirahat sejenak. Namun, dia malah menemukan situasi buruk di paviliun. Putrinya, Milaine yang selalu menjadi bahan pembicaraan kini membuat masalah yang lebih besar.
"Veno, apa sekarang kau berani melawanku? Kau hanyalah sebatas asisten pribadi Tuan, jadi kau tidak sepantasnya melawanku!" ucap Fiona mengarahkan telunjukanya kepada Veno.
"Majikan saya hanyalah Tuan Conrad Lysander. Di sini saya cuma menyampaikan perintah beliau saja, bila Anda tidak suka maka jangan salahkan saya bila Tuan marah kepada Anda," tekan Veno.
Fiona kehilangan kata-kata, dia pun tidak punya pilihan lain selain membawa Milaine ke tempat sang suami berada. Mimik wajah Milaine masih sama seperti sebelumnya, datar dan tiada rasa bersalah tergurat di garis wajahnya.
"Ayo kita pergi temui Ayahmu, Milaine."
Milaine memasrahkan diri tanpa ada perlawanan berlebihan. Milaine berjalan di belakang sang Ibu seraya menatap sesekali ke luar jendela.
Setibanya di ruangan pertemuan, kedatangan mereka disambut tidak baik oleh tiga orang wanita yang merupakan istri pertama, istri ketiga, serta istri keempat Conrad Lysander. Mereka memandang rendah Fiona dan Milaine, tapi mereka berdua tidak menggubris pandangan tersebut.
"Lagi-lagi anak pelayan ini membuat masalah. Sudah aku bilang, gadis ini gila dan seharusnya bukan di sini tempatnya berada," sindir Deysi - istri ketiga.
"Maklumi saja, di tubuhnya mengalir darah kotor dari seorang mantan pelayan. Dia masuk menjadi istri kedua hanya karena keberuntungan semata," imbuh Mayra - istri keempat.
Sedangkan Lisbeth sebagai istri pertama hanya diam sambil menikmati teh yang disuguhkan para pelayan. Lisbeth terlihat jauh lebih elegan dibandingkan istri yang lain. Dia memang jarang sekali berbicara, dia hanya bermain sebagai penonton bila ada keributan yang terjadi.
Fiona tak membalas sindiran dari Deysi dan Mayra, dia terbiasa menerima penghinaan dari orang lain yang tinggal di kediaman ini. Fiona tidak menyangkalnya, dia memang dulunya seorang pelayan lalu diangkat menjadi istri kedua Conrad Lysander. Hal itulah yang menyebabkan keberadaan Fiona di kediaman Lysander seperti noda kotor yang merusak kecantikan sebuah berlian permata.
"Hei, kenapa kalian diam saja? Apa kalian sengaja mengabaikan kami? Kalian tidak memberi salam ketika masuk lalu sekarang malah diam seperti patung," ujar Mayra kesal tidak digubris Fiona dan Milaine.
Milaine bangkit dari tempat duduknya, dia mengambil cangkir berisi teh lalu menyiram muka Mayra hingga basah kuyub.
"Berisik kau, wanita sialan!” murka Milaine.
Mayra dan Deysi tidak menyangka Milaine akan berbuat sejauh itu. Bahkan seusai menyiram Mayra, Milaine masih saja mempertahankan ekspresi datarnya. Milaine melakukan hal itu demi meredam kejengkelan di hatinya akibat penghinaan yang dia peroleh.
"Anak sialan! Kau-"
"Siapa yang menyuruh kalian membuat keributan di sini? Aku mengumpulkan kalian karena ada yang perlu aku diskusikan."
Seorang pria berperawakan tinggi disertai muka sangar muncul dari pintu masuk. Pria itu memiliki warna rambut serta mata yang sama dengan Milaine. Dia adalah Conrad Lysander, Ayah Milaine sekaligus pemimpin keluarga ini. Conrad juga terkenal karena dia merupakan CEO dari Lysander Group, salah satu perusahaan terpandang di negara Helsper.
Kedatangan Conrad mengheningkan suasana, Mayra dan Deysi seketika membungkam mulut. Sedangkan Milaine tak bereaksi terhadap kedatangan Conrad. Pria yang disebut sebagai Ayahnya, menatap intens Milaine ketika dia baru menginjakkan kaki di ruangan tersebut.
"Milaine, kemarilah," titah Conrad.
