Rencana Balas Dendam
"Jeder......jeder.......trakkkkk...syerrttttttt" gelegar petir menyambar sebuah pohon besar tepat di bahu jalanan yang tengah kulewati.
Sekali dua kali Sambaran petir itu mampu membuat pohon besar tumbang dan hampir menimpa mobil yang ayahku kemudikan, ayah segera membantingkan setir ke samping jalan namun kondisi jalanan yang begitu licin sebab terguyur hujan lebat membuat ayah kehilangan kendali atas mobil yang ia kemudikan, mobil melaju tak menentu dan terus menerobos pembatas jalan sampai akhirnya jatuh ke tepian sungai, untunglah tidak terjadi ledakan pada mobil yang kutumpangi, badanku terombang ambing di dalam mobil rasa sakit sudah tidak terasa lagi di sekujur tubuhku, kulihat ibu dan adik kecilku yang masih berusia 10 tahun terhempas keluar dari mobil, sekujur tubuh mereka dipenuhi dengan darah segar yang berserakan di tanah, aku hanya bisa menatap semuanya dengan tatapan kosong tak karuan, hingga penglihatan ku memudar sedikit demi sedikit dan aku kehilangan kesadaran, sebelum aku benar benar menutup mata masih bisa terdengar sayup sayup teriakan beberapa warga di sana yang membantu evakuasi keluargaku.
Setelah itu aku sungguh tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada aku dan keluargaku, malam itu aku dan kedua orangtuaku beserta adik kecilku berniat pergi ke sebuah acara perayaan tahunan keluarga kami, aku kira itu akan menjadi malam yang menyenangkan dan menjadi kenangan indah, sebelum kami berangkat bahkan ayah dan ibu masih sempat bercanda bersamaku, sampai di perjalanan ibu dan adikku yang kelelahan mulai tertidur dan hanya aku dan ayah sebagai supir yang masih terjaga, sampai ketika kantuk mulai melanda ayah tiba tiba saja mulai panik, dia mengatakan bahwa rem mobil blong sehingga dia tidak bisa menurunkan kecepatannya, hujan dan petir mulai melanda dan pohon itu tumbang hampir menimpa mobil kami, aku menjerit entah sekeras apa, semua yang ada di dalam mobil panik tak karuan meskipun ayah terus berusaha menenangkan.
*********************
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri sampai ketika aku bangun dan mengerjap ngerjapkan mataku yang kulihat hanyalah atap rumah sakit yang kosong dan dingin, ku coba menggerakkan kepala dan anggota tubuhku namun tak cukup tenaga untuk itu, badanku masih terasa lemas dan sakit di mana mana, tiba tiba seorang suster masuk dan dia menatapku dengan wajah yang kaget lalu berteriak memanggil dokter.
"Dokter....dokter.....dia sadar....dokter cepat lihatlah!!" teriak seorang suster tersebut sambil berlari keluar dari ruangan.
Aku hanya menatap bingung dan mulai teringat dengan keluargaku, saat dokter menghampiriku dan memeriksa kondisi tubuhku hal pertama yang aku ucapkan adalah bertanya tentang keluargaku.
"Do...do...dokter....dimana ayah dan ibuku juga adik kecilku?" tanyaku dengan terbata bata karena masih cukup lemas.
Bukannya menjawab pertanyaanku dokter itu malah memintaku agar beristirahat total kemudian dia pergi meninggalkanku begitu saja, aku ingin mencari tau keberadaan keluargaku dan bagaimana keadaan mereka saat ini, aku terus saja berpikir positif karena melihat diriku sendiri yang selamat dari kecelakaan maut itu aku pikir keluargaku pasti selamat juga.
Hari terus berlalu entah sudah berapa lama aku dirawat di rumah sakit itu sampai akhirnya hari ini tiba, hari di mana aku mulai mendapatkan kembali kekuatan dan energiku, dokter sudah mengijinkanmu untuk pulang dan pihak rumah sakit bahkan tidak meminta tagihan atas biayaku selama dirawat di rumah sakit itu, awalnya aku merasa sedikit curiga, bagaimana bisa pihak rumah sakit tidak meminta tagihan sepeserpun atas perawatan yang begitu intensif padaku dalam waktu yang bukan sebentar, karena penasaran aku pun pergi ke tempat administrasi rumah sakit dan menanyakan soal pembayaranku.