Tanpa berlama-lama, Milaine langsung menuju ke hadapan Conrad. Milaine mendongakkan kepala memandang lurus Conrad. Sesaat Conrad merasa sedang berhadapan dengan dirinya versi anak perempuan sebab mereka berdua sangat mirip. Baik itu dari ciri fisik hingga ekspresi dingin yang mereka punya.
"Apa kau tahu alasan kenapa aku memanggilmu?" tanya Conrad.
"Karena saya membantai para pelayan," jawab Milaine seadanya.
"Iya, itu benar, kenapa kau membantai mereka?"
"Karena hidup mereka tidak berguna dan hanya menjadi sampah di hidup saya."
Kedua mata Conrad melebar. "Meski calon pewaris Lysander diperbolehkan untuk saling membunuh, tetapi bukan berarti kau bisa berlaku seenaknya. Ditambah lagi, peraturan keluarga memperbolehkanmu mengangkat senjata kala berusia tujuh belas tahun. Tindakanmu kali ini mencemarkan nama baik kediaman Lysander. Lalu sekarang apa kau merasa berdosa setelah membunuh para pelayan?"
Peraturan utama keluarga Lysander yang tidak boleh dilupakan ialah pertarungan resmi antar calon pewaris dilakukan saat berusia tujuh belas tahun. Selama belum masuk usia tujuh belas tahun, maka calon ahli waris tidak boleh mengotori tangannya dengan darah manusia apa pun alasannya itu.
"Tidak, untuk apa saya merasa berdosa? Saya hanya membersihkan kediaman ini dari manusia tidak berguna. Mereka yang berdosa, bukan saya," ucap Milaine kembali membuat semua telinga yang mendengar terkejut.
Ini adalah kali pertama Conrad berhadapan langsung dengan putri satu-satunya. Biasanya Conrad hanya mengabaikan setiap laporan tentang Milaine. Namun, kala itu entah mengapa Conrad merasakan aura membahayakan dari gadis kecil tersebut.
"Anda dengar sendiri itu, Tuan! Gadis itu gila! Anda tidak boleh membiarkannya menetap di sini," celetuk Deysi.
"Kalau bisa sebaiknya saya sarankan Milaine melakukan tes kejiwaan. Gadis ini pembunuh gila, dia bahkan membunuh kedua saudara serta kedua Bibinya. Apabila dia dibiarkan berlama-lama di kediaman ini maka dia akan menjadi ancaman serius," timpal Mayra.
Milaine menggigit bibirnya, kedua tangannya terkepal kuat, serta mata yang tak sanggup membendung kemarahan. Kemudian Milaine meraih gelas kaca dari meja Conrad. Dia pun melempar gelas kaca itu ke kepala Mayra.
"Aku tidak gila dan aku tidak pernah membunuh Kakak dan Bibiku! Beraninya kau berbicara seenakmu! Aku tidak akan memaafkanmu!"
Mayra meringis sakit, dia menyentuh keningnya yang berdarah akibat gelas kaca yang menghantam kepalanya. Para pelayan bergegas membantu menekan luka Mayra. Fiona pun langsung bertindak, dia menarik Milaine menjauh dari Conrad.
"Apa yang kau lakukan? Apa yang baru saja kau lakukan, Milaine?!" teriak Fiona.
Milaine tersenyum miring. "Apa Ibu buta? Aku baru saja melukai wanita itu. Apakah Ibu senang? Harusnya Ibu senang melihatnya terluka atau aku bisa membunuhnya untuk Ibu."
Milaine tertawa kecil, selalu timbul kepuasan tersendiri ketika dirinya berhasil melukai dan membunuh orang lain. Conrad bergidik ngeri, Veno pun merasakan hal yang sama. Tiada rasa bersalah, hanya ada kelegaan semata.
"Saya pikir ini sudah cukup, Tuan. Anda harus mempertimbangkan segera, apakah Anda akan membiarkan anak ini terus berada di kediaman ini ataukah Anda harus memasukkannya ke rumah sakit jiwa? Silakan Anda putuskan sendiri," tutur Lisbeth akhirnya bersuara.
Pada saat Lisbeth sudah angkat bicara, itu artinya masalah ini sangat serius. Lisbeth merupakan Nyonya utama dari kediaman Lysander. Perannya jauh lebih besar dibanding ketiga istri lainnya sehingga ketika Lisbeth meminta kepada Conrad untuk mempertimbangkan kembali permasalahan tersebut maka masalah yang diciptakan Milaine kemungkinan besar akan merugikan pihak Lysander.
"Apakah ada alasan yang lebih tepat bagiku untuk memasukkan Milaine ke rumah sakit jiwa?"
Conrad meragukan Lisbeth, dia meminta kepada Lisbeth untuk mengungkapkan alasan yang lebih tepat untuk membawa Milaine ke rumah sakit jiwa. Lisbeth pun bangkit dari tempat duduknya, dia berdiri berhadapan dengan Milaine yang menatapnya lurus tak berekspresi.
"Tuan, gadis ini memang masih kecil tapi dampak yang dia timbulkan akan sangat mengerikan. Kami semua memiliki anak laki-laki, saya mempunyai satu anak laki-laki, Deysi memiliki dua anak laki-laki kembar, serta Meyra juga mempunyai satu anak laki-laki. Apabila kekuatan Milaine bisa membunuh puluhan pelayan, itu tidak menutup kemungkinan gadis ini akan membunuh anak-anak kami."
"Memang Anda memperbolehkan saling membunuh, tetapi seandainya dia membunuh anak kami tepat sebelum usia tujuh belas tahun, maka saya menilai itu curang. Lalu apakah Anda mau nama Lysander tercoreng di mata orang lain? Membiarkan anak pelayan menguasai harta kekayaan Lysander merupakan sebuah aib yang fatal. Tolong pikirkan kembali, ini demi kebaikan kita bersama."
Conrad menata ulang pikirannya, dia pikir kalau apa yang dikatakan Lisbeth ada benarnya juga. Kini Conrad hanya perlu mengikuti apa kata Lisbeth demi menjaga dari kemungkinan terburuk yang terjadi.
"Aku tidak gila, jadi kenapa aku harus masuk rumah sakit jiwa?!" teriak Milaine tidak menerima keputusan Lisbeth.
PRANG!
Milaine pun lari ke sudut ruangan, dia memecahkan guci mahal yang dihadiahkan Lisbeth untuk Conrad. Tidak sampai di sana saja, Milaine juga menghancurkan berbagai pajangan di ruangan tersebut.
"Aku tidak gila! Jangan masukkan aku ke rumah sakit jiwa! Aku juga bukan pembunuh Kakak dan Bibiku. Aku tidak pernah membunuh mereka!"
Milaine menunjukkan perlawanan melalui tindakan kasarnya yang mengacaukan ruangan Conrad. Lisbeth, Deysi, dan Meyra tidak tahan menyaksikan kegilaan Milaine.
"Tuan, tolong lakukan sesuatu! Anak itu memang sangat gila!" panik Meyra.
Fiona mencoba mencegah Milaine, tapi dia tidak berhasil melakukannya. Sekarang para pelayan pun berlarian keluar dari ruangan karena takut dengan Milaine. Conrad mulai muak, dia tidak percaya putrinya lebih gila dari yang dia bayangkan.
"Pengawal! Tangkap gadis gila itu sekarang juga! Tahan dia dan jangan biarkan dia bergerak lebih leluasa!" perintah Conrad, dia tampak marah sekali dengan Milaine.
Para pengawal bergerak mengepung Milaine, setelah bersusah payah akhirnya mereka berhasil menahan Milaine. Gadis kecil itu masih berusaha memberontak dan melepaskan diri dari tangan kekar para pengawal. Namun, mereka tidak membiarkan Milaine lolos, bahkan mereka memblokir pergerakan Milaine.
Atas perintah Conrad, Milaine langsung dibawa ke ruang bawah tanah. Milaine dikunci di ruangan gelap gulita dan lembab dipenuhi hewan kecil. Fiona hanya menyaksikan dari jauh tanpa mengambil tindakan atau sekedar menghentikan aksi para pengawal.
"Kenapa kau tidak menghentikannya? Seharusnya sebagai Ibu kau membela putrimu lalu mengapa aku lihat kau bahkan tidak menunjukkan rasa sayangmu terhadap Milaine?" tanya Conrad.
Fiona tanpa membalikkan badan dan tanpa menoleh, dia menjawab, "Saya tidak peduli, anak itu hanya masalah bagi saya. Lagi pula memasukkannya ke rumah sakit jiwa bukanlah keputusan yang buruk. Saya serahkan semuanya kepada Anda, saya yang dulunya seorang pelayan ini tidak berhak mengambil keputusan apa pun."
Sesudah merespon seperti barusan, Fiona berlalu pergi dari ruangan Conrad. Fiona memang tidak peduli kepada Milaine, bahkan jika anaknya itu mati di depan matanya mungkin dia takkan mengantarkan kematian sang putri dengan tangisan.
Milaine dikurung selama semalam, selama dua puluh empat jam tiada henti semua orang mendengar amukan Milaine di ruangan tempatnya dikurung. Seluruh barang yang ada di ruang itu habis dipecahkan Milaine. Tak ada yang sanggup menegurnya, mereka cuma bisa mendengar dari luar pintu saja.
Pada hari berikutnya, Conrad memanggil pihak rumah sakit jiwa. Mereka membawa paksa Milaine masuk ke sebuah mobil putih.
"Lepaskan aku! Aku tidak gila! Aku tidak gila!!!" Milaine meronta sambil meneriakkan itu berulang kali.
Kala itu ada banyak sekali penghuni kediaman ini yang menyaksikan langsung Milaine dibawa oleh pihak rumah sakit jiwa. Mereka merasakan kelegaan teramat sangat karena tidak ada lagi anak kecil yang membuat mereka panik atau takut.
***
Lima tahun berlalu seusai Milaine dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Gadis itu telah tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat cantik. Kemudian hari ini Conrad memberi pengumuman kepada keempat istrinya. Pengumuman tersebut mungkin akan mengguncang jiwa mereka.
"Tuan, ada apa Anda memanggil kami?" tanya Deysi.
Conrad berdehem, dia memperbaiki sikap berdirinya mejadi lebih tegap.
"Anak-anak sekarang sudah mulai tumbuh menjadi remaja. Bahkan Milaine juga berubah menjadi anak yang lebih baik. Maksudku, aku akan memanggil Milaine kembali ke kediaman ini."
Mereka semua syok bukan main, nama Milaine yang tidak pernah bergaung selama lima tahun terakhir ini terdengar lagi. Tentu saja mereka tidak menerimanya, Fiona sebagai Ibu kandung Milaine juga tidak menerimanya.
"Tidak bisa begitu, Tuan! Anda tahu apa yang dilakukan gadis itu lima tahun yang lalu? Bagaimana kalau sekarang dia menjadi lebih gila lagi? Tidak bisa dibiarkan! Anak itu tidak boleh kembali ke kediaman ini," protes Meyra meninggikan suaranya.
"Benar, Tuan, Anda jangan mengambil resiko yang besar membawa Milaine pulang ke kediaman ini. Tolong dipikirkan sekali lagi, jangan sampai keputusan Anda malah membawa bumerang bagi kita semua," timpal Lisbeth.
"Tidak, keputusanku sudah bulat, kalian suka atau tidak suka aku tidak peduli. Milaine juga merupakan keturunanku, dia berhak ikut serta dalam perebutan hak ahli waris utama. Jangan ada yang boleh protes lagi, sekarang kalian silakan keluar dari ruanganku. Aku hanya ingin memberi tahukan ini kepada kalian."
Conrad bersikeras mempertahankan keputusannya, dia kukuh ingin mengizinkan Milaine masuk ke kediaman Lysander. Keempat istri Conrad hanya bisa pasrah terhadap keputusan Conrad yang hanya sepihak saja.
Sementara itu di waktu bersamaan, Milaine sedang bersiap-siap hendak pulang ke kediamannya. Sejumlah perawat membantu Milaine membereskan seluruh barang-barangnya. Milaine bersenandung ria di depan cermin rias, pantulan wajahnya teramat indah dipandang.
"Anda sepertinya sangat bahagia, Nona. Apakah ini karena Anda sebentar lagi akan kembali ke kediaman Lysander?" tanya seorang perawat wanita.
"Ya, itu benar, aku harus mempersiapkan kesan yang baik untuk Ayah dan Ibuku tercinta," jawab Milaine.
"Selama lima tahun ini Anda sudah menunjukkan perubahan yang sangat baik. Saya yakin Tuan Besar Lysander akan menerima Anda kembali dengan bahagia."
Milaine menyeringai, begitulah pendapat para perawat serta dokter terhadap perubahan yang dia tunjukkan.
'Berubah apanya? Aku cuma berpura-pura baik supaya aku bisa lebih cepat keluar dari sini. Setelah aku keluar, aku akan membuat kekacauan lagi dan aku akan membunuh semua orang yang pernah menghina sekaligus menyakiti hatiku. Tunggulah! Milaine Lysander akan kembali membantai kalian.'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!