"Permisi suster, saya ingin menanyakan perihal administrasi ruang rawat intensif nomor 115 di blok anggrek, kira kira berapa biaya yang harus saya tanggung" ucapku menanyakannya dengan teliti,
Suster itu segera memeriksa beberapa kumpulan data di dalam buku catatannya.
"Maaf kak, tapi semua biaya sudah dibayar lunas sejak 6 bulan yang lalu" ucap suster itu memberitahukan,
"Hah?, bagaimana bisa, aku saja baru sembuh apa jangan jangan ayah yang membayarnya tapi selama aku dirawat tidak ada satupun keluargaku yang menjenguk, sebenarnya kemana mereka dan siapa yang membayar biaya rumah sakit ini?" gumamku penuh kebingungan dan melamun di depan meja administrasi.
Aku baru tersadar dari lamunan ketika seseorang pria bertubuh kekar dan tampan memintaku menyingkir karena dia hendak melakukan pembayaran di sana.
Aku berlenggang pergi dengan penuh pertanyaan yang terus muncul di dalam kepalaku, aku bahkan masih mengenakan pakaian rumah sakit karena memang sudah tidak memiliki apapun lagi.
Aku pulang ke rumahku, karena ku pikir itu rumahku jadi aku masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu dahulu, kucari ayah dan ibuku namun rumah tampak sepi dan tidak ada siapapun di ruang tengah, saat aku semakin masuk ke dalam rumah ada bibi dan pamanku yang tengah makan di dapur bersama putrinya yang seumuran denganku, segera aku hampiri mereka dan kutanyakan keberadaan keluargaku.
"Paman, bibi sedang apa kalian di sini?, oh iya di mana ayah dan ibu juga Rival?" tanyaku begitu antusias.
Mereka tidak menjawabku sama sekali dan hanya tertunduk membuang muka dari tatapanku, aku semakin bingung dan mulai mendekat ke arah Serli yang tak lain merupakan adik sepupuku.
"Serli ada apa ini sebenarnya, kenapa paman dan bibi tidak menjawabku?, Kalian juga tidak menengok aku saat di rumah sakit" tambahku sambil terus menanti jawaban dari Serli,
"Maafkan aku tapi........om dan tante.....mereka sudah......." ucap Serli yang terpatah patah,
"Apa?, mereka sudah apa Serli, cepat katakan!!" pungkasku dengan nada yang begitu tinggi,
"Mereka sudah meninggal dunia dalam kecelakaan itu, begitu juga dengan adikmu"
"Hah?... Haha tidak....tidak mungkin mereka meninggal, kamu bohongkan Serli?, kalau mereka meninggal lalu siapa yang membayar biaya rumah sakiku selama ini?, paman, bibi tolong jelaskan padaku bahwa mereka masih hidup aku mohon" ucapku berharap semuanya hanya kebohongan.
Melihat paman dan bibi yang tidak menjawab aku semakin tak karuan pikiranku kalut dan air mataku menerobos keluar begitu saja aku terduduk lemas di lantai dan tak tau lagi harus melakukan apa, Serli hanya memelukku dan terus mengusap lembut punggungku berusaha menenangkan aku, aku belum bisa menerima kenyataan ini, semuanya terlalu mendadak dan begitu menyakitkan, bahkan aku belum sempat mengucapkan banyak hal pada mereka, aku tidak sempat melihat jasad mereka walau untuk terakhir kalinya.
"Serli dimana mereka dikuburkan?, bawa aku ke sana sekarang" ucapku dengan mata yang sayu dan tatapan yang kosong.
Serli mengangguk dan memapahku keluar dari rumah, kami pergi menuju TPU yang tak jauh dari kompleks perumahanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